Hari ini adalah hari mengomel sedunia. Semua hal
rasanya bisa saya komentarin hari ini. Rasa-rasanya semua yang ada di depan
saya pengen saya makan dan kunyah-kunyah sampai habis. Apa aja saya omelin,
mulai dari cuaca yang panasnya nggak masuk akal, radio yang mendadak sengaja
selalu muterin lagu yang saya nggak suka, rambut yang mengembang kayak macan,
jerawat di bawah hidung, laptop yang lemot, wangsit judul skripsi yang nggak
dateng-dateng (halah), bahkan saya sebel kenapa harus kuliah di lantai dua
karena saya males naik tangga. Parah bet. Mendadak semuanya pop up berubah
menyebalkan di depan mata. Bikin suasana hati semakin kacau aja.
Pernah mengalami hari yang rasanya messed up banget kayak saya kan? Kalau
mood sudah kadung jatuh kayak gini, mendadak semuanya jadi ikut-ikutan
menyebalkan. Saya hari ini sebel gara-gara jalan dan melewati seseorang yang
bau badan. Dan saya belum pernah sesebel hari ini gara-gara bau badan
seseorang. Kalo ngampus nggak sempet
mandi, at least pake parfum dong! Omel saya dalam hati.
Jika dihitung-hitung, saya akan punya paper sepuluh
halaman yang isinya daftar omelan saya hari ini. Miris? Iya sih, tapi saya cuek
saja. Ngomel itu mau nggak mau punya keasyikan sendiri. Ngomel bisa berarti dua
hal, pertama memang mood kamu lagi enggak baik, atau dua, kamu benar-benar
enggak tahan sama sebuah kondisi.
Saya jadi ingat sama sebuah buku bagus yang kemarin
saya baca. Judulnya Ms Complaint Theraphy. Buku ini sebenarnya saya beli hanya
karena iseng-iseng—tanpa rekomendasi siapapun—pas habis nyalon sama temen. Dan
kebetulan toko buku di mal yang sedang saya sambangi itu hari itu sedang diskon
30% all items.
Jengah dengan segala novel fiksi yang tidak menarik
hati, mata saya tertuju pada buku ini. Covernya bagus, putih dengan gambar
mulut yang sedang gigit cabe. Nice. Saya baca deh sinopsis di baliknya.
Dan yap. Saya nggak nyesel. Buku ini pada intinya
berisi tentang segala komplain, rasa sebel, dan mangkel si pengarang, Ms. C
namanya—seorang wanita yang bekerja di bidang pelayanan pelanggan di sebuah
perusahaan multinasional di Jakarta.
Tengok saja sebuah bab yang saya suka “Tetaplah
bersama Kami”
“Kalau
dihitung-hitung, saya nonton TV lokal hanya 5 kali dalam sebulan. Oh ya,
alasannya tidak lain karena frustasi. Frustasi menonton sinetron hiperbola,
iklan berlebihan, infotainment lebay, sampai wawancara reporter tak berkelas..”
Ms C dengan mulut tajam ala silet memaparkan
kejengahannya, buka satu channel, nongol acara gosip berintonasi aneh,
“PemiRRsaaa… inilllaah beRRittaa Terrrbaru….”
Switched! Eh nongol
acara berita dengan pertanyaan konyol nggak bermutu. Switched… switched.
Ms C ended up
di NGC, yang menayangkan liputan yang menurutnya lebih worth it buat ditonton.
NGC menayangkan misi eksplorasi dan penemuan kehidupan ekosistem bawah laut
yang lokasinya di… Indonesia. Discovery Channel menyangkan perjalanan dunia dua
orang Papua. “Stay Tuned.” Ms. C mengakhiri tulisannya. Lugas, pedas, nyampe!
Bab “Tetaplah Bersama Kami” ini sontak bikin saya
membatin, “Gila! Ini gue banget!” Rasa-rasanya kayak omelan dalam hati saya
dituliskan sama Ms. C ini, frustasi sama acara TV. Jadi jangan heran kalau saya
sayang banget sama Indovision saya. Entah acara apa yang bakal saya tonton kalo
nggak ada TV kabel.
Ini persis banget sama kejadian yang saya alami
beberapa hari yang lalu. Sebuah TV swasta menayangkan acara
musik-sangat-ngetop. Presenternya tiga orang, ketiganya ngomong barengan sampe
saya nggak tahu mereka ngomongin apa. Ketawa dan saya nggak tahu lucunya
dimana. Okay, Switched.
Acara sinetron dubbing-an
dengan animasi naga-naga yang 2012 hello, malu ah sama teknologi! Udah gitu ada
adegan cewek tidur dengan make up setebel badak. Yuhuu, Switched.
Switched.
Switched. Switched. Sampai saya ended
up di Discovery Channel, Curiosity?
Drugs on Our Body. Membahas pengaruh drugs
ketika ada di dalam tubuh. Membandingkan efek kokain yang bikin semangat, ganja
yang bikin santai, heroin yang bikin panik. Ah, stay tuned.
Duh, Ms. C, I’m
so into you! Membaca buku ini bikin saya amazing, bahkan Ms. C sampe bisa bikin buku karena menuliskan semua
omelannya, mulai dari yang agak mutu kayak SIM Nembak, sampe yang remeh temeh
kayak ngomentarin gaya pacaran orang. Kalau saya menuliskan semua omelan saya,
mungkin udah bisa jadi serial berseri, yang disinetronin dan jumlah season-nya ngalahin Cinta Fitri, saking
banyaknya. Kebanyakan hal remeh temeh tapi -___-
Secara tidak sadar, kita selalu mengomel setiap hari. Ngomel
paling menyenangkan itu mengomel yang tidak penting alias remeh temeh tadi.
Aduh, kulit tambah item nih. Aduh, dandanan mbaknya ganggu banget deh. Dan
laain sebagainya.
Ngomel itu menyenangkan, walaupun in some point, ngomel cuma bikin kita capek
sendiri karena menghabiskan energi. Namun di sisi lain, ngomel adalah pertanda
bahwa kita berani mengutarakan pendapat. Iya kan?
Tapi hati hati yah, ngomel juga harus melihat situasi
dan kondisi. Kalau salah, bisa-bisa omelan kita malah jadi bumerang buat kita
sendiri. Perhatikan mood orang yang sedang ingin kita kasih sampah omelan.
Kalau dia juga sedang pengen ngomel, yang ada bisa-bisa perang dunia.
Saya kembali membaca kalimat terakhir di bab Kata
Pengantar di buku Ms Complaint’s Theraphy saya: unspoken thoughts get you nowhere.
Unspoken
thoughts get you nowhere…
*ngomong sama kaca*
Ah sudahlah, ketimbang saya meratapi hari. Sekalian
saja saya ucapkan selamat hari ngomel sedunia! Aah, kenapa #31HariMenulis masih
ada 15 hari lagi sih? *kemudian ngomel*
No comments:
Post a Comment