Wednesday, May 16, 2012

Ikan Badut

“Kita udah pacaran lama, apa yang bikin kamu ragu?”

Aku terdiam. “Ikan Badut.”

Pacarku melongo, tidak mengerti. “Apa? Ikan Badut?”


***


Aku tidak tahu kesenyapan ini akan berlangsung berapa abad lagi. Rasanya seperti selamanya. Dan hanya ikan Badut yang saat ini kupandangilah—yang kau berikan padaku dua tahun yang lalu—yang sanggup membuatku bertahan dalam kekekalan ini.

"Kamu tahu nggak, Ikan Badut sangat suka hidup berpasangan. Ikan Badut yang punya pasangan akan selalu hidup bersama pasangannya, sedangkan yang sendiri akan hidup berkelompok  mencari sesama yang tidak punya pasangan. Jika ikan jantan dalam pasangan itu mati, maka ikan betina jantan akan mencari ikan jantan mandul yang tidak mempunyai pasangan, nah saat itulah ikan jantan mandul itu akan mengembangkan alat reproduksinya sehingga tidak menjadi mandul lagi. Hal ini juga berlaku sebaliknya.”

"Aku tertawa mendengar penjelasanmu. "Kamu juga gitu dong kalau aku besok mati, cari betina-betina yang lain?"

"Kalau kamu mati, aku mau hidup berkelompok aja sama yang nggak punya pasangan."

"Dasar gombal."

Kamu cuma tertawa renyah, tawa yang sangat kusukai.


Aku tidak merasa sepi, tidak juga merasa ramai.

Tidak akan pernah sepi karena dadaku selalu mengeluarkan gemuruh tidak jelas setiap emailmu datang. Setiap kamu meng-upload catatanmu di diary blog pribadi kita berdua. Setiap suaramu menyapaku walau hanya sekilas.

Namun juga tidak akan pernah ramai karena, seperti saat ini, aku memandangi ikan Badut pemberianmu dan luruh, lalu menangis karena kamu tidak sama lagi.

Aku ingin ramai, ingin sepi yang menggetarkan. Ingin makan cupcakes berhiaskan blueberry lagi bersamamu. Ingin menemanimu memilih kemeja untuk kondangan di kawinan Mbak Laras, ingin menumpahkan bakso malang lagi di kaos hijau toscamu, ingin memaksamu potong rambut, dan ngambek waktu kamu terlambat jemput.

Lalu aku tersadar kalau ternyata semua ini semu. Dan kamu nggak lebih dari seorang makhluk lelaki berambut cepak dengan hidung bengkok—yang anehnya justru jadi favoritku—serta tawa renyah yang sangat ngangenin. Dan itu semua tidak penting lagi karena saat ini kamu bahkan tidak memiliki satu-satunya aset yang paling esensial : mencintaiku.

Kata orang, cinta itu menerima apa adanya. Tapi apa yang harus kamu lakukan jika cinta itu tak lagi ada?

Aku berhenti memandangi Ikan Badutmu. Membuang jauh-jauh alasan kenapa kamu memberiku Ikan Badut untuk kenang-kenangan sebelum kamu pergi ke Jepang, dan alasan itu tak lain adalah karena kamu tahu sekali aku sangat suka Finding Nemo—fanatik—dan juga karena namamu adalah Nimodio Patradinata, sehingga kamu sekaligus juga berharap semoga ikan Badut ini bisa mengingatkanku padamu.

Dan kamu tahu, kamu berhasil.

Ikan Badut ini sukses membuatku tidak bisa melupakanmu.

Tapi itu tadi, dan aku sekarang tidak lagi bodoh seperti tadi.

Tentu saja, setelah aku menemukan fakta bahwa kamu ternyata mendua. Dengan gadis Jepang asli yang kulitnya semulus porselen itu. Yang hidung bangirnya mencuat dengan lucunya.

Aku harus mengaku, aku kalah, telak. Tapi aku tahu, aku mampu hidup tanpamu.

Karena aku jauh-jauh lebih berharga dari apapun milikmu di seluruh dunia ini.


***


Itu yang aku katakan kepada diriku sendiri dulu. Namun kenyataannya aku tak bisa berbuat lebih.

Jadi inilah yang terjadi, aku melanjutkan hidupku, dan kamu melanjutkan hidupmu. Kita terpisah, terpisah raga, terpisah jiwa. Ini sudah empat tahun berlalu semenjak kepergianmu. Semenjak perpisahan kita. Aku berubah menjadi gadis yang lebih kuat, tegar, dan mandiri. Agak mengejutkan awalnya, ketika aku menyadari betapa aku ternyata bisa berjalan tanpamu dan merasa baik-baik saja. Aku jatuh cinta lagi, dan berpacaran lagi, dan putus lagi, dan berpacaran lagi.

Namun segalanya berjalan sangat normal. Dan aku harus mengakui fakta bahwa kamu tidak pernah bisa lepas dari memori otakku. Bagian dari dirimu, kadang besar, kadang sangat kecil, selalu mengiringi langkahku. Itu tidak menggangguku, sampai aku sadar... kamu selalu ada. Dalam berbagai bentuk.

Dan kamu?

Kontak yang kita lakukan hanya ketika ada momen tertentu, seperti ulang tahunmu, atau ulang tahunku. Sekedar menanyakan kabar setelah itu, dan sudah.

Dan tentang gadis jepang berkulit semulus porselen itu? Oh tentu saja cerita itu telah berakhir. You were 22 years old. Kamu masih sangat fluktuatif dan gadis cantik tentu tidak mungkin tidak menarik hatimu. Aku tahu itu, aku menyadari itu. Namun seiring dengan bertambahnya umurmu, kamu sadar, kamu tidak membutuhkan kecantikan dan kebanggaan lagi. Kamu membutuhkan kenyamanan.

Aku sering mendengar beberapa gadis silih berganti menghampiri hidupmu. Semua cantik dan semua menarik. Namun aku yakin--atau mencoba meyakinkan diri sendiri, entahlah aku sampai tidak tahu bedanya--bahwa it’s just a lust. Not a love.

Sebut aku gila, sebut aku sinting. Tapi otakku bukan komputer yang memorinya bisa di-restart ulang. Kenangan yang tersimpan di otak nggak akan pernah bisa hilang, bagaimanapun kamu mencoba. Ditambah, kenangan ini bukan kenangan main-main, kenangan ini berkonspirasi dengan perasaanku, sehingga membuatku rasanya ingin terjun bebas.

Tahu tidak apa yang membuat semua ini semakin pelik? Karena aku tak mampu berbuat apa-apa. Ia tidak maju, juga tidak mundur. Karena maju pun tak akan berguna, dan mundur pun hanya membuat hidupku semakin kacau. Sebenarnya aku sangat mau maju, namun, apalah guna memperjuangkan sesuatu sendirian? Iya, aku sangat tahu cinta itu harus diperjuangkan, namun diperjuangkan oleh kedua belah pihak, dan bukannya sendirian.

Sebagian dari hati kecilku memang ingin sekali melupakan Nimo, tapi sebagian lainnya memberontak. Bahkan ingin melupakanpun tidak. Ya benar sekali, mana mungkin bisa lupa jika ingin lupa saja tidak? Ah sudahlah, toh hati ini milikku, hatiku bebas, aku suka perasaan yang bebas.



***


Tapi begitulah cinta bekerja. Ada harga yang harus dibayar untuk sebuah cinta yang membebaskan. Dan meskipun cinta itu tetap mengendap, aku tetap merasa bahagia. Karena ya, dia bebas. Bebas untuk terus mencintai atau berhenti mencintai.

Time for holding hands together...

Time for rainbow coloured water...

Time for make live that we’ve been dreaming of...

As time goes drifting by.... The willow bends... and so do I...

(Jamie Cullum- A Time for Love)

Kisah ini tidak akan pernah berakhir. Ikan Badut ini akan tetap hidup dan tetap ada. Dan aku akan terus menerus berpacaran, putus lagi, berpacaran, putus lagi. Menunggu Ikan Badut di aquariumku mati yang anehnya justru tidak mati-mati.

Ikan Badut suka berpasangan. Ia akan terus mencari pasangan baru jika pasangan lamanya mati. Entah aku yang gila atau sudah kehilangan akal, aku bertekad aku harus menyelesaikan semua ini.

Aku meraih aquarium Ikan Badutku, berguling kesana kemari, mencoba mencari tahu, bagaimana cara membunuh nyawa Ikan Badut ini.

Aku tidak pernah tahu kabarmu, ada yang bilang, kamu telah bertunangan, ada yang bilang, kamu sudah menikah, ada yang bilang juga kamu masih sibuk pacaran dengan si A dan si B. Ah, terserah. Aku tidak peduli, yang aku tahu, aku masih belum bisa melepaskanmu dari kehidupanku.

Sampai sebuah notification di Facebook menyadarkanku dari lamunan panjangku.

Nimodio Patradinata just sent you a message:

“Halo, Ikan Badutku, apa kabar? Aku lagi balik nih, catch up later? Let me know ya. Nomer kamu ganti ya? nomer hapeku masih yang dulu :)”


Rasanya aku ingin mati saja.


Aku menatap cincin dari pacarku yang ia berikan malam lalu. Aku tersenyum, menaruhnya di bawah bantal, sebelum akhirnya beranjak menuju komputerku, dan membalas pesanmu.



 Untuk semua yang sedang move on



1 comment: