Saturday, May 12, 2012

Aku Jatuh (Cinta)


Sebenarnya tidak ada yang salah dengan semua ini.
Aku cewek. Dan aku jatuh cinta dengan seorang laki-laki. Namanya Lanang. Yang masih single, jelas. Aku juga belum punya pacar.
Dia sangat baik padaku. Kami selalu jalan-jalan berdua setiap sore. Pergi ke taman dekat rumah, membeli es krim, atau pergi main ice skating di Icy Land.
Jadi, tidak ada yang salah kan?
Enggak, ini salah. Tapi aku tidak akan memberi tahu sekarang kenapa alasannya.

***

Setiap sore saat kami berjalan-jalan, ia selalu bercerita tentang kehidupannya. Tentang bagaimana perasaannya. Tentang impiannya. Tentang segalanya. Inilah yang sangat kusukai tentangnya. Ia tidak pernah berpura-pura padaku.
Semua itu berjalan begitu lama dan menyenangkan sampai suatu saat ceritanya membuatku muak dan tidak ingin mendengarnya lagi.
”Fufi, aku pikir aku jatuh cinta dengan kakakmu...”
Aku sedang memegang satu cone es krim dan detik itu juga rasanya aku kepingin melemparkan es krim itu ke ubun-ubunnya.
”Aku bingung. Aku terlalu sering main ke rumahmu. Sampai kok bisa-bisanya aku tidak sadar kalau ada seorang bidadari secantik itu yang juga tinggal di situ...”
Aku cuma bisa tertawa. ”Kak Dwina memang cantik sekali...”
”Kamu tahu nggak?”
”Apa?”
”Kayaknya aku akan lebih sering ke rumahmu dan mengajakmu berjalan-jalan.”
Aku tertawa, miris menahan tangis. Sekarang, dia akan mengunjungiku dengan alasan lain, bukan untukku, tapi untuk kak Dwina.
Aku tahu aku tidak boleh merasa seperti ini. Maksudku, I didn’t own him, tapi...
Tetap saja.
Aku cemburu.

***
Jadi, setiap hari, ia semakin sering datang ke rumahku. Oke, aku terima semua itu. Aku bertahan diam, walaupun rasanya aku kepingin menangis setiap kali ia menemaniku menonton TV tapi aku tahu matanya tidak mengarah ke TV tapi ke arah kakakku yang sedang asyik menelpon temannya, yang sedang asyik browsing di kamarnya, atau bersliweran kesana kemari entah apa yang ia lakukan.
Aku gerah, dan aku hanya bisa meremas boneka Minnie Mouse yang ada di depanku.
Sampai suatu saat, ia mengatakan sesuatu lagi yang membuatku tidak tahan lagi... TIDAK TAHAN DIAM!
”Ini udah hari ke-7 aku datang ke rumah kamu—semenjak aku menyukai Dwina—tapi aku bahkan nggak punya keberanian untuk menyapanya atau mengajaknya bicara...” bisiknya di telingaku, dengan ekor mata yang masih menatap tubuh indah Kak Dwina. ”Kamu bisa bilang ke kakakmu nggak kalau aku pengen ngobrol sama dia?”
Aku melotot, tidak percaya lagi, mana mungkin? Aku mencintaimu tauk! Aku suka sekali sama kamu! Masak kamu nggak pernah sadar??
”Oh... oke...”
Dan dengan bodohnya malah kata-kata itu yang meluncur dari mulutku.
”Panggilkan Dwina dong. Bilang aku mau ngobrol... Mm..” kamu mendadak salah tingkah. Membuatku jengah, tapi aku cuma bisa pasrah.
Aku melangkah lunglai menuju kamar kak Dwina dengan mood berantakan. Boneka Minnie Mouse-ku ikut kugeret tak berdaya.
Kak Dwina terlihat blushing waktu kuberi tahu perihal hal ini. ”Astaga, finally, aku udah nungguin dariiii duluu... Oh my God, I love having a little sister like you, Fufi!” Kak Byan mengecup keningku gemas. “Sekarang?”
Aku mengangguk dengan wajah antusias yang seratus persen akting.
”Aku sudah cantik kan?”
”Udah kok kak!” jawabku masih dengan bakat akting yang luar biasa hebat.
Detik berikutnya, yang aku tahu, kak Dwina beranjak menujunya. Dan mereka mengobrol bahagia penuh tawa. Tampak cocok. Ganteng dan cantik.
Aku merasa mataku merah dan pedas, dan aku ingin menangis.
Aku memeluk boneka Minnie Mouse-ku dan berlari mencari Bunda.
”Fufi kenapa nangis?” Bunda langsung panik karena kedatangan aku yang tiba-tiba langsung menyerbu dan menangis lirih di dadanya. Sayangnya aku tidak sanggup menjawab pertanyaan Bunda. Aku terlalu sibuk menangis.
”Oh, Bunda tahu...” Bunda tersenyum dan mengelus rambutku lembut. ”Kak Dwina dan Mas Lanang ya?”
Aku hanya sanggup mengangguk di sela-sela isak tangisku.
”Udah sekarang nangisnya berhenti dulu... Fufi mau es krim? Bunda tadi habis beli es krim strawberry lho...”
Seketika tangisku langsung berhenti, es krim selalu bisa membuat moodku kembali ceria. ”Mauuu!”

***

Jadi, di sinilah aku. Dengan satu cup es krim strawberry favoritku, setiap sore melihat kakakku dan laki-laki yang sangat kucintai bersama di ruang tengah.
Kamu tahu, 2 minggu kemudian mereka resmi berpacaran. Dan aku, yang mereka anggap sebagai cupid cinta mereka, menghujaniku dengan hadiah bertubi-tubi. Balon, boneka Barbie, permen Loli, gulali.
Aku tahu, seharusnya aku bahagia, tapi tetap saja aku susah mengikhlaskan mereka bersama. Tapi, Bunda selalu bilang, aku masih sangat muda, dan ketika aku dewasa nanti, aku akan tahu kalau cowok-cowok selain Mas Lanang ada banyak sekali di dunia ini, dan bahkan jauh lebih ganteng!
”Bundaa... pagi ini yang antar-jemput Fufi ke TK kita yaaa?” Kak Dwina berkata ke Bunda ceria.
”Sebagai tanda terima kasih buat Fufi tantee!” Mas Lanang melanjutkan sambil menatapku dengan tawa ceria yang sama—favoritku.
”Iya, iya boleh... hati-hati di jalan ya...”
”Beres tante!” Mas Lanag lalu menggendongku sambil mengelitiku gemas.
Kak Dwina tertawa melihatku yang langsung meronta digelitik Mas Lanang. Dan detik itu aku tahu, aku memang harus mengikhlaskan cinta mereka, karena aku tahu, aku sangat menyayangi mereka berdua, dan aku ingin mereka semua bahagia.
Aku Fufi. Umurku memang masih 5 tahun, dan aku sedang jatuh cinta.
Jadi itulah kenapa aku bilang cintaku ini cinta yang salah.
Tapi aku tahu, cinta ini membuatku bertambah dewasa, dan ketika aku besar nanti, aku yakin, akan ada beribu cowok yang akan bertekuk lutut di hadapanku.
Dan aku meyakini hal itu.



No comments:

Post a Comment