Wednesday, May 30, 2012

Omelet Kornet



Aku suka memasak omelet kornet. Entah itu pagi, siang, sore, atau malam, setiap hari aku harus memasak omelet kornet. Omelet kornet yang tidak perlu kumakan sendiri, yang penting aku memasaknya hari itu. Untuk kamu.
Kamu pernah bilang omelet kornetku adalah omelet kornet terlezat di muka bumi ini. Garingnya pas, gurihnya juga. Tidak terlalu asin, dan juga tidak hambar. Takaran antara telur, bawang merah, daun bawang, cabai, dan kornetnya juga pas.
Kalau sedang kesal, kamu akan memakan omelet kornetku dengan saus cabai. Katamu, kamu sedang tidak enak hati, butuh yang pedas-pedas untuk menghilangkannya.
Kalau kamu sedang sedih, kamu akan memakan omelet kornetku dengan saus tomat. Rasa kecut tomat akan membuatmu lupa dengan sedih yang kamu rasakan.
Kalau kamu sedang senang, kamu akan memakan omelet kornetku dengan kecap manis. Katamu, manisnya kecap tidak akan bisa mengalahkan manis di hati yang kamu rasakan.
Begitu terus, selama 3, 5 tahun hubungan kita, kamu tidak pernah bosan memakan omelet kornetku. Kamu tidak pernah protes karena aku tidak bisa memasak makanan lain selain omelet kornet. Bukannya apa-apa sayang, bukannya aku tidak mau belajar, bukannya aku tidak mau berubah dan berinovasi, aku hanya takut.
Takut kenapa?
Aku takut masakanku yang lain tidak akan seenak omelet kornet ini. Wajahmu tampak sangat antusias setiap aku menyuguhkan piring berisi nasi hangat mengepul dengan omelet kornet di atasnya. Saat itulah kamu akan mengelus-elus rambutku dan berkata, “You are my best.” Dan efek satu kalimat itu akan membuatku terbang ke langit ke tujuh.
Sesederhana itu.
Omelet kornet adalah senjataku menghadapi semua fluktuasi hubungan kita. Apapun yang kamu alami hari itu, semua akan baik-baik saja ketika ada omelet kornet setelah itu. Aku kadang-kadang suka tidak mengerti, memang apa yang istimewa dari omelet kornet ini? Telurnya saja telur biasa yang kubeli di warung sebelah rumah. Kornetnya juga kubeli di minimarket seberang jalan. Tidak ada yang spesial dari omelet kornet ini, sungguh.
“Sayang, kalau besok aku nggak bisa masakin omelet kornet lagi buat kamu gimana?” tanyaku suatu ketika.
“Loh, kenapa memang?”
“Kamu masih sayang aku?”
“Emm, tergantung… kamu nggak bisa masakin omelet kornet lagi kenapa?” Kamu malah menggodaku.
“Kamu enggak pernah bosan, tiap hari makan omelet kornet melulu?”
“Kalau bosan, aku nggak bakalan ada di sini sekarang, sayang.”
Aku menatap kamu lekat-lekat.
Mendadak aku ingin mencoba sesuatu yang baru.

“Loh, kok bukan omelet kornet?” Keningmu berkerut menatap piring di depanmu.
“Nggak papa sayang, sekali-sekali. Cobain deh cobain deh.”
Kamu menyendok sesuap nasi goreng sosis di depanmu. “ENAK BANGET!”
Aku sumringah. “Beneran??”
“Iya! Enak banget! Kamu ternyata pinter masak, besok coba masakan lain deh!”

Itu adalah awalnya.
Lalu kamu mulai meminta masakan lain, nasi goreng seafood, spaghetti, sup ayam, sup daging, soto, steak, sandwich, roti bakar, donat, terus dan terus. Aku semakin semangat, skill memasakku semakin terasah, dan aku juga bahagia melihat kamu yang selalu puas terhadap semua hasil masakanku.

“Kalau aku besok nggak bisa masakin macem-macem lagi buat kamu gimana sayang?”
“Nggak mungkin, kamu pandai, kamu pasti bisa memasak segalanya. Aku yakin.”
Aku terdiam.
Entah mengapa, perasaanku menjadi sangat sedih.

Lalu hubungan kami berhenti di rendang daging. Rendang daging yang katamu lezat. Rendang daging yang rasanya luar biasa.
Aku berhenti memasak sesuatu yang luar biasa untuk kamu. Kamu bahagia memakan rendang daging, tapi aku tidak tahu apakah kamu sedang sedih, senang, atau marah ketika memakannya.
Yang aku tahu, kamu senang. Dan itu juga yang terjadi di makanan-makanan lainnya. Kamu selalu senang. Kamu selalu antusias. Aku selalu senang. Aku selalu antusias.
Tidak ada kecap, saus sambal, atau saus tomat yang membuat aku tahu apa yang kamu rasakan. Tidak ada omelet kornet yang membuat kamu menceritakan apa yang kamu rasakan saat itu.

Aku suka memasak omelet kornet. Dan sekarang aku mulai paham kenapa kamu tidak pernah bosan memakan omelet kornetku. Di omelet kornet, ada kornet yang asin, ada bawang merah yang gurih, daun bawang yang renyah, dan potongan cabai pedas. Semuanya disatukan oleh telur yang membuat omelet kornetku kaya rasa. Omelet kornetku fleksibel, terserah kamu ingin mencampurnya dengan saus sambal, saus tomat, atau kecap.
Itulah caramu menikmati omelet kornetku. Kamu berusaha, kamu bereksperimen, kamu meresapi setiap rasa yang ada disana. Kamu selalu mencoba supaya bisa menikmati omelet kornetku dengan berbagai cara setiap hari.
Sampai aku merusaknya dengan mencoba memasak nasi goreng sosis, kemudian nasi goreng seafood, sampai rendang daging. Kamu tidak lagi bereksperimen. Kamu tidak lagi meresapi setiap rasa yang ada di sana. Kamu tidak lagi mampu menunjukkan jiwamu.
Aku kehilangan kamu, aku kehilangan omelet kornetku.

Jogja, 30 Mei 2012
*Untuk mas Putro yang hobinya minta dimasakin melulu

1 comment: