Friday, May 31, 2013

The One Who Stalks



Semesta ini memang kadang suka aneh dalam memberi kejutan kepada kita. Jadi, berhati-hatilah.

Iya, aku baru putus. Puas?
Dan seperti layaknya perempuan-perempuan patah hati lainnya, aku mengalami fase over-protektif terhadap hatiku sendiri.
Iya, itu lho. Fase dimana kamu jadi tidak mau mengambil resiko terluka lagi. Karena kamu habis merasakan rasa sakit luar biasa. Dan tidak mau itu terjadi lagi.
Jadi, kamu melindungi hatimu sendiri dari perasaan cinta. Berusaha menjauhkan diri dari  yang namanya cinta karena kamu tahu, ketika kamu sudah jatuh, kamu akan sakit lagi.
Mungkin kenapa itu namanya jatuh cinta. Karena jatuh itu nggak enak, sakit.
Itu yang kualami sekarang. Dicomblangin nggak mau, kalo ada laki-laki yang mendekati, aku langsung pasang kuda-kuda. Ya lari lah cowoknya, aku galak begini,
Jadi, aku terduduk diam di kafe ini. Sendiri. Menyelesaikan deadline kerjaan yang menumpuk. Ohiya, satu lagi fase yang menyebalkan dari patah hati ini adalah, kamu mengalami obsesi yang berlebihan pada pekerjaanmu. Kamu menjadi gila kerja, gila dengan laptop, meeting, dan deadline.
Tapi apa boleh buat, cuma ini satu-satunya cara yang bisa kulakukan agar aku tak lagi tenggelam dalam jurang cinta yang gelap itu. No! Aku tidak akan membiarkannya mengalahkanku lagi! I have to keep myself busy!
Sayangnya, pekerjaan yang menumpuk ini tidak cukup mampu untuk membuatku bertahan tidak membuka Facebookku. Damn you, Mark Zuckenberg. Kamu ini adalah musuh nomer satu perempuan-perempuan patah hati. Coba hitung ya, berapa cewek yang gagal move on gara-gara kamu? Bangkai.
Lucu ya? Bisa melindungi diri sendiri dari cowok-cowok yang mendekati, tapi nggak bisa melindungi diri dari godaan untuk kepo mantan pacar. Aku memang payah.
Jadi disinilah aku, diantara tab microsoft excel, microsoft word, dan inbox email, terselip satu tab Facebook. Bangkai lagi.
Begini, kamu pasti pernah kan mengalami yang namanya menjadi stalker? Dan jaman sekarang, being a stalker bisa menjadi sangat mudah. Lupakan yang namanya memakai rambut palsu, kacamata hitam besar, atau mengendap-endap dibalik tembok. Sekarang menjadi stalker sangatlah praktis, kamu tinggal duduk di balik laptop, mengaktifkan koneksi internet, dan... Facebook akan menjadi agen stalkermu yang paling profesional.
Itulah yang sedang kulakukan saat ini. Ketika kamu berumur 25 tahun, teman-temanmu sibuk sendiri dengan kekasih masing-masing, maka tidak ada yang lebih baik daripada duduk manis di depan laptop, kaos buluk, sendirian di kafe, menyeruput yoghurt blueberry,
Toh, hal ini sangat jauh lebih baik daripada duduk di ruang tengah, menonton televisi bersama mama dan mendapat sindiran berbau malem-minggu-kok-di-rumah-aja.
Dan sekarang, di depan jejaring sosial facebook, aku tengah memantengi profil Wisnuryawan Patradinata lekat-lekat, sambil berdoa semoga statusnya masih single.
Wisnuryawan Patradinata is now Single.
Sebuah kalimat yang seperti oase di padang pasir. Dulu kalimat itu seperti aji-aji kematian bagiku, bagi Wisnu sendiri. Namun sekarang, aku bahkan tidak tahu akan seperti apa perasaanku kalau kalimat itu berganti, Wisnuryawan Patradinata is now In a Relationship, Wisnuryawan Patradinata is now Engaged. Aku sampai tidak berani membayangkan.
Dan hidup Wisnu tampaknya memang baik-baik saja. Ia sedang sangat menikmati karirnya. Yah, pria, mereka memang sangat mudah mendapatkan distraksi. Fokus saja pada karir, maka urusan cinta bisa jadi prioritas ke seribu. Facebooknya bersih dari bau-bau romantisme. Entahlah, mungkin memang begitu kenyataannya, atau Wisnu memang sengaja menyembunyikannya? Aku tidak peduli, aku lebih baik tidak tahu.
“Kamu nggak akan move on kalau terus-terusan bersikap kayak gini Na. Udah deh, block aja facebooknya, you do such an useless thing dengan terus-terusan menatap profilnya! You got nothing!”
Ocehan Biyan membuyarkan lamunanku. Sahabatku itu sudah pasti akan mengatakan hal itu jika aku kepergok sedang dengan sangat kurang kerjaannya mengamati profil facebook Wisnu.
Bukannya kurang kerjaan, Biy... kerjaanku banyak. Dan aku pusing. Seeing him, even if it just his facebook profile bisa jadi mood booster...
Mood booster karena dia masih single! Coba kalo dia udah in a relationship? Mampus kamu, kantor kita  Cuma tiga lantai, nggak cukup buat bikin kamu mati hancur lebur. Paling pol juga kamu Cuma cacat tubuh permanen. Dan otakmu masih akan tetap mengingat Wisnu. Nah, derita banget kan ntar jadinya hidupmu??
Frontal. Dalem. Nusuk. Tapi semua kata-kata miss silet ala Biyan itu memang benar adanya. Tapi aku bisa berbuat apa lagi? Otakku bukan komputer yang memorinya bisa direstart ulang. Kenangan yang tersimpan di otak nggak akan pernah bisa hilang, bagaimanapun kamu mencoba. Ditambah, kenangan ini bukan kenangan main-main, kenangan ini berkonspirasi dengan perasaanku, sehingga membuatku pusing sendiri.
Tahu tidak apa yang membuat semua ini semakin pelik? Karena aku tak mampu berbuat apa-apa. Aku tidak maju, juga tidak mundur. Karena maju pun tak akan berguna, dan mundur pun hanya membuat hidupku semakin kacau. Sebenarnya aku sangat mau maju, namun menurutku, apalah guna memperjuangkan sesuatu sendirian? Iya, aku sangat tahu cinta itu harus diperjuangkan, namun diperjuangkan oleh kedua belah pihak, dan bukannya sendirian.
“Dwina?”
Sebuah suara mengagetkanku dari lamunanku.
Wisnu. Berdiri dengan tampan dan humblenya di depanku.
Dan di depan layar laptopku dengan jendela profil Facebooknya terpampang jelas.
Rasanya aku pengen mengubur diriku hidup-hidup.

To be continued…



Thursday, May 30, 2013

Is This Love?


I love you. In some other way yang bahkan aku tidak bisa jelaskan bagaimana.
Memangnya kamu tahu apa tentang cinta, Astri?
Aku tidak tahu. Aku bahkan tidak bisa mendefinisikan perasaan apakah ini. Is this love? Or is it just another crush?
Yang aku tahu, aku menyukai cara kamu memarahiku ketika aku ketiduran di depan laptop gara-gara melembur kerjaan.
Yang aku tahu, aku menyukai bagaimana kamu melindungiku dengan sweater abu-abumu ketika aku menggigil kedinginan dalam perjalanan di suatu malam yang pekat.
Yang aku tahu, aku menyukai bagaimana kamu selalu semangat bercerita tentang mimpi-mimpimu, obsesimu, dan juga kegemaran anehmu yang berlebihan dengan Indomie goreng telur.
Kadang-kadang kamu hanya datang lalu duduk nonton tivi, sementara aku sibuk dengan iPhone dan laptopku. Orang bilang, kami pasangan aneh karena alih-alih ngobrol, kami justru sibuk dengan gadget masing-masing.
Aku bilang, ini kasta tertinggi kenyamanan. When we can enjoy each other silence. Cukup kamu berada di sampingku, dan aku merasa tenang setelah itu.
Sungguh. Sesederhana itu.
Aku juga selalu suka caramu berbicara dengan logat Melayumu yang aneh. Yang kata mama kayak ngedengerin orang Malaysia ngomong.
Aku suka dengan bentukmu yang kusut sepulang kerja dengan kemeja yang ujungnya sudah keluar semua. Dasi yang sudah longgar. Dan mata panda.
Lalu aku akan menghiburmu dengan segelas Nutrisari dingin. Dengan es batu yang banyak. Kemudian kamu akan nyengir senang seperti anak kecil mendapat es krim.
Kadang-kadang aku kesal karena kamu suka tidak peka dengan kode-kode yang aku lemparkan ketika aku marah dan sebal ke ke kamu. Kamu biasanya cuma bisa diam lalu minta maaf karena kamu malas berdebat. How dare you!
Tapi tahukah kamu, the best part-nya adalah ketika kita berhasil menyelesaikan pertengkaran kita, aku menjadi semakin mencintaimu. Dan aku tahu, itulah yang membuat pertengkaran kita tidak useless.
Kadang, ada saat-saat kamu putus asa dan sedih. And it hurts me so much in the same way. Tapi yang bisa kulakukan, hanya mendukung, karena aku tahu, kamu kuat dan kamu akan selalu bisa menghadapi itu semua.
Is this love?
Aku masih tidak tahu. Bagaimana bisa aku tahu, aku bahkan tidak mengerti sebenarnya apakah definisi cinta itu sesungguhnya.
Tapi cuma kamu orang yang bisa menenangkanku hanya dengan sebaris pesan di ponsel.
Hanya kamu orang yang tahu aku sedang PMS di saat aku sendiri tidak menyadari itu.
Hanya kamu yang bisa membuatku merasa ini yakin… dan ragu, di saat yang sama.
Hanya kamu jugalah yang membuatku merasa bahwa aku dibutuhkan. Aku merasa kamu butuh aku untuk melengkapi hidupmu.
And so do I.
Detik ini, di bawah kerlip jutaan bintang di landscape padang rumput di Lembang, mendadak flashback semua kisah yang sebelumnya telah kita lalui, terekam kembali di ingatanku.
Semua terlalu mengejutkan, aku bahkan lupa untuk bertanya dimana kamu mendapatkan tempat seindah ini.
Kamu, ada di depanku, dengan wajah gugup tidak terkira, menatapku kebingungan.  “Astri, ini udah romantis belum?”
Aku bengong sesaat. Lalu terbahak. “Nggak, sih, Ram. Cuman lumayan pening juga kamu dua jam nutup mata aku pake saputangan.”
“Eh maaf… Maaf…” ia mendadak panik.
Aku kembali terbahak. “Rama, Kamu lucu banget deh.”
“Oke, Astri. Aku mau serius, kamu jangan ketawa ya.” Ia merubah posisi duduknya benar-benar menghadapku. “Astri, setiap aku tanya ke kamu, apakah kamu sayang sama aku, kamu selalu jawab, kalo menurutmu ini bentuk kasih sayang, ya nikmati. Kalau bukan, silahkan mencari bentuk kasih sayang yang sesuai dengan keinginan kamu.”
Ia menatapku, melanjutkan kalimatnya. “Kamu itu emang ribet. Nanya sayang apa nggak aja dijawabnya ala filsafat gitu. Susah emang sayang sama kamu.”
“Tapi anehnya, As. Aku suka kamu gituin. Aku menikmati bentuk sayang yang kamu kasih ke aku. Dan bagiku, itu cukup. Kamu segalanya buat aku. Dan cuma bentuk kasih sayang dari kamu lah yang aku ingin nikmati sampai aku tua nanti. Kita tua. Bareng-bareng.”
I want that. I want it so much. Aku juga pengen kita bisa bersama-sama memberikan kasih sayang ini untuk seorang manusia kecil yang baru, yang akan bisa jadi simbol kasih sayang kita ini.”
“Jadi… Astri… Hidup sama aku ya? Bareng-bareng. Ketawa bareng. Bertengkar bareng. Karena, aku sadar, aku cuma mau bertengkar sama kamu.”
“Kamu mau nggak, bertengkar, cuma sama aku, sampe kita tua nanti?”
Lalu Rama mengeluarkan sebuah kotak mungil dari sakunya. Dan mengeluarkan sebuah cincin.
“Nabungnya empot-empotan nih buat beli ini.” ia nyengir. Ya nggak usah diomongin juga sih Ram, ngerusak momen aja.
Aku masih bengong. Seumur-umur nggak pernah aku membayangkan dilamar pake kata ‘mau nggak bertengkar sama aku sampe tua.’ Ini Rama otaknya emang geser.
Tapi, entah kenapa, setelah itu tiba-tiba mataku terasa pedas, sebelum akhirnya pandanganku mengabur karena mataku melamur penuh air mata. Dan yang bisa kulakukan cuma memegang kedua tangannya sambil mengangguk.
Aku tak sanggup berkata-kata.
Aku memeluk Rama, lalu ia memasangkan cincin itu di jariku. Aku memandangnya penuh haru.
So, kalau kamu bertanya? Oh, jadi cinta itu seperti itu ya?
Bagiku, iya. Cinta ternyata memang seperti ini.
Tapi bagimu, belum tentu. Jangan pernah mencari yang sepertiku, karena belum tentu kamu akan menikmatinya seperti aku dan Rama menikmati ini.
Selamat menemukan cintamu masing-masing :)


Buat Atta. 
Selamat menemukan cinta :)






Wednesday, May 29, 2013

Perempuan - Perempuan Sebelum Kamu


Alitya
“Alitya… Will you marry me?”
Aku ternganga menatap Davin. Selama beberapa saat aku mengira ia tengah bercanda seperti yang biasa ia lakukan padaku. Tapi tidak, ternyata ia tidak bercanda.
Anehnya, aku hanya sanggup terdiam. Ada satu hal yang mengganjal. Iya, aku memang sangat sayang Davin. Dia pria yang sangat mengagumkan. Aku merasa beruntung bisa menjadi kekasihnya.
But, still, I’m a woman. Dan aku mati-matian sangat penasaran dengan masa lalunya. Oke, aku tahu itu tidak penting. Tapi tetap saja… hal itu cukup menggangguku. Terlebih karena aku merasa gamang, kenapa ia meninggalkan perempuan di masa lalunya itu… hanya demi seorang aku.
“Sebelum aku jawab… boleh aku tanya sesuatu?”
Davin menatapku heran. “Kenapa? Ada apa sayang?”
“Dav…” tanyaku perlahan. “Berapa perempuan yang ada di hidupmu sebelum aku? Aku pengen tahu. Aku pengen tahu kenapa kamu lebih memilih aku daripada dia.”
Davin tertawa kasual. “Lima. Ada lima cinta sebelum kamu.”
Jantungku berdesir mendengarnya. “Siapa aja?”
“Sherly, Nilam, Tika, Natasha, dan Rinai.”
“Kenapa kamu mencintai mereka?”
It will be a long long story, Lit…” Davin mengelus rambutku lembut. Aku cemberut. “Kamu benar-benar ingin tahu?” tanya Davin lagi yang dijawab dengan anggukan cepatku.
“Ada syaratnya.” Tukas Davin tidak kalah cepatnya. “Ikut aku pergi ya… ke lima tempat di Indonesia. Harus mau.”
“Kenapa?”
“Karena hanya dengan cara itulah aku bisa menjelaskan kenapa aku bisa mencintai mereka…”
“Kemana aja?”
Davin diam saja. Ia hanya tersenyum penuh rahasia.

Davin
Raja Ampat
Namanya Sherly, Lit. Tempat ini selalu mengingatkanku padanya. Karena… Ya, melihat tempat ini seperti melihat surga yang jatuh ke bumi. Indah, luar biasa indah.
Tentang Raja Ampat, orang-orang sering mengatakan, “Once you get there, maka lo nggak akan pernah menemukan keindahan yang seabsolut dan sesempurna itu.”
Iya, itulah Sherly menurutku waktu itu, Lit. Indahnya benar-benar mutlak. Bawah air bagus, atas air juga tak kalah menakjubkan. Seperti halnya koral-koral, pasir putih, dan terumbu karang yang dimiliki Raja Ampat, nggak ada yang bisa membantah keindahan Sherly. She’s perfect. Tutur katanya indah, rambutnya, hidungnya, bibirnya, tawanya indah. Membuat kamu seakan terbius dengan pesonanya. Benar-benar enggan berpisah. Rasanya ingin menikmati keindahan itu selamanya.
Keindahan yang Sherly miliki sangatlah mewah dan prestisius. Bersamanya membuatku merasa menjadi tamu VIP. Ia selalu cantik saat bertemu denganku. Dengan penampilannya yang membuatku merasa sangat istimewa.
Aku merasa diperlakukan seperti raja dan pria yang berharga. Seperti ketika melihat pulau Waigeo di Raja Ampat, dan menahan nafas melihat teluk-teluk kecil disana. Melihat gradasi biru muda-turquoise-hijau air laut di sana membuatku merasa seakan-akan pulau itu sengaja berdandan cantik dan menyambut kedatanganku dengan penampilan sempurna.
“Jangan takut menunjukkan keindahanmu. Syukurilah kamu bisa memilikinya karena banyak orang mendambakan itu. Keindahan yang hakiki memang terkadang tersembunyi dan tak banyak orang yang tahu. Tapi begitu kamu merasakannya, it will never let you down, Dav.”
Ya, aku benar-benar melihat surga. Breathtaking paradise. I’m so in love with Sherly.

Bali
Aku pikir aku tidak bisa menemukan cinta lagi yang seindah Sherly. Sampai aku bertemu Nilam. Dan pada dirinyalah, aku melihat sebuah bentuk cinta yang lain.
 Being with Nilam is always awesome. Dia sangat menyenangkan di segala aspek. Satu sisi ia punya ciri khas, tapi di sisi lain dia tetap bisa bersikap universal dan berbaur dengan siapapun. Nggak ada orang yang bisa nggak suka sama Nilam.
Seperti Bali, Nilam juga memiliki semua kualitas perempuan terbaik di dunia. Aku ingin makan, dia sangat pintar memasak berbagai makanan enak. Aku ingin dipijat, dia akan memberikan pijatan paling enak sedunia.
Dan begitu pula Nilam, Bali juga sangat nyaman dan menyenangkan. Aku meminta pantai indah dengan ombak yang besar, maka aku tinggal memilih Kuta, Legian, atau Seminyak. Aku ingin pergi berbelanja barang-barang khas yang unik, maka ada pasar Sukowati yang menungguku. Ketika di Kuta kamu akan menemukan hingar bingar club, di Ubud kamu akan menemukan ketenangan dari sawah dan hutan hijaunya.
Iya, bersama dengan Nilam tidak pernah membosankan. Banyak sekali hal-hal yang aku dan Nilam selalu lakukan. 24 hours a day with her is not enough. Selalu ingin lagi dan lagi. Terlalu banyak hal yang bisa aku lakukan bersama Nilam. Seperti Bali yang menawarkan puluhan hal kepadaku. Surfing, berjemur, traditional dance, pegunungan yang mengagumkan, wihara-wihara yang membuat terpukau, sampai night club yang menyenangkan. Yang paling mengejutkan, ritual-ritual khas Hindu masih tetap akan kamu lihat di setiap sudut Bali.
Life’s awesome, Dav. Jadilah dirimu sendiri, jaga prinsip hidupmu, tapi jangan menutup diri. Sering-seringlah tersenyum dan memberi orang lain kebahagiaan. Bukankah hidup memang seharusnya semenyenangkan itu?” ucap Nilam.
Sangat Nilam. Asyik, dan sangat fleksibel. Tidak pernah membosankan. Tidak heran pribadinya long lasting. Gadis yang sangat bersahabat bagi semua orang. Seperti Bali, Indonesia’s Sweetheart.

Yogyakarta
Aku telah bertemu keindahan Sherly dan having fun dengan Nilam. Namun… cinta memang selalu misterius. Tika adalah salah satunya.
Tika… Tika itu selalu bikin kangen. Dengan segala kesederhanaan, kesantunan, dan sikapnya yang rendah hati. Orangnya manis, membuat aku tidak tahan lama-lama berpisah dengannya. Dengan Tika, rasanya seperti pulang ke rumah yang hangat dan tenang. Persis seperti apa yang kamu rasakan ketika menginjakkan kaki di Jogja.
Yang aku rasakan dengan Tika benar-benar unik. Tika dengan segala kesederhanaannya selalu membuatku merasa seperti keluarganya. Istilah bahagia itu sederhana benar-benar kurasakan ketika aku bersama Tika.
“Bahagia itu mudah Dav. Berbaurlah dengan orang-orang yang ada di sekitarmu. Rajin tersenyum. Ikuti apa yang alam katakan padamu. Hidup sesuai dengan porsinya, nggak usah terlalu memaksakan diri.” Aku ingat sekali kata-kata Tika yang sampai saat ini aku pegang teguh untuk kehidupanku.
Lucu, kan Lit? Tika itu seperti Jogja. Keindahannya terletak di soul yang ada di dalamnya. Bagaimana mereka menghargai gunung Merapi, tugu Jogja, istana Keraton, dan pantai Parangtritis sebagai sebuah garis lurus yang akan selalu bersinergi satu sama lain.
Seperti Jogja, yang baru bisa kamu resapi ketika kamu melihat musisi jalanan beraksi di pinggir jalan Malioboro yang tidak memasang tarif untuk setiap aksinya. Semua bebas berekspresi, seikhlasnya saja, toh, seni itu milik alam. Dimana kita, manusia bebas menikmatinya. Seperti irama yang didendangkan para penjual makanan lesehan di pinggir jalan dan warung gudeg yang buka tengah malam.
Mencintai Tika mengajarkan aku untuk tidak sombong dengan hidupku, untuk selalu menjaga dan menghargai orang-orang yang ada di sekitarmu. Cinta Tika membuatku legawa. Seperti halnya Jogja yang memberiku satu wejangan yang pasti: Sepanjang kamu masih bisa tertawa dan bersenda gurau bersama orang-orang yang kamu sayangi, maka itulah kebahagiaan.

To be continued…

Tuesday, May 28, 2013

Layang- Layang #3

read the previous story, "Layang-Layang #1" here, and "Layang-Layang #2" here 2016
“Bim… He cheated on me…” Tissa tiba-tiba muncul di depan pintu apartemen Bima dan langsung menghambur ke pelukannya sambil terisak.
Bima terlonjak kaget. “Fatur?”
“Ya siapa lagi?” jawab Tissa tak jelas sambil masih terisak di dada Bima.
“How come?”
“Kamu bener, Bim.” Gumam Tissa di antara sela tangisnya. “Long distance relationship sucks. Bullshit.”
Sambil memeluk Tissa dan menenangkan gadis ini, Bima kembali teringat bagaimana Tissa yang dari dulu Bima kenal sebagai cewek yang “easy-going” dan “ramah” sama cowok ini mati-matian mempertahankan hubungannya dengan Fatur, pria yang ditemuinya saat kuliah di Melbourne.
Bagaimana Tissa rela harus LDR karena Fatur memilih untuk melanjutkan kerjanya di Melbourne. Bagaimana Tissa bertahan untuk tidak memperdulikan pria-pria yang bertaburan mendekatinya sepulangnya ia dari Melbourne. Bagaimana Tissa menangis karena perhatian Fatur mulai memudar lama kelamaan.
Namun Tissa tetap bertahan. “Gara-gara ketemu Fatur aku bisa settled down, Bim.” kata Tissa waktu itu. “He changes me into someone I thought I will never be. Dan karena itulah aku mempertahankannya. Cuma dia satu-satunya laki-laki yang bisa merubah aku.”
Tissa masih terisak di dadanya. Menangis tersedu-sedu. Sendu.
“Tissa, kamu terlalu lama menangis di dadaku. Masih tak bisakah kamu mendengar debar jantungku saat ini?” Bima membatin.
Those heartbeats.
Debar yang hanya muncul ketika Tissa ada di dekatnya.

2017
“Untuk Tissa dan Bima… 27 tahun, dan jomblo. And we’re proud of it!” Tissa dan Bima bersulang dengan kaleng coca cola di tangan mereka.
“Kita nggak modal amat. Toast aja pake coca cola. Yang keren dikit sih, Bim. Beer kek gitu. Wine kek gitu.” Tissa berkata sambil terbahak lalu ia menenggak coca colanya.
“Ini jam 8 pagi dan kamu mau minum alkohol, Tiss?”
“Ya nggak papa. Kan bule.” Jawab Tissa sekenanya.
Bima terkekeh. Menatap Tissa yang sedang menatap lurus ke depan.
Ke arah laut.
Ke arah ombak yang bergulung dengan indahnya.
“Eh… layang-layang, Bim!” Tissa menunjuk segerombolan anak-anak yang tengah berlari di pantai sambil bermain layang-layang. “Aaa, mau banget main itu!!”
“Aku inget banget dulu waktu kecil kamu paling ogah diajak main layang-layang.” Ujar Bima. “Katanya takut item. Anak kecil umur 5 tahun aja udah takut item. Centil amat kamu dulu.”
“Bangke!” Tissa memukul pundak Bima spontan.
“Hahaha. Iya iya tuan putri… Aku beliin dulu ya layang-layangnya.” Bima berdiri dan beranjak menuju penjual layang-layang yang banyak mangkal di sekitar pantai.
Tissa menatap punggung Bima yang tengah berlari.
“Kalau ini cinta, mengapa rasanya bisa semenakutkan ini?” Tissa membatin perih.
“Tissaaa! Ayoo sinii!” Bima berteriak dari kejauhan. Layang-layang yang ia pegang perlahan terbang.
Tissa berlari sambil menyungging senyum lebar. Berlari menuju Bima. Berlari menuju debar jantung yang selalu malas ia definisikan maknanya.
Tidakkah kamu merasa hubungan kita seperti layang-layang ini, Bim? Kita terbang mengikuti angin, menikmati angin. Dan kita selalu membiarkannya seperti itu. Karena kita takut, ketika kita menariknya terlalu kencang, kita akan putus. Dan ketika kita melonggarkan talinya, maka kita jatuh.
Masalahnya… sampai kemana angin akan membawa kita, Bim?

***

2018
From: Tissa
Fatur ngajak balikan Bim... What should I do?

Pesan singkat dari Tissa seakan membolak-balik dunia yang sedang dipijak Bima. Tanpa pikir panjang, Bima langsung memutar balik mobilnya dan menuju apartemen Tissa.
Damn Tissa!
Siapkah aku kehilanganmu lagi?

***

“Kamu mau balikan sama Fatur, Tiss?” Bima langsung mencecar Tissa dengan pertanyaan sesampainya ia di apartemen Tissa. Ia bahkan tidak duduk terlebih dahulu.
Tissa terkejut dengan kedatangan Bima yang mendadak. “Eh…”
Bima terduduk di sofa. Nafasnya tersengal karena berlari dari parkiran mobil.
Tissa terdiam menatap Bima yang panik. Tidak perlu ditanya terlebih dahulu, sebenarnya Tissa sudah tahu dan maklum akan respon berlebihan Bima ini.
Toh, selama ini mereka sebenarnya sudah sama-sama tahu. Hanya saja saat ini mereka memilih untuk pura-pura tidak tahu.
“Is it okay for you, Bim?” akhirnya Tissa memecah keheningan.
Bima memandang Tissa lemah. Ia melonggarkan dasinya. Sungguh ia panik, ini terlalu tiba-tiba.
“No, Tiss. It is not.” akhirnya Bima menjawab perlahan. Pertahanannya runtuh.
Tissa menghela nafas dalam. “Bima, what happened to us?”
“Aku nggak tahu, Tiss. Sampai kapan kita mau seperti ini? Menahan perih ketika salah satu pergi, hanya untuk memastikan apakah nanti ia akan kembali atau tidak?”
“Aku selalu sayang sama kamu, Bim. Aku tahu kamu itu.”
“Dan aku juga selalu sayang sama kamu ,Tissa. Semenjak kamu ngambek sama aku waktu kamu nggak mau main layang-layang sama aku.”
Tissa terdiam, ia menggigit bibirnya. Akhirnya saat-saat yang paling ia takutkan datang.
“Can we make it, Tiss? Aku nggak sanggup lihat kamu balikan sama Fatur. Aku nggak sanggup kehilangan kamu… lagi.”
Tissa menggenggam tangan Bima erat. “Bima, aku sudah mengalami berkali-kali kisah cinta yang gagal. Dan menangisi semuanya. Aku payah dalam cinta, Bim. Kamu tahu itu.” Tissa menjawab, ia menahan isaknya. “I don’t wanna ruin this with you. This is too scary. Because I love you too much.”
“Aku juga takut, Tiss. Tapi aku lebih takut lagi kalau harus kehilangan kamu sekali lagi.”
“Mungkin pertanyaannya harus kamu ganti, Bim. Siapkah kamu bersama aku setelah ini? Karena, you know what, kita bersama setelah ini akan lebih menakutkan daripada kita kehilangan satu sama lain.”
Bima memandang Tissa. Mereka berpandangan lama. Lama sekali. Seakan-akan mata mereka bisa berbicara.
“Let’s take the risk, Tiss.” akhirnya Bima menjawab. “Ayo kendalikan layang-layang kita, berdua.”
“Bagaimana jika putus? Bagaimana jika ia jatuh?”
“Setelah yang kita lalui bertahun-tahun ini, aku percaya kita selalu bisa menyambungnya dengan benang lagi, dan memperbaikinya jika memang harus jatuh.”
“Kok mendadak kamu bijak? Hahaha.” Tissa terbahak.
“Hahaha. Yang aku tahu, aku nggak mau kamu pergi lagi, Tiss. There’s no guarantee in every love story. So… let’s take the risk. High risk, high return, dan bersama kamu, aku tahu kamu adalah resiko yang layak diperjuangkan.”
Tissa tersenyum. “I love you.”
“I love you too, Tissa.”
Bagi Bima dan Tissa, butuh waktu bertahun-tahun untuk menyadari bahwa mereka memang harus bersama. Butuh waktu bertahun-tahun untuk sadar bahwa sampai kapanpun mereka menunggu, tetap tidak akan ada yang tahu pasti apakah mereka nantinya akan berjodoh atau tidak.
Layang-layang memang bisa putus jika ditarik terlalu kencang. Bisa juga jatuh jika benangnya terlalu longgar. Namun mereka tidak bisa bergantung selamanya pada angin. Toh, layang-layang mereka tidak akan terbang indah jika mereka hanya mengikuti angin. Kadang butuh ditarik, kadang butuh dilepas sejenak.
Jadi… siapakah layang-layangmu?

Monday, May 27, 2013

Cheater 2


Nadia

Saya terbangun dengan mata bengkak dan berat seperti digantungi beban berkilo-kilo. Hati saya masih sesak, saya masih ingin menangis, tapi rasanya saya sudah tidak punya daya lagi untuk menangis.
Saya sangat sayang kamu, Wisnu. Don’t you realize it? What’s wrong with us? What’s wrong with me? Aku melakukan segalanya untuk mempertahankan hubungan kita. Aku berusaha untuk selalu sempurna demi kamu, untuk selalu menjadi hebat, cantik, dan luar biasa. Dan aku berhasil. Tapi kenapa? Kenapa kamu harus melakukan ini ke aku?
Can we save this relationship? Tell me, Wisnu. Tell me.
Wisnu, are you the one?

Wisnu

What am I supposed to do?
Saya sangat sayang Nadia, dia segalanya yang saya inginkan dalam hidup ini. Cantik, penyayang, dan sangat mengerti saya, luar dalam. I'm the luckiest guy on earth. Everything goes well. Dua tahun berpacaran, maka saya pun tak ragu lagi untuk menikahi wanita indah ini.
Sampai kemudian segalanya mulai berubah. Perlahan-lahan, mereduksi segala kasih sayang yang ada di hati.
Saya masih sayang Nadia, dan Nadia, saya tahu juga masih menyayangi saya. Tapi entahlah, kadang sesuatu memang tidak bisa dijelaskan dengan kata. Mendadak jarak menjadi masalah. Mendadak waktu menjadi alasan. Dan menurut saya, ketika kami telah menemukan alasan, lalu apa gunanya cinta? Bukankah cinta tidak membutuhkan alasan?
Saya menatap layar ponsel saya. Mencoba memahami alasan dibalik menghilangnya dia dari pintu rumah kami setelah pertengkaran hebat kami semalam. Dan tak kembali lagi sampai saat ini.
She knows, Wisnu. Off course, she knows.
Tapi saya tidak berselingkuh! Saya cuma jalan sama Dwina, sekali!
Go ask yourself, are you cheating.
Define cheating!
Kamu merasa bersalah?
Iya.
Then you’re cheating.

***
Wisnu – Nadia

Kadang-kadang, ada hal yang memang tidak bisa terselesaikan. Atau selesai, tapi cara satu-satunya adalah dengan berhenti mencoba menyelesaikannya. Itulah yang membuat saya dan Nadia sepakat untuk tidak melanjutkan hubungan ini.
Kami berhenti mencoba menyelesaikannya.
But breaking up is never easy, bagi siapapun. Jalan setiap orang untuk akhirnya find out who’s the best juga bermacam-macam. Mungkin, bagi saya dan Nadia, butuh Dwina untuk menyadari bahwa kami tidak diciptakan untuk satu sama lain.
Kami sadar bahwa masalahnya ada di kami berdua. Dwina sama sekali tidak ikut andil dalam semua ini. Justru kami seharusnya berterimakasih pada Dwina, karena dialah kami sadar kalau kami tidak berjodoh.


Dwina – Nadia

Jadi sudah pacaran dua tahun ya, kalian?
Iya.
Sedih?
Menurut kamu?
Menurut saya kamu tidak sedih.
Define sedih.
You’re upset. Tapi enggak sedih. Ada batas yang sangat tipis antara menyadari bahwa kamu kehilangan orang yang kamu cintai, dan menyadari bahwa selama ini pilihan kamu salah.
Benar juga.
Kita dan ego kita. Mengakui sebuah kesalahan adalah hal yang tersulit. Apalagi jika selama ini kamu sudah berusaha membohongi dirimu sendiri bahwa kamu benar.
Dan sayangnya… tepat. Aku salah memilih.
Yup.
Sori, tapu tidakkah kamu ingin meminta maaf padaku?
For what? I safe you.
Do you love Wisnu?
Belum tahu.
I think he loves you.
Saya tidak ingin dia bersama saya untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa meninggalkanmu adalah keputusan tepat. Saya tidak ingin saya bersama dia untuk meyakinkan diri saya sendiri bahwa saya bukanlah penyebab kalian berpisah.
Kamu dari dulu memang unpredictable. Hmm, anyway, ini baju yang akan kamu pakai untuk pagelaranku minggu depan.
Tujuh baju? Keterlaluan kamu, model lain cuma dapat jatah tiga, bayarannya sama lagi!
Anggap saja ini hukuman karena kamu nggak mau minta maaf.
Hahaha. Deal. :)

Sunday, May 26, 2013

Cheater

Wisnu

Jadi laki-laki itu harus tegas. Berkali-berkali ibu selalu mengatakan itu kepada saya. Nggak boleh plin-plan. Iya ya iya, enggak ya enggak. Jangan di tengah-tengah.
Umur saya sudah 29 tahun, jadi saya sudah mengerti benar definisi dari kalimat itu. Dan betapa dalamnya makna yang ada dari kalimat sesingkat itu. Pun ibu saya memang cerdas sekali, kalimat yang kata ibu harus menjadi pedoman saya selama hidup itu memang tokcer membuat hidup saya menjadi lebih mulus. Baik pendidikan, karir, percintaan.
Eitss…. Tunggu sebentar. Percintaan?
Percintaan saya tidak mulus-mulus amat.
Iya sih, saya memang tengah menjalin asmara dengan Nadia, fashion designer, cantik, menarik, dengan senyum lesung pipitnya yang mampu menarik hati semua pria yang ada di dunia ini dan idealismenya untuk membuat baju-baju yang chic dan tetap seksi tanpa perlu menunjukkan bagian tubuh.
Hubungan kita sudah berjalan kira-kira dua tahun.
I’m about to purpose her, dan rencana saya untuk survey pesta pernikahan dengan nekat sendirian datang ke pesta pernikahan—biasanya kemana-mana saya selalu mengajak Nadia, tapi berhubung saya sedang survey acara pesta pernikahan makanya kali itu saya sendirian—tiba-tiba membuat semuanya malah jadi kacau balau.
Menurut saya sih pestanya terlalu meriah, jadi saya mencoret model pernikahan seperti itu dari daftar saya dan memilih untuk keluar sejenak dan merokok.
Dan kamu harus tahu, keputusan untuk keluar sejenak dan merokok itu merupakan keputusan yang paling saya sesali sampai saat ini.
Karena entah bagaimana Tuhan merencanakannya, semesta menakdirkan saya untuk bertemu dengan Dwina.
Perempuan yang wajahnya sampai saat ini tidak pernah bisa lepas dari kepala saya.
Dammit.
Wajah cewek itu nggak pernah bisa lepas dari kepala saya. Jadi kamu tahu, ketika akhirnya saya memutuskan untuk bertemu dengannya lagi, saya berdoa kepada Tuhan, berdoa dengan sungguh-sungguh, semoga semua ini cuma gara-gara rasa penasaran keparat. Dan semoga saya ilfil karena dia ternyata punya bulu ketek nggak dicukur, atau gigi berjigong, atau bahwa ternyata dia adalah wanita lacur yang kerjanya cuma ngabisin duit orang tua.
Tapi enggak, doa saya enggak dikabulkan Tuhan. Justru sebaliknya, gigi Dwina malah menghasilkan senyum manis yang unforgettable, atau fakta bahwa dia gadis biasa yang super menyenangkan.
Tidak seperti Nadia, Dwina is so usual. Dia seperti gadis kantoran kebanyakan yang suka mengomel tentang bosnya, dan obsesinya untuk menjadi kurus tapi nggak pernah bisa mengurangi nafsu makannya.
Saat-saat dimana saya merasa harus melamar Nadia malah berbalik menjadi saat-saat dimana saya mulai meragukan cinta saya kepada Nadia.
Ini akan mudah ketika saya masih berumur 20 tahun, tapi, heey, saya sudah 29 tahun. Mau gimana juga saya nggak bisa seenak jidat memutuskan.
For God’s sake. Nadia adalah gadis tanpa cela idaman setiap laki-laki. Saya enggak punya alasan untuk enggak mencintainya.
Tapi, Dwina… Dwina juga nggak pernah bisa lepas dari kepala saya!
Saya sangat takut menghubungi Dwina lagi. Saya takut perasaan saya malah semakin menjadi dan saya semakin kebingungan, padahal, seperti kata Ibu, jadi laki-laki itu harus tegas.
3 hari, saya ketakutan dengan perasaan saya.
3 hari, saya lewati tanpa menghubungi Dwina, maupun Nadia.
Ponsel saya berkedip. Nadia.

From: Nadia
Subject: Hon, sibuk banget ya 3 hari ini? I miss you :(

Saya menjambak rambut saya sendiri.
I miss you too… Dwina.
NAH TUH KAN??? Bahkan dalam hati saja saya bilang saya kangen Dwina.
Saya selingkuh ya? Kalian jangan ngeliatin saya kayak gitu dong! Nggak tahu apa saya lagi ketakutan gini!

***

Nadia

Living with Wisnu will be awesome, we're gonna buy a little house, having two kids, boy and girl, and we're gonna spend our time playing with them both.
That's heaven.
Setidaknya hal itulah yang awalnya saya pikirkan. Sederhana, indah, menakjubkan. Namun, siapa sangka akhirnya ternyata saya berakhir menyedihkan di kamar hotel ini sendirian?

Wisnu Calling.....
Reject.
Wisnu Calling....
Reject.
You received 1 new message.

From: Wisnu
Hon, kamu dimana? Jangan bikin aku khawatir gini, kabarin dong hon...
Deleting message.

From: Wisnu
NADIA, BALES SMS AKU!!

Saya mematikan ponsel, segera, dan memutuskan untuk tidur, dengan mata yang sembab dan sudah pegal gara-gara kebanyakan menangis. Memeluk guling dengan hati teriris.
Hal terakhir yang saya inginkan adalah memimpikan Wisnu malam ini, iya, Wisnu, the guy (I thought) will be the center of my life. The only guy I want to be with at the rest of my life.
Please, biarkan saya tidur nyenyak malam ini, jangan datang ke mimpi saya. Please.

Wisnu

From: Dwina
Subject: Just asking, free for tonight? Me want Coto Makassar! :)

Jantung saya serasa mau keluar dari dada. Setelah seminggu perempuan yang bikin saya mabuk kepayang ini nggak terdengar kabarnya, tiba-tiba ia muncul, dan guess what? Coto Makassar? Kemana kata-kata basa basi nan basi semacam ‘apa kabar?’ ‘lagi ngapain?’
Coto Makassar. How it can be real? Karena Coto Makassar adalah makanan favorit saya. Semua warung Coto Makassar di kota ini sudah pernah saya jabanin, dan saya sampai menciptakan rating ala saya sendiri untuk Coto Makassar.
Nadia sedang duduk di depan saya. Cantik, anggun, dan berkharisma seperti biasanya sambil tangannya sibuk mengusap kertas sketch dengan pensil. Saya nggak pernah begitu paham apa yang sedang ia kerjakan, setahu saya, ada tulisan Night Gown disana. Eh… itu artinya gaun malam kan? Entahlah, di kepala saya sih semua baju wanita itu sama saja. Yang bisa membedakan ya cuma mereka sedang pakai baju atau tidak, hehe.
Been busy for a week, for her next runway, Nadia masih menyempatkan untuk bertemu dengan saya. Kalau tidak atas inisiatif Nadia, mungkin kami berdua adalah terrible couple, sibuk dengan kesibukan masing-masing, bekerja sampai rambut rontok, dengan alasan ini-kan-buat-masa-depan dan malah lupa dengan esensi relationship yang sesungguhnya. Mendalami perasaan satu sama lain.
Tapi yang saya tahu, Nadia memang ada di depan saya. Tapi tidak dengan pikirannya. Menghilang entah kemana. Tenggelam dengan dunianya sendiri: desain, pagelaran, butik, dan lain sebagainya.
What are we supposed to do, when something you called ‘quality time’ has no longer quality?

To: Dwina
Subject: Aku tahu satu warung Coto Makassar terenak. It’s like heaven in your mouth. Aku jemput habis maghrib?

From: Dwina
Subject: Can’t wait :))

Saya menatap Nadia yang berada di depan saya sambil menyeruput jus lemon. “Hon, aku nanti malem mau pergi makan Coto sama temen aku, cewek. Is it okay kan?”
Nadia membalas tatapan saya dengan senyum lesung pipitnya yang khas. “Kenapa enggak? Sejak kapan aku melarang-larang kamu?”
Saya pernah membaca artikel tentang batasan selingkuh yang berbeda antara wanita dan pria di sebuah majalah wanita milik teman kantor saya. Waktu itu saya ngetawain habis-habisan artikel itu dan teman saya langsung ngomel betapa pria itu nggak sensitif banget perkara beginian.
Intinya, kalau melihat kriteria dari majalah itu, maka menurut pria, apa yang saya lakukan ini tidak termasuk kategori selingkuh. Saya tidak menggoda dia, saya tidak melakukan hal-hal menjurus, saya bahkan meminta izin pada pacar saya sebelumnya.
Sayangnya, si penulis artikel mungkin tidak tahu bahwa ada faktor ‘kedalaman-perasaan’ dalam artikelnya. Yang berarti walaupun kamu nggak ngapa-ngapain-pun kalo kamu punya perasaan yang dalam kepada orang lain, maka kamu harus mengakui bahwa kamu berselingkuh.
Dan dengan sepenuh hati, I have to admit that I do cheating just right now.
Yes, I’m a jerk. A dammit cheater guy.

To be continued..