Monday, December 20, 2010

Berkebun adalah Berubah: Sebuah Catatan Akhir Tahun


Pernahkah kamu merasa harus berubah? Ingin berubah? Terpaksa berubah? Atau bahkan merasa dirubah?

Saya pernah ingat sebuah kalimat, “Perubahan itu Pasti.” Yang berarti, kita tentu saja harus selalu siap untuk menerima perubahan, apapun bentuknya.

Wacana tentang perubahan sedang sangat hip dalam hidup saya belakangan ini. Ada perubahan yang melelahkan, ada perubahan yang menyenangkan. Tergantung konteksnya, apakah kita harus berubah, ingin berubah, terpaksa berubah, atau malah dirubah?

Perubahan butuh effort, butuh niat, dan butuh iman yang kuat, karena kalau nggak begitu, perubahan hanya akan jadi euforia sesaat yang nggak beberapa lama akan hilang.

Baru-baru ini saya terlibat random talk dengan salah seorang sahabat saya, dan pada intinya kami merasa sangat jengah dan jenuh dengan kehidupan mahasiswa ini, kuliah, organisasi, ngerjain tugas, begadang, lembur, ujian, kegiatan ini itu, intinya bosan. Intinya kami ingin punya sesuatu yang bener-bener beda dari kehidupan mahasiswa dan sama sekali beda dengan tujuan kita jadi mahasiswa.

Lalu mendadak saya mencetuskan statement gila, “Aku pengen bisa balet.” -> udah setres banget.

Pembicaraan mulai berkembang, “Salsa aja yuk. Kan enak sekalian olahraga. Eh, btw di kampusku ada les tango murah loh, dan bla bla bla.”

Saya sudah bilang dari awal, pembicaraan ini sangat random.

Eh olahraga apa ya yang enak| Ikut UKM berkuda yuk | Eh tapi gak enak, tititnya sakit | Iya lagian kudanya dikit | Yaudah yuk fitness | Gak mau, mahal | Eh Squash enak tuh kayaknya | Iya, lucu banget | Tapi squash di jogja dimana (-____-) | Tenis aja deh yoook | Eh iya, belajar tenis yok | (Pembicaraan terus berkembang sampai tingkat kerandoman yang tidak terhingga)

Sampai suatu hari kami akhirnya spontaneously berencana buat tenis.

Dengan semangat berkobar kami bersiap siap, keren abis pokoknya. Udah siap segala macem, lapangan sudah booking, kostum pun sudah sangat mendukung, sepatu kets juga udah siap. Ciamik abis lah. Lagaknya udah kayak mau ikut Wimbledon.

Dan begitu udah mau berangkat...

“Loh, Sarah. Cuma bawa raket satu?”

“Iya lah.... EH LAH RAKETMU MANA?”

“Aku kan gak punya raket. Aku pikir kamu punya raket dua.”

GRRRRRRR *Saya udah bawa cangkul, siap gali kubur sendiri.*

Jadi, voila, acara tenis batal. Dengan alasan yang sangat bodoh : Nggak punya raket.

Sedih.

Perubahan tidak hanya butuh effort, niat, dan iman, tapi juga butuh.... otak yang cerdas. Itulah pelajaran yang bisa diambil dari kejadian ini.

***

Saya jadi ingat sebuah dialog menarik dalam salah satu serial tv favorit saya, Ghost Whisperer. Ceritanya, suaminya Melinda (si tokoh utama) tiba-tiba dihantui oleh arwah cewek yang bahkan nggak dia kenal. A very beautiful lady.

Dia nggak tahu kenapa dia dihantui, apa yang membuat hantu itu terus nempel ke dia. Sampai akhirnya si hantu bilang, kalau dia adalah teman SMA suaminya Melinda yang pengen say thanks, karena gara2 dia, sekarang si hantu jadi bisa cantik kayak sekarang.

Barulah suaminya Melinda itu ingat, ternyata si hantu itu dulu memang adalah temennya yang sangat cupu, pemalu, dan sering diejek gara-gara enggak eksis dan cantik. Dan memang, dialah satu-satunya cowok yang pernah bilang, “Kamu cantik kok, jangan takut.”

Satu statement itu benar-benar membuat perubahan berarti buat si hantu. Dan semenjak saat itu dia jadi PD dan benar-benar merasa cantik, dan akhirnya jadi supermodel sukses.

And then Melinda said, “Kita harus berhati-hati dengan segala hal kecil yang kita lakukan. Mungkin kita nggak inget, mungkin kita bahkan nggak peduli. Tapi hal itu bisa menjadi sebuah turning point, titik balik, untuk kehidupan orang lain”

Mungkin terdengar baik untuk kasus hantu di atas. Tapi bagaimana jadinya jika hal kecil itu justru berimbas buruk? Kita nggak tahu, kita nggak akan pernah tahu.

Lihat betapa mengerikannya kan, kalau perbuatan kita bisa merubah seseorang? Merubahnya seutuhnya?

Habis nonton film itu, saya jadi berpikir, apakah saya pernah merasa dirubah oleh orang lain? Ataukah saya pernah merubah pola pikir orang lain gara-gara perbuatan saya dan saya tidak menyadarinya? Mungkin iya, mungkin tidak. Saya tidak pernah tahu.

Dan saya jadi flashback lagi, satu hal kecil yang benar-benar merubah hidup saya.

Dari kecil saya terbiasa hidup nomaden, tiap tiga tahun sekali saya bakalan pindah kota. Kejadian ini terjadi di kota keempat saya, waktu itu saya baru jadi murid baru di kelas 3 SD.

Being a new student agak berat untuk usia saya waktu itu, saya udah rodo ngerti urip dan bukan anak kecil yang nggak dong apa-apa lagi.

And there he comes. Jangan pernah membayangkan sosok ‘he’ ini adalah sosok cinta pertama saya, yang unyu gitu yaa. Sayang sekali, untuk usia pubertas yang-yangan, saya terlambat banget. Saya pertama kali suka cowok itu jaman SMP. So late. Bahkan saya udah menstruasi tapi tetep belum suka cowok. Jadi ketika teman-teman SD saya udah pada pacaran, saya bahkan suka cowok aja belum dan masih berkutat ngidolain artis. Sampe-sampe saya pernah nolak cowok dengan alasan masih suka sama artis piip bersangkutan itu! Super parah!

(Anggap saja artis *piip* itu adalah Hengky Tornado, tapi bukan Hengky Tornado loh. Ada yang lebih malu-maluin daripada ngefans sama Hengky Tornado -__-)

Dia: Sarah, aku suka sama kamu. Mau gak jadi pacarku?

Saya: (pura-pura gak denger)

Dia: Sarah?? Jawab dong.

Saya: Hah... gimana? Aku masih suka sama Hengky Tornado, hatiku masih buat Hengky Tornado (Saya-benar-benar-memakai-kata-kata-ini-pokoknya-kacau-deh)

Dia: Serius dong sar...

Saya: aku serius... hatiku masih buat Hengky Tornado. Ah, udah deh, udah yaaa.

Dia: ??????

Sekarang saya merasa bersalah campur tengsin sama cowok itu. Mungkin itu adalah pengalaman nembak cewek paling zing krik krik yang pernah dia punya.

Mau saya ceritain artisnya siapa? Saya dulu koleksi kasetnya, pin-upnya, posternya.... Err, ah ngggak usah ah, buka aib sendiri itu namanya -____- bahahahaha. Abaikan.

Balik lagi, and there he comes...

Sebut saja dia Kaktus, seorang bocah cowok yang bener-bener bikin saya depresi waktu itu.

Sebagai murid baru, di usia yang baru tahu kalo hidup itu kejam, saya waktu itu dapet jatah duduk di sebelah Kaktus. Kaktus ini orangnya pinter banget. Langganan ranking satu, wes pokoke sing paling pinter lah.

Tapi, KAKTUS INI NAKAL BANGET! >:(

For the first time in life, saya yang anak baik-baik yang selalu disayang mama papa guru dan teman-teman ini (mahahahaha) mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari Kaktus. Kaktus selalu menyembunyikan buku tulis saya, Kaktus nggak pernah bersedia minggir dari tempat duduknya kalau saya masuk terakhir, dan alih-alih keluar untuk menyilakan saya lewat, dia MENYURUH SAYA MASUK LEWAT KOLONG MEJA.

SOMPRET! WANITA MACAM APA YANG BERSEDIA DIRENDAHKAN SEPERTI ITU? HIDUP EMANSIPASI WANITA! HIDUP FEMINISME! *lebay*

Nah, sekarang saya bisa misuh sompret kayak gini ya, tapi dulu??

Saya Cuma bisa diem, bahkan saya males sekolah. Males ketemu Kaktus. Terus saya jadi sering nangis di rumah (di sekolah sih enggak, sok kuat gitu, bahahaha). Nah menurut emak saya, untuk pertama kalinya saya mengalami culture shock dan tertekan berat.

Penyelesaiannya bisa ditebak, emak saya turun tangan, saya dipindah tempat duduknya, nggak duduk sama Kaktus lagi. Dan taraa, and I live happily ever after. Hidup saya langsung normal, dan saya kembali jadi anak yang disayang mama papa guru dan teman-teman (teteeeeep, huahahaha, silahkan muntah).

Tapi Kaktus benar-benar merubah hidup saya. Sejak saat itu saya tahu, saya nggak boleh mengasihani diri sendiri dengan menangis. Say it, or leave it. Ngapain sih dipikir susah-susah. Saya juga jadi orang yang lebih cuek dan praktis. Dan perkara menjadi murid baru nggak pernah sulit lagi setelah itu.

Saya dan kaktus tidak pernah punya masalah, habis itu saya biasa aja menghadapi kenakalannya. Emang dia nakal sama siapa aja sih. Tapi tetep yaaa, si Kaktus ini selalu jadi ranking satu di kelasnya, sedangkan saya ranking dua. Dan saya sebel banget gara-gara hal ini LOL

Siapakah Kaktus? Berkat kemajuan teknologi bernama Facebook, saya tahu Kaktus sekarang kuliah di Jogja, di UGM juga lagi. Tapi biarlah dia tidak tahu bahwa dia telah merubah hidup seorang gadis kecil lugu lucu imut-imut kayak saya ini. Bahkan saya curiga, kalaupun dia membaca blog ini, dia mungkin nggak bakal sadar kalo Kaktus ini adalah dia -________-

Yoh, jenenge wae cah cilik.

***

Itulah dahsyatnya perubahan. Kadang kita enggak menyadari bahwa kita sedang berubah, merubah, atau malah dirubah oleh seseorang.

Perubahan itu perlu, kadang kita juga harus berani meninggalkan zona nyaman kita dan memutuskan untuk berubah. Memang sih, ada harga yang harus dibayar untuk sebuah perubahan. Tapi apa enaknya sih menjalani hidup yang gitu-gitu aja.

(wait... wait... saya akan memulai sebuah tulisan yang rodo bener. Jika bosan, abaikan :p)

Seperti kalimat “Pertahankan Keistimewaan Jogja”. Menurut saya, menurut saya loh, kalimat itu salah banget. Memangnya Jogja nggak istimewa lagi kalau Sultan nggak jadi Gubernur? Bagi saya, Istimewa-nya Jogja nilainya nggak secetek itu. Toh Sultan tetep bisa jadi Raja, dan Kraton tetap akan ada. Budayanya nggak akan hilang, dan sakralnya Kerajaan justru mungkin akan lebih berkembang kalau Sultan nggak capek-capek ngurusin pemerintahan.

Menurut saya, istimewa adalah ketika Jogja mampu jauh-jauh lebih maju dari sekarang. Tidak hanya stagnan aman damai tenteram, takut keluar rumah, takut kalau diserang macan. Kenapa harus takut diserang macan? Toh kalau memang ada kemungkinan yang di luar adalah macan, pasti ada juga kemungkinan yang di luar sana ternyata Batman yang super power dan baik hati. (Nggak bisa cari analogi yang lebih bagus ya, Sar?)

Yah dan Jogja, menurut saya, sekali lagi menurut saya, sudah terlalu lama berada di dalam rumah. Orang yang terlalu lama berada di dalam rumah, kadang-kadang nggak menyadari bahwa cat luar rumahnya sudah perlu diganti dengan yang baru.

Dan saya nggak bisa membayangkan ada gubernur berusia 98 tahun.

Pendapat saya ini mungkin akan dibantah habis-habisan. Tapi kalau menurut teori Spiral of Silence (macak pinter sikik yoh), maka saya adalah salah satu orang yang tergabung dalam spiral tersebut. Orang-orang ini tidak menyadari kalau jumlah mereka banyak, karena mereka lebih memilih diam, daripada berbicara dan memicu masalah.

Dan memang, kalaupun ini dibantah, saya akan lebih memilih diam.

Toh kata eyang saya, “Ojo wani karo kraton, mengko kualat!”

Iya deh Yang, tapi saya begini bukan karena takut kualat, melainkan karena saya sayang sama eyang, huehehehe.

Dan kepala saya langsung pusing kalo disuruh ngomongin yang berat-berat. Nguing nguiiing... Udahan ah.

***

Jadi begitulah, sebentar lagi 2011. (HAH SEBENTAR LAGI 2011!!!)

Waktu adalah pelari sprint paling jago sedunia. Kayaknya baru kemarin saya menulis blog berjudul Catatan Akhir Tahun, dan sekarang saya sedang menuliskan hal yang sama.

Saya kembali mendengarkan lirik lagu Next Year, Baby punya Jamie Cullum—salah satu lagu favorit saya.

“Next year, things are gonna change, gonna drink less beer, and start all over again, gonna pull up my socks, gonna clean my shower, not gonna live by the clock....” dan lalala dan lalala...

Selalu ada yang berubah setiap tahun. Perubahan yang menyenangkan, perubahan yang menyakitkan, perubahan yang tidak jelas mengapa, perubahan yang disengaja, tidak disengaja, terpaksa, segala macam perubahan.

Tahun ini saya menyadari bahwa adik saya sudah besar. Bagaimana? Ada kalanya ketika kamu sholat maghrib dan imamnya adalah adikmu yang berusia 11 tahun, kamu akhirnya menyadari kalau dia benar-benar sudah besar. Ketika kamu membayangkan kamu akan mengantarkan dan menjemput dia ke sekolah lalu dia mentah-mentah menolak dan lebih memilih naik sepeda.

Perubahan juga ketika kamu menyempatkan untuk menghabiskan malam minggu dengan bocah kelas 6 SD itu, mengantarkannya beli alat tulis buat try out, dan makan i fu mie lalu menyadari bahwa adikmu sudah bisa diajak bercanda ala manusia—jadi maksudmu kemarin-kemarin ini adikmu bukan manusia? Hah bener juga sih, dia adalah tuyul paling menyebalkan sejagat raya.

Yah, dan adik saya sudah berubah, dari seekor tuyul menyebalkan menjadi seorang cowok. A tuyul who turns into a boy. Someday, i will see him turns into a man. :’) Ketika kamu melihat adik kamu berubah, maka kamu jadi melihat diri sendiri. Ya, tentu saja saya juga berubah. A kuntilanak who turns into a woman, maybe. (opo sih?)

Perubahan adalah niat untuk belajar tenis (?)

Perubahan adalah meluangkan waktu lebih untuk melakukan hal yang disukai, berada di dapur misalnya :D

Perubahan adalah memiliki mimpi untuk punya resto Pasta dan Potato. Hahahah, dua-duanya adalah makanan kesukaan saya soalnya :p

Perubahan adalah berat badan kamu bertambah 6 kilogram dalam sebulan! HOREEEEEEEEEEE!!! (Ini adalah perubahan yang paling saya cintai dan saya sayangi dan saya banggakan dan saya pamer-pamerkan ke semua makhluk hidup di muka bumi ini yang saya temui. Aku bangga, aku bahagia. Akhirnya berat badanku kepala 5 juga. Iya, makasih atas dukungan kalian teman-teman. Aku akan mempertahankannya sebaik mungkin.)

Perubahan adalah mencoba lebih banyak bercermin dan menginstropeksi diri alih-alih menyalahkan orang lain.

Perubahan adalah mencoba mengakui kesalahan kita dan berdamai dengan diri sendiri.

Perubahan adalah untuk membuat sesuatu yang kita coba tidak kita rubah untuk menjadi lebih baik.

Beberapa hal harus kita kubur dalam-dalam. Kalau saya, saya sangat ingin mengubur dalam-dalam Cheese Cake pertama saya. Hasilnya bantet. Rasanya bagai teriris sembilu. Benar kata orang, kue yang gagal lebih pahit dari asmara yang gagal. Mau dikubur kok eman-eman, nggawene angel, larang meneh, mau dimakan kok nggerus, mau dikasiin kok nggak patut lha elek je. Hah. Elegi hidup ini.

Saya nggak mau bikin cheese cake lagi. Mending bikin makanan lain aja deh. *ngambek*

Tapi mengubur bukan berarti melupakan kan? Ini seperti mengubur tahi. Tahi yang dikubur suatu saat akan menyuburkan tanah, dan dari tanah yang subur akan muncul bunga yang indah serta buah yang segar. Suatu saat, kita akan berterimakasih pada tahi tersebut :)

Yuk, berkebun. Saatnya keluar rumah, mengambil cangkul, mengubur tahi, dan bertemu Batman. Bukankah hidup memang seharusnya semenyenangkan itu? :D

“A whole new world, don’t you dare close your eyes. A hundred thousand things to see. Hold your breath, it gets better, I’m like a shooting stars, I’ve come so far, I can’t go back to where I used to be...” – A Whole New World, OST Aladdin

20 Desember 2010

Menutup tahun, memasukkan susunan puzzle yang sudah rapi tertata ke dalam kotak pandora. Membiarkannya beristirahat sejenak.

Friday, October 15, 2010

Beautifully Beautiful


Tulisan kali ini—yang agaknya sangat perempuan-sentris—mungkin sedikit banyak terinspirasi dari salah satu novel favorit saya, Beauty Case karangan Icha Rahmanti, sedangkan pemantiknya adalah obrolan ringan bersama dua teman saya ketika menonton kompetisi kecantikan Putri Indonesia baru-baru ini.

Defining Beauty is not easy. Every woman in this whole world pasti mau terlihat cantik. Walaupun beberapa dengan idealis bilang, luaran nggak penting, yang penting dalemnya. Tapi hati kecil pasti nggak menolak lah, kalau bisa cantik, kenapa harus enggak cantik?

Some of us, women, melakukan banyak hal untuk bisa terlihat cantik, we do facial, smoothing our hair, creambath, bleaching, beli kosmetik, diet, enggak makan malam, minum susu low-fat, dan masih banyak lagi. And it comes to the biggest question ever... BUAT APA SIH?

Mengutip salah satu pernyataan di Beauty Case, secara enggak langsung, dunia ini adalah ajang kontes kecantikan, bagi kita, para perempuan untuk mendapatkan hadiah utama yang selalu kita idam-idamkan: Our Prince Charming.

Weits, sebentar, jangan buru-buru berkomentar. Dan bagi para cowok yang membaca, jangan geer dulu. Biarkan saya menyelesaikan tulisan ini :p

***

Having so many boy friends—artikan secara harafiah, artinya teman cowok, dan bukan pacar (-___-)—membuat saya menjadi perlahan mengerti (atau mau tidak mau jadi mengerti) jalan pikiran mereka. Cowok dengan segala naluri mereka memang diciptakan untuk berburu dan mendapatkan banyak mangsa. Bahkan ayah saya pun mengakui hal ini.

Biarkan saya membeberkan fakta-fakta, diambil dari hasil perbincangan dengan para pria, selama kurang lebih 19 tahun hidup di dunia ini. Ini nyata, jujur, tentu saja, karena mereka semua teman saya dimana konversasi diantara kami jelas jelas tidak disensor. Tokoh X dan Y di dalam semua konversasi ini tidak hanya satu dua orang orang yang sama ya. Beda-beda.

(Sebelumnya, tolong hitung ada berapa emoticon -_____-‘’ dalam semua percakapan ini.)

Saya: Cantik itu menurut kamu gimana?

X: Cantik itu relatif, jelek itu mutlak.

Saya: -_________-‘’



Saya: Kalo misalnya, kamu dihadapkan pada fakta, kamu deket sama dua cewek. Yang satu cantik banget, gila kecengan banyak cowok, tapi kalo diajak ngobrol enggak nyambung. Yang satu lagi, yaaah, nggak secantik yang pertama, tapi enaaak banget klop diajak ngobrol. Kamu pilih yang mana?

X: *sok sokan mikir* yaaa, gimana ya Sar,jujur ya, nggak munafik, aku kok pilih yang pertama, habis, cewek cantik kan rugi kalo dilewatin, habis kita tuh seneng gitu kalo bisa ngebawa cewek cakep. Bangga men!!

Saya: (berasa pengen ngelempar teman saya pake golok) LAAH? Emang betah gitu kamunya ntar?

X: Yaah, urusan itu ya dipikir ntar. Kalo enggak cocok ya, paling akhir-akhirnya putus.. Yang penting dibawa dulu!

Saya: -_______________-‘’



Saya: Kenapa cowok suka ngedeketin banyak cewek?

X : Karena jumlah cowok lebih banyak dari cewek. Jadi kita berhak milih dong. (belagu)

Saya: Pret. Berasa ganteng ya, dirimu.

Y: Iya sih, cowok memang menang milih, tapi cewek menang nolak.

Saya: *Menatap Y dengan berkaca-berkaca*

X: Tapi cowok bisa menolak sebelum si cewek sempat menolak.... *ngacir, pergi*

Saya: -__________-‘’

Y: (ngakak)



Saya: Ada nggak sih cowok yang bisa mencintai wanita secara tulus?

X: Tulus maksudmu?

Saya: Ya tuluus... ah masak nggak nyaho..

X: Jujur ya Sar... kalo tulus, nggak ada...

Saya: -__________-‘’ -> (agak siyok soalnya teman saya yang satu ini punya pacar dan pacarannya udah awet lama banget, unyu pula)


Tanpa bermaksud mendiskreditkan wanita dan menyepelekan perjuangan ibu R.A Kartini, saya belum menyelesaikan tulisan saya loh ya. Terimalah para wanita, ini kenyataan, tapi somehow, dan sering juga sih, cowok memang akan bertekuk lutut di sudut kerling wanita. Mihihihi.


X: Udaaaah, kalian nggak usah jual mahal gitu. Akhir-akhirnya juga kalian yang butuh kita. Toh jumlah kita lebih banyak.

Saya: Sembarangan!

X: Iya kan, cowok itu semakin tua, semakin menarik. Nah cewek? Huahahahaha. Lebih keren didenger perjaka tua kan daripada perawan tua??

Saya: (kepala berasap) Eh nggak bisa begitu...

Perdebatan saya dengan teman saya yang satu ini berlangsung sangat lama, hampir satu jam lebih. Detailnya tidak bisa saya tuliskan semua di sini (wes lali juga sih sakjane) dan giirls, perdebatan ini tentu saja dimenangkan oleh saya! >:) dan kamu harus tahu akhirnya bagaimana:

X: Yoh yoh. Bener kowe sar... eh betewe, aku mau cerita.

Saya: Cerita apa? *ngos-ngosan habis berdebat dengan penuh emosi*

X: Caranya ngelupain cewek gimana ya?

Saya: DEEEEENGGGG!! Katamu kalian tinggal pilih? Yaudah sih, cari cewek lain, susah ameet...

X: Iya... tapi nggak bisa... yang aku pikirin tuh selalu dia....

Saya: Terus guna kamu berdebat sama aku dengan segala kebelaguanmu tadi apaaa? Mbok wes... -__-

X: Heheheheh....

Lengkapnya tidak usah saya tulis disini karena nanti saya malah jadi nulis curhat colongan teman saya hahahaha.



X: Yah tapi emang begitu kenyataannya sar... Cowok cenderung suka saat mengejar, tapi merasa kesulitan saat harus menjalani komitmen...

Saya: Kenapa?

X: Nggak tahu, banyak hal... bisa karena takut terikat, takut ngecewin, masih kepikiran yang lama, males aja juga kalo harus berantem-beranteman enggak jelas, dan banyak hal lain...

Saya: Urik. Curang.

X: Ohya, dan terkadang kita berpikir untuk cari aman aja. Hehe :p Kedengerennya jahat sih. Tapi ya emang gitu faktanya... Aku juga pernah ngalamin kok. à teman saya yang satu ini jujur banget -__________________-‘’

Nah sudah cukup deh. Kalo saya beberkan semua di sini, nggak asik hahaha.


Tapi anyway, kesannya kok kayak laki itu jahat banget dan wanita itu korban banget ya? -_- Ya enggak segitunya juga sih, tanpa bermaksud menggeneralisasikan semua pria dan wanita di dunia ini, saya juga enggak tahu kenapa teman-teman saya ini bisa menelurkan statement seperti itu. Entahlah, tapi mereka semua baik kok. Beberapa punya pacar yang langgeng awet, beberapa nggak punya cewek dengan sejuta alasan, ada yang santai tapi ada juga yang nggerus, hahaha. Sebagian lain ada juga kok yang fokus mengejar dan mencintai satu wanita saja =D Ada yang memadu, tapi... ada juga yang dimadu! -_- Tapi ya itu, ketika mereka ditanya, jawaban jujur mereka adalah itu.

Mungkin itu teori para pria ya, pada akhirnya prakteknya ya terserah mereka. Begitu kesimpulan saya.

(Betewe setelah dipikir-pikir saya jadi wondering, kok saya usil banget ya menanyakan pertanyaan-pertanyaan enggak penting macam ini ke mereka .___. Hehehehee.)

Kembali flashback, masih seputar ajang kontes kecantikan Putri Indonesia. Saya sebenarnya nggak nonton yang live ya, tahu aja dari twitter malemnya, kok isinya pisuhan semua. Sampai besoknya saya menonton siaran ulangnya dengan kedua teman saya.

Daaaan.... subhanallah, oke. Sebenarnya saya enggak ingin membahas juaranya. Tapi seriously, melihat keodongan mbak Nadine, benar-benar membuat saya dan kedua teman saya nafsu pengen ikut Putri Indonesia.

Sampai kami menyadari bahwa....

Kami tidak putih, tinggi, langsing, dan berambut panjang.

-_____- yaudah nggak jadi ndaftar Putri Indonesia deh.

Cantik itu memang relatif (ingat, jelek itu mutlak .__.), tapi seenggaknya, putih, tinggi, langsing, dan berambut panjang adalah imej yang dibuat oleh kita sendiri sebenarnya, atau oleh iklan, dan majalah-majalah fashion.

Kembali lagi, defining beauty isn’t easy. Banyak banget jenisnya:

Ya benar juga sih, cantik adalah Dian Sastro dan Tamara Blesinzky à which is putih, tinggi, langsing, dan berambut panjang.

Cantik adalah yang pintar dan smart.

Cantik adalah yang mungil dan imut.

Cantik itu yang ramah, lucu, dan ceria

Cantik itu yang baik hati

Cantik itu yang tangguh dan perkasa

Cantik adalah yang sholehah, rajin sholat, dan mengaji.

Cantik adalah yang ceria dan penuh tawa.

Cantik adalah yang dewasa dan bisa ngemong anak, ibunya anak-anak.

Cantik adalah cewek gue! -> ini nih yang saya suka! :p

Dan masih banyak lagi definisi cantik yang nggak mungkin saya sebutkan semua disini.


Kembali ke topik awal, dunia ini adalah ajang kontes kecantikan. Logikanya, semakin cantik, maka kamu semakin mudah untuk dicintai.

Beberapa perempuan dilahirkan untuk memenuhi semua kriteria cantik menurut dunia. Semua pria berebut mendapatkan perempuan ini. Secara enggak langsung kita berkompetisi. Mungkin itulah yang membuat saat-saat menonton Putri Indonesia kemarin dan mencaci maki kedongdongan para wanita-wanita yang dari jauh looks like manekin itu menjadi lebih menyenangkan. Puas banget rasanya. Huahaha. Jahat ya? Yeah yeah, kehidupan wanita memang kejam dan penuh intrik... *logat ala Silet*

But by reading Beauty Case, I realize something...

You dont have to be perfectly beautiful, like what you see on TV, or someone fit into this type around your life.

Seperti kata Max kepada Nadja, dalam Beauty Case: “Nggak tahu kenapa, tapi karena cantiknya dia mutlak. Tidak terbantahkan. Ya dia kelihatan cantik terus setiap detik, aku sampai nggak tahu kapan dia bisa terlihat sangat cantik, atau kapan dia terlihat cantik banget.”

Those women look like a throphy. Diperjuangkan mati-matian untuk didapatkan. Dan kamu tahu kan nasib piala itu seperti apa? Dipamer-pamerkan dengan bangga oleh sang Juara, dan ketika sang juara bosan dengan piala itu, si piala akan berakhir di lemari, disandingkan dengan piala-piala lainnya. Jika si juara ingat, mungkin akan dibersihkan, tapi kalau lupa, ya dibiarkan, berdebu dan terlupakan.”

Atau mengingat obrolan dua teman cowok saya:

X (pria) : (Habis jadian sama cewek cantik oke banget gelaloh) Aku tuh cinta dia apa adanya....

Y (pria juga): Yo iyolaaaah, wong bodjo-mu apa-apa ada.... *padune sirik*

X: heheeee... iya sih....

(Nah ini ceweknya harus seneng apa sedih? -_-)

Toh, pada akhirnya, kita para perempuan harus melepas semua kecantikan ini ketika someday kita beranjak semakin dewasa.

Iklan susu bayi, iklan Superpel, iklan Attack, itu ya hanya iklan. Dibuat dengan penggambaran paling indah dan sempurna yang ada.

Ibu melahirkan, di rumah sakit yang wangi dan sepreinya lembut, si anak baru lahir, tertidur pulas, ibunya cantik, rambut tergerai, sang suami yang rupawan menanti di sebelahnya, berpandangan -> JENG JEEENG, MINUMLAH PRENAGEN, SEMPURNA BAGI IBU MENYUSUI!

Logika saya: Ini anak baru lahir, iya sih, tampang si ibu digambarkan capek gitu, tapi capeknya tertutupi oleh kehadiran sang suami ceritanya (unyuuu), tapi hellooo, RAMBUTE APIK BANGET, DIGERAI BOK. -___- (emak saya menanggapi iklan ini dengan miris: dulu waktu mama ngelairin kamu, papa nggak ada di samping mama. Papa kerja di luar kota. Yaudah, nangis nangis dewe, loro loro dewe *muka datar*)

Atau iklan lain,

Si ibu tengah mencuci di halaman belakang rumah, bajunya bagus, tanpa keringat, tersenyum bahagia. Setelah selesai mencuci baju, sang suami memeluk sang istri dari belakang, “Cantiknya istriku...” (unyuu part two -_-). JENG JEEENG! Attack dengan teknologi kekuatan 10 tangan! Membuat mencuci menjadi lebih ringan! Nggak ada lagi capek!

Padahal ya yang namanya mencuci itu Masya Allah, basah, tangan kasar, belum kalo njemur, terus nyetrika, lengkaplah yang namanya bau keringat berlebih. Ketek basah. Rambut dicepol. Wes ra sido ayu tenan. (Ngalamin sendiri T__T) dan HELLO, kayaknya di sejarah kehidupan rumah tangga manapun di dunia ini, pas si istri lagi nyuci baju gak ada ceritanya si suami nungguin dan bilang cantik. Yang ada kalo enggak pergi kerja ya molor karena seharian bekerja.

Tapi tenang, kan ada Rapika... menyetrika jadi mudaaaah. *muka datar*

Dan by the way, iklan itu enggak salah kok. Justru itu adalah iklan yang benar, kalau enggak ada iklan, konsumen pasti bingung mau memilih produk yang mana. Pada akhirnya kan keputusan tetap di tangan konsumen -> habis kuliah Periklanan -___-

Jadi what’s the point?

Ya itulah, kita bisa cantik dengan cara kita sendiri. Kita punya saat-saat cantik kita sendiri. To be honest, saya merasa terlihat paling cantik justru ketika baru bangun tidur :D Nggak tahu ya, menurut saya kulit saya terlihat lebih putih, pori-pori kulit tertutup, dan rambut saya justru keliatan mengembang bagus, hahaha. :P Jadi tiap abis bangun tidur saya pasti bakalan ngaca dulu LOL

Sekali lagi, kita cantik dengan cara kita sendiri. Dan someday, we gotta find our own Price Charming yang bisa melihat kecantikan kita dengan cara yang sama dengan kita, iya kan? Nah, itu namanya jodoh ;)

Kompetisi ini adalah kompetisi yang sangat gila sebenarnya. Dibutuhkan banyak cinta, keyakinan, dan hati lapang dan terbuka. Dan lebih mengerikan lagi karena when we finally win it, nggak ada perusahaan asuransi manapun yang mau menjamin kelanggengannya. Toh, pada akhirnya janji tinggal janji, dan cincin tinggal cincin. Nggak ada label satisfaction guarantee. Am I right?

Tapi ya, mengutip salah satu lagu favorit saya : “Love can be fun, love may be hurts... Love can be everything you want it to. Open your eyes, just see it through. Just give it a try... Love will find you...” Aditya – Love Will Find You.

Dan menanggapi obrolan-obrolan sompret dengan teman-teman pria saya di atas, girls, do you realize? Kita sering banget mengeluh akan cowok-cowok dengan segala kelakuannya itu, tapi di saat yang sama, kita juga melakukan hal yang sama terhadap mereka. Kita mencari yang paling eligible, ganteng, matang, dan treat us well. Iya kan? ;) Nah, di saat yang sama, mereka juga berkompetisi mendapatkan kita. Huehehehe.

Akan ada saatnya kok, kita lelah berpetualang dan pada akhirnya menyerah pada rasa nyaman... Hehe.

Alih-alih menjadi Perfectly Beautiful, tampaknya menjadi Beautifully Beautiful lebih menyenangkan. Luluranlah, smoothing your hair, buying blush on, mascara, lip-balm, wearing nice outfit, nggak ada yang salah dengan semua itu. Semua wanita suka menjadi cantik, semua wanita suka terlihat cantik, semua wanita suka dibilang cantik. Sepanjang semua pas dan tidak berlebihan. Sepanjang kamu percaya dengan your own definition of beauty =)

Yeah, fairy tales do come true, Pangeran Ganteng Kaya Raya dan Putri Cantik Jelita. Tapi hidup enggak secetek itu. Hidup juga nggak melulu hanya untuk mencari pangeran ganteng kaya raya kan? Karena we have another life, too. Hidup yang akan membimbing kita untuk menemukan pangeran versi kita sendiri, tanpa kita perlu capek-capek berkompetisi dengan putri-putri cantik yang lain karena dia akan tetap melihat cantik, walaupun kita sedang tidur mangap sambil ngiler :)

So keep loving, keep trying. Dont be afraid, because this beauty contest won’t kill us ;))

Nah para pria, ada yang mau berkomentar? :p Atau para wanita ingin menambahkan?

Cheers,

15 Oktober 2010

Didedikasikan untuk 7 sahabat single & beautiful saya dan teman-teman cowok yang sudah rela membagikan curhatannya kepada saya untuk ditulis di sini :p