Tuesday, May 12, 2020

Hidup yang Tidak Seru Lagi

Saya pikir, memang benar, hidup sudah enggak seseru dulu.
Dulu, tiap ikut 31 Hari Menulis, hanya duduk setengah jam saja di depan laptop, jari-jari otomatis menghasilkan cerita-cerita random.
Sekarang, boro-boro.
Saya juga mempertanyakan hal ini ke diri saya sendiri sih.
Apakah saya yang memang hidupnya yang tidak lagi seru?
Atau kah energi saya sudah terlalu terkuras oleh hal-hal lain?
Mungkinkah saya sudah tidak pernah meluangkan waktu lagi untuk melamun? -- sungguh, melamun adalah sebuah privilege.

Entahlah.

Namun terkadang, jujur saya merindukan masa-masa ketika semuanya terasa exciting. Semua hal baru dan menantang. Penuh pertanyaan.

Mungkin itulah untungnya menjadi muda.

Friday, May 8, 2020

Kehilangan, Angka-Angka, dan Hal-Hal yang Tidak Perlu Terjawab

Jadi di sinilah saya. Duduk, sendiri, menahan nyeri di perut karena efek samping obat peluruh rahim.

Saya tidak pernah membayangkan, harus ada di posisi ini. Being a miscarriage survivor. Beberapa memberi istilah rainbow mama untuk hal ini. Sudah tiga hari semenjak dokter bilang janin saya nggak berkembang, tapi saya masih saja merasa kosong. Entahlah, sangat aneh rasanya… Bagaimana sesuatu berakhir tanpa penyelesaian? Tanpa penjelasan? I just need a simple closure.

Saya masih ingat jelas detik-detik itu. It’s been 7 weeks, but the baby stopped growing on the 6th week. Detak jantungnya masih ada, tetapi sudah di bawah normal, di situ, saya sudah tahu, saya harus merelakan dia pergi.

Saya tidak begitu nyaman membahas kehidupan pribadi, namun dengan tulisan ini, saya harap bisa berguna untuk perempuan-perempuan di luar sana yang juga mengalami hal yang sama. Karena saya sadar, pengalaman ini, bagi perempuan rasanya sangat… campur aduk. Dan saya tahu, hanya sesama perempuan yang pernah keguguran lah yang mengerti rasanya.

Saya juga mau bilang, bahwa kita nggak sendiri. The physical pain, nggak ada apa-apanya dibanding emotional painnya. Setidaknya, itu yang saya rasakan.

We went home, tapi rumah nggak pernah terasa sekosong itu.

Dan seperti selayaknya perempuan dengan akses teknologi yang bertaburan di sana sini, hal pertama yang saya lakukan setelah itu adalah membaca puluhan artikel-artikel tentang keguguran.

Dua dokter sudah bilang bahwa ini tidak ada hubungannya dengan aktifitas sang Ibu, makanan, ataupun hal-hal yang dilakukan apapun. Dokter juga meyakinkan bahwa saya baik-baik saja, chin up and you can star a new pregnancy plan. This happens to 1 in 5 pregnancies, so you’re just fine.

Yeah, I’m fine.
But I’m not feeling fine.

There is always part of me, yang rasanya ingin menyalahkan diri sendiri. Nggak peduli puluhan artikel bilang bahwa ini bukan gara-gara si Ibu, tapi rasanya ingin sekali nyalahin diri sendiri. Saya pun jadi mencari-cari… WHY? I eat good food, I don’t smoke, I don’t drink alcohol, I consume all medicines and vitamins. Tapi kenapa? Apa yang salah dengan saya?

Sampai sekarang… Sampai Kiara umur 2 tahun pun. Jawaban dari WHY ini nggak ketemu. Dan saya sampai pada titik, mungkin beberapa hal memang nggak perlu ada jawabannya.

Dokter bilang, ini random aja. Kesalahan kromosom yang terjadinya… ya random aja.

Kebayang nggak rasanya? Saya yang terbiasa mencari jawaban, sebab akibat untuk segala hal harus puas dengan jawaban “ya ini random aja” padahal kan ingin sekali ya kita tahu, kenapa bisa kromosomnya salah?

Di suatu malam dimana saya dan suami sama-sama terdiam setelah menerima kabar ini, suami bilang “Mungkin ini cara Tuhan buat ngasih tahu, bahwa dia bisa ngasih dan ngambil hidup ini, begitu saja.”

That’s the closest thing to closure we’ve ever got.
And that’s enough.

17 Juni 2017
*Dipublikasikan hari ini, 8 Mei 2020 dengan penyesuaian secukupnya

Wednesday, May 6, 2020

Tolong

Ada saat-saat aku merasa kalau kita sebenarnya masih bisa bertemu lagi

Maksudku
Yang kemarin itu
Gelak tawa tanpa jeda sepanjang perjalanan
Timpal menimpal kisah yang mengalun penuh cinta
Peluk yang dekap
Genggam yang penuh harap
Kecup dalam lelap
Tidakkah kita
Sudah seharusnya
Bersama?

Namun aku mulai mengerti
Kamu datang agar bisa pergi
Dan aku 
Hanya bisa kembali berusaha
Hidup
Perlahan
Nafas demi nafas
Langkah demi langkah

Ouch
Sakit ini kembali melesak
Sesak

Tolong genggam
Aku

Tolong
Beneran deh
Ini... puisi apa sih 🤪

(Dalam rangka ngetes nulis galau setelah bertahun-tahun... Oke, serius udah nggak bisa lagi guys 😭)

Sunday, May 3, 2020

Cukup

Semenjak punya anak, pertimbangan saya untuk memposting sesuatu di internet jadi banyak sekali. Boro-boro nulis di blog, posting di sosmed aja mikir sejuta kali.

Entah kenapa, rasanya cemas aja, kalau membayangkan 10 atau 15 tahun lagi, anak saya akan membaca tulisan emaknya dan membatin, "Uw, cringe, ma.." 

Huhu, future-17-years Kiara, maap kalau mama nggak cool ya nak.

Beberapa parents ada yang hebat banget sama sekali nggak posting foto anak. Akutuh tapi belum bisa. Huhuhu.

Tapi emang saya nggak idealis-idealis amat perkara posting foto anak. Karena saya tuh gemass sama anak sendiri. Pengen cerita ke dunia! Apa lo apa lo. Dan kadang-kadang postingan itu semacam jadi memento dan dokumentasi natural aja. Kadang suka terhura kalo lagi liat-liat archived IG story... You grow too fast, anakku 😭

Above all, saya lebih takut anak saya baca tulisan-tulisan emaknya ya. Apapun itu. Lah diri sendiri aja suka merinding bulu kuduk baca postingan masa lalu. Makanya semua sosmed saya gembok 🤣 (DAN IYA, ANAK MASUK SD AKAN AKU GEMBOK BLOG INI HAHAHAHA)

Tapi intinya sejujurnya... Semenjak punya anak, saya merasa tidak akan pernah cukup bijak untuk hal apapun. Dulu, mungkin no pressure ya... Berpendapat apapun dan punya opini apapun. Tapi sekarang entah kenapa jadi overthinking saja, apakah anak saya akan bangga ketika baca tulisan emaknya 10 tahun lagi? Atau malah kecewa?

Saat ini saya menatap matanya dalam-dalam. Mata bulat bening yang selalu excited ala energizer bunny. Yang selalu melihat saya dengan satu ekspresi: antusias. 

Saya tahu, binar mata itu suatu saat nanti akan berubah. Ketika sekarang mama ngajarin nyanyi fals aja kamu ngeliat mama udah kayak ngeliat Adele nyanyi. Besok? Tentu tidak. Mama harus siap-siap aja kalau binar mata itu nggak abadi.

Apakah mama sudah jadi Ibu yang baik, nak?

Sulit untuk tahu hal itu.

Namun saya harap, saya selalu bisa menjadi ibu yang... cukup.

Friday, May 1, 2020

Kecewa

Hari ini aku nantikan dengan tidak sabar.
Paket dari Syopi berisi TV box sudah ada di pak kurir.
Seneng banget karena: 
1. Sudah melalui riset panjang yang kom-pre-hen-sip
2. Hasil nanya sana sini. Nonton belasan review yutub. Baca artikel tech dari yang lokal sama internesyenel
3. Udah kepikiran beli dari... setahun yang lalu

Kebayang banget nanti malem bisa Netflix and chill di tipi.

Jam 4 paketnya datang.
Langsung heboh antusias memasang.
Namun kusedih karena alatnya gak nyala.
Entah dimana yang salah
Sepertinya aku aja yang kurang hoki
(Gausah dibahas panjang, masih sakit nyut nyut)

Sepele namun... rasanya kecewaaaaa bangeeet (banget e-nya tiga)
Kecewanya tidak tertahan
Buka puasa rasanya ngga enak
Makanan rasanya pait
Mau nangis tapi gak keluar
Mau heboh ngeluh tapi sadar ini sepele (Karena, plis deh, buat nonton Netflix doang)
"Kamu harus bersyukor, di luar sana saat ini banyak yang ngga bisa makan! Banyak yg di PHK!" - eh sori kalo ini mah suara netijen bukan suara hatiqu. Aku tetep sedih guys maap.

Mungkin ini yang dirasakan anakku ketika minta puding tapi pudingnya abis. Makanya dia ngamuk huhu.
Susahnya jadi dewasa, mau ngamuk udah gak bisa. Padahal kan sama-sana kecewa ya.
Pengen jadi anak kecil lagi ga sih?

Dari sini jadi belajar
Jangan pernah berekspektasi tinggi... terhadap apapun
Harusnya kemaren biasa aja nunggunya

Akupun teringat sebuah teori Stoisisme menarik yang katanya: selalu bayangkanlah hal-hal terburuk saat memulai hari di pagi hari. Jadi nanti kalau di hari itu yang terjadi hanya setengah buruk, kamu nggak akan kecewa, malah justru jadi lega
Dulu mikir: Gila aja bray, kan jadi orang tuh kudu optimis! Positif! Antusias! 
Sekarang: Bener juga ya 😞
Seharusnya tadi pagi bayangin aja paketnya rusak sekalian atau sellernya nipu atau yang dateng isinya sabun lifebuoy

Sudahlah
Mau meratapi nasib aja 
Malam ini, memang takdirnya masih harus nonton Cardcaptor Sakura di handphone saja 

Oiya, selamat hari pertama, 31 Hari Menulis

Tangsel, 1 Mei 2020.
Ditulis pake handphone sambil nidurin anak