Friday, May 25, 2012

Life is All About Choosing



Choosing, however simple the choices are, is never really that simple, karena suka atau tidak, choosing is like balancing the idiosyncrasy of ourselves with the mere existence of others. 
Divortiaire, p. 310

Memilih tidak pernah mudah, setidaknya bagi saya. Sejak saya kecil, saya sering plin-plan, tidak tahu bagaimana cara memutuskan. Inginnya semuanya senang, inginnya semua happy, inginnya saya bisa mengakomodasi semua kebahagiaan di hidup ini. Kalau bisa kesusahan diminimalisir sekecil mungkin. Kalau bisa, tidak usah memilih hal yang menyusahkan.
Papah adalah sosok yang paling sering mengingatkan saya tentang habit jelek saya yang satu ini. “Hidup itu memilih,nak.” Berkali-kali papah mengatakan itu kepada saya, dari kecil. “Semua ada resikonya, pilihlah resiko yang paling bisa kamu terima.”
Kalau mamah mengatakan hal lain lagi, “Ragu-ragu itu temennya setan.” Singkat. Padat. Lugas. “Semakin lama kamu ragu, semakin gampang setan buat menggoda kamu.”
Saya sering ragu-ragu. Maka dari itulah kedua orang tua saya sering mengulang hal itu dari saya kecil. Semakin besar, saya semakin memahami dua statement dewa itu. We’re living in the world full of options. Dari bangun tidur saja kita sudah harus memilih, Keramas atau enggak ya pagi ini, kalo keramas, udah buru-buru, nggak sempet ngeringin rambut pula, tapi kalau enggak keramas, rambut udah gatel dan lepek, mana tahan nih!
Sampe kampus, masuk ke kantin, pilihan kembali datang, Mau makan siang dimana? Di luar atau di kantin? Kalau di kantin murah, tapi bosan. Kalau di luar lebih mahal, males lagi keluar-keluar, panas. Tidak berhenti sampai di situ, jika sudah memutuskan makan di kantin masih juga bingung, mau makan apa? Ketoprak, mie ayam, tom yam, pecel, duuuh… pusing!
Itu adalah contoh dari pilihan-pilihan kecil yang setiap hari menghampiri hidup kita. Sialnya oh sialnya, nggak semua pilihan segampang mau memutuskan makan apa di kantin hari ini? Terkadang banyak keputusan penting yang harus diambil seumur hidup kita, yang kita tahu akan berpengaruh secara massive ke kehidupan kita selanjutnya. Memilih mau kuliah jurusan apa, memilih judul skripsi, memilih pekerjaan, memilih pasangan hidup, memilih... memilih…
Takut salah pilih terkadang menjadi dalih bagi kita untuk menunda proses eksekusi pilihan itu. Masih ragu, masih belum mantep, masih ngitung-ngitung nih, masih belum tahu, dan sejuta alasan kita buat untuk meyakinkan diri sendiri.
Entah karena saya benar-benar tidak suka galau lama-lama, tidak betah menimbang-nimbang (karena selama saya menimbang-nimbang itu di saat yang sama saya merasa saya tidak akan pernah puas), tidak menyukai proses memilih yang terlalu lama, maka saya sering menghindari berlama-lama dalam memilih. Kalau tidak suka, saya menghindar, mundur, kalau baik ya ayo. Habit buruk saya, saya sering menghindar simply karena saya males dan nggak nyaman dengan proses menimbang-nimbang itu sendiri. Nah ini nih -_-
Salah satu contoh, kalo lagi mbribik (bisa nggak sih, Sar kasih contoh yang agak elegan gitu, nggak perkara mbribik melulu -_-) Menurut saya, orang yang bribikannya banyak adalah orang yang menyukai proses menimbang-nimbang ini. Entahlah, tapi saya bener-bener enggak ada bakat dalam menimbang-nimbang. Biasanya saya malah pusing sendiri LOL
Tapi setiap orang punya kapasitas mental masing-masing dalam proses pemilihan. Saya tahu, semakin lama saya memilih, semakin besar juga godaan yang akan datang. Dan saya mulai sadar, saya enggak boleh egois, apa yang saya lakukan, memiliki efek juga untuk orang lain dan orang yang lain-lain. Efek Domino. Jadi saya nggak boleh kelamaan plin-plan. Orang plin-plan akan terus berdalih, orang plin-plan akan merugikan orang-orang di sekitarnya.
“Ragu-ragu temennya setan.”
Saya pikir disini letak logisnya istilah ini.
Sayangnya, sebenarnya tidak ada sesuatu yang benar-benar meyakinkan di dunia ini. Siapa saya bisa meramal masa depan? Yah, untungnya saya masih yakin sama Tuhan saya -_- Kalau bisa tidak memilih sih, memang tidak usah memilih. Saya tidak suka memilih, terlebih lagi proses pemilihan itu sendiri yang amit-amit nggak enak banget.
And then here comes the biggest question ever… Apa yang harus kita lakukan jika kita (pikir) kita memutuskan sesuatu yang salah?
Menurut saya, pilihan yang salah itu enggak ada. Karena pada akhirnya, kembali lagi ke statement papah saya, semua pilihan ada resikonya. Pilihan yang lain akan menimbulkan resiko lain, dan juga resiko-resiko lain kedepannya yang tentu saja kita enggak tahu itu apa. Manusia diciptakan defensif, kita akan mengeluarkan cara untuk mengatasi itu dengan sendirinya. Dan hal itulah yang pada akhirnya mendewasakan kita. Bersyukurlah dengan semua pilihan yang mendewasakan itu, pilihan apapun itu. *eciee lagi bijak bok*
Selamat malam :)

Not everything comes along just when we want it. There are times when decisions just have to be made, or you certainly will miss out.
Guinevere Pettigrew - Miss Pettigrew Lives For A Day 

Untuk bilionan pilihan yang besok akan terus menghampiri, selamat datang :)

No comments:

Post a Comment