Kuliah komunikasi itu lucu, karena banyak hal yang
nyerempet-nyerempet personal experience.
Salah satu bahasan paling menarik dalam kuliah komunikasi adalah episodic memory.
“Episodic memory adalah istilah
untuk ingatan yang berhubungan
dengan kejadian yang secara personal relevan dengan kehidupan seseorang. Relevansi
ini menjadikan motivasi seseorang untuk menahan ingatan-ingatan tersebut di
kepalanya menjadi lebih kuat. Mengingat kembali masa lalu akan berpengaruh
terhadap kelakukan seseorang di masa depan.”
Secara singkat, itulah definisi episodic memory. Kenapa
kok ini jadi bahasan kuliah, karena episodic
memory dapat membantu pengiklan menciptakan saat-saat yang
menyentuh emosi audiens dengan cara sentimental.
Galau ya? Emang. Menurut ngana? Mana bisa saya ingat
materi kuliah sebegininya kalau hal itu nggak berhubungan dengan kegalauan,
apalagi kegalauan asmara.
Yaudah biarin, yang penting saya punya bahan buat
ditulis. Secara ini bukan blog iklan, saya akan menulis bagian galaunya aja ya. *cetek* -__-
Mau tahu bagaimana mengetahui episodic memory kalian? Lucu, hal ini biasanya justru terasa secara
tidak sengaja.
Gampangnya, pernahkah kalian tiba-tiba merasa mencelos
mendengarkan sebuah lirik lagu? Mengunjungi sebuah tempat? Atau membaui aroma
tertentu.
Nah, di situlah episodic
memory muncul!
Episodic
memory ini seperti yang sudah dijelaskan di atas, akan menahan suatu ingatan lebih
kuat. Tertahannya ingatan-ingatan itu akan membuat masa lalu menjadi lebih
mudah terpantik dan pada akhirnya mempengaruh emosi kita di masa depan.
Halah, intine
marai raiso lali .__.
Agak sulit bagi seseorang untuk menghilangkan episodic memory. Karena, episodic memory muncul atas dasar
pengalaman personal seseorang. Bukan termasuk short term memory atau long
term memory. Intinya kenangan tersebut melekat pada sebuah medium lain,
jadi butuh usaha ganda untuk melepasnya dari otak.
Saya sampai sekarang, selalu deg-degan tiap ngeliat
Attalarik Syah. Bukan, bukan karena mantan pacar atau gebetan atau pacar saya kayak
Attalarik Syah (ini mah ngarep), tapi waktu kecil dulu, kelas satu SD, sempat
ngefans sama doi. *pengakuan dosa*
Salahkan mamah yang sangat hobi nonton sinetron T__T
Saya, sampai sekarang, selalu merasakan sengkring
sengkring gimana gitu tiap mendengar lagu-lagu yang…. Ehm, okay, merupakan lagu
yang punya cerita sendiri terhadap ehm, ya gitu-gituan deh. Nggak usah
dilanjutkan, nanti jadinya curhat, nanti jadinya kemana-mana.
Lalu pernahkah kalian sangat anti pergi ke sebuah
tempat? Entah itu restoran, tempat makan, kafe, warung burjo, atau bahkan satu
petak jalan? Nah, itu juga termasuk dalam salah satu gejala ndak mampu
menghindar dari episodic memory.
Yang lucu, episodic
memory sebenarnya adalah hal-hal kecil yang sebenarnya tidak kita ingat
secara permanen, namun sangat melekat. Itulah sebabnya ketika saya hendak
menuliskan episodic-episodic memory
saya, saya agak sulit untuk mengingatnya. Tentu saja, karena episodic memory butuh pemicu untuk
membangunkannya.
Yang jelas, kalau kalian pernah mengalami momentum
manusiawi nan kodian semacam “Anjrit,
bau apaan nih? Baunya kayak dulu pas…” atau “Semprul, dulu pas di tempat ini
kan aku sama dia..” atau “Matiin radionya! Lagunya bikin aku…” atau “Lumpia
Udang Mayones pancen telo! (nah ini curhat)” adalah salah satu bukti kalau we are all have our own episodic memory
yang mau gimanapun kita coba lupakan, akan tersimpan di dalam bagian otak kita,
dan ini biologis loh.
So jika
seseorang bersusah-susah melakukan segala cara untuk melupakan, percayalah, it’s a total bullshit, menurut saya loh.
Enggak mungkin, yang ada juga pura-pura lupa. Karena, our brain has it own system.
Melupakan adalah salah satu hal yang nggak mungkin. Terlebih
jika hal itu merupakan hal yang berkesan bagi kita. Jika kita lupa sama materi
kuliah, sah, berarti materi kuliahnya nggak berkesan. Kalo lupa sama mantan
pacar, ya berarti mantan pacarnya nggak berkesan. Kalo mantan pacarnya berkesan
ya, nggak mungkin deh bakal lupa. Mau kesan baik kesan jelek tetep aja judulnya berkesan. Hayo, berkesan nggak hayo hayooo? *malah ngetroll*
Jadi alih-alih melupakan, yang bisa kita lakukan adalah
mengikhlaskan. *huasik* Salah satu sahabat terbaik saya pernah bilang, “Saat kamu berani merelakan
seseorang dengan orang lain, suatu saat nanti ada seseorang yang akan berterima
kasih padanya untuk tidak terus menerus menahanmu.”
Ealah, kenapa larinya ke asmara gini sih? Tadi kan
ngomongin episodic memory. Niatnya
mau ilmiah akademik, tetep ujung-ujungnya… -___-
Selamat mengingat yang dulu-dulu setelah membaca ini
:3
No comments:
Post a Comment