Marriage isn’t a
passion-fest; it’s more like a partnership formed to run a very small, mundane,
and often boring nonprofit business. - Lori
Gottlieb
Davin
Beberapa
orang bisa begitu cepat berubah hanya karena menikah.
Adrian
ini salah satunya. Dia adalah sahabat gue sejak SMA. Kalo Tasha bilang gue ini
raja gombal, Adrian ini jauh-jauh lebih jago dari gue. Rayuan Adrian bahkan
nggak cuma di mulut doang kayak gue. Dia benar-benar mengaplikasikan itu dalam
kehidupan cintanya.
Ceweknya
ganti-ganti bisa kali sebulan dua kali. Gue sih maklum aja, Adrian ini memang
ganteng dan tajir. Dua modal utama untuk menggaet perempuan.
Adrian
ini juga orang paling shallow dan duniawi yang pernah gue
kenal. He doesn’t believe in true love dan juga ketulusan
manusia. He works for money.
Menakjubkan
saat gue melihat postingan Instagram Adrian yang awalnya adalah gelas-gelas
whisky, atau wanita-wanita di lantai dansa, dan segala perjalanan jetsetnya ke
club-club di luar negeri—yang gue aja nggak paham, tega-teganya Adrian
menghabiskan dua bulan gajinya hanya untuk banging woman disana—kemudian
saat ini berubah menjadi postingan masakan home-made istrinya, foto anaknya
yang sedang merangkak, foto dia, istri, dan anaknya di Trans Studio Bandung,
foto anaknya lagi nangis, ketawa, nyusu, ngiler, apa aja diposting dah sama
Adrian.
Benar-benar
perubahan yang sangat signifikan melihat masa lalu Adrian yang seperti itu,
lho.
Postingan
Instagramnya yang dulu? Tentu saja dihapus semua. Seakan-akan Adrian ini ingin
menekankan sekali lagi bahwa dirinya sudah punya kehidupan baru, bahwa now he
is totally a different guy. Lupakan the Adrian the party-whooper. Adrian yang
sekarang lebih doyan mandiin anaknya dan membawa anaknya main sama eyangnya.
Padahal gue inget banget dulu Adrian mana ingat dan peduli untuk pulang ke
rumahnya. Boro-boro pulang, nyokap dia nanyain dia ada di mana aja nggak bakal
dijawab.
Dan
tentu saja, gue cuma bisa bengong saat bertemu Adrian malam ini di Bakmi GM
(See, bahkan doi ngajak gue ketemuan di Bakmi GM! Sebuah perubahan dahsyat
secara dulu dia hafal di luar kepala nama semua klub malam di Jakarta). Ketika
gue tanya alasannya, karena dia sekalian keluar makan sama istri dan anaknya,
they love Bakmi GM, katanya.
Istri
Adrian namanya Renata. Typical gadis baik-baik yang imut-imut kayak semut.
Cakep emang, kulitnya putih dan matanya belo. Tipe favorit Adrian. Renata ini
pula yang bisa mengubah Adrian jadi laki-laki kebapakan penuh dengan filosofi
spiritual yang gue nggak tahu darimana dia mendapatkan semua wangsitnya.
“Nikah
itu ibadah, Dav… Lo ini cari perempuan yang kayak gimana lagi sih? Yang demen
sama lo kan banyak…” ukar Adrian bijaksana. Tuh kan, tiba-tiba Adrian belagak
motivator lagi.
Aku
menyedot juice alpokatku. “Ngemeng aje lo.”
“Ayaaaahhh….
Mau mainan temsooonn!” Althar, anak Adrian yang usianya empat tahun menyela
obrolan hati ke hati gue sama Adrian.
“Kalo bunda mau nemenin, boleh. Ayah masih mau
ngobrol sama om Davin.” jawab Adrian lembut sambil mengangkat Althar menuju
pangkuannya.
“Om
Davin sama ayah ngomongin apa sih?” tanya Althar polos, ia menoleh ke arah gue.
Mampus gue ditanyain bocah…
Gue
cuma bisa nyengir menatap Althar. Salting gue ditanyain bocah lugu begini.
Nggak tega gue.
Adrian
kemudian menoleh ke Renata di sebelahnya, “Gimana bunda?” tanyanya penuh kode
pada Renata.
Renata
meliriknya sejenak kemudian menjawab, “Ya deeh… Yuk sini kak Althar, main sama
Bunda…” Althar langsung bersorak kegirangan.
Luar
biasa ikatan batin yang terjalin di antara sepasang suami istri di depan gue
ini. Pasti tugas menemani Althar main sebenarnya adalah tugas Adrian. Renata
sebenarnya ogah-ogahan juga take over tugas Adrian. Tapi karena ada gue, Renata
akhirnya mengalah.
Dan
semua itu mereka selesaikan hanya dengan lirikan mata.
Ini
kenapa gue jadi ikut-ikutan paham bahasa mereka yak??
Renata
menggandeng Althar yang sudah sangat antusias beranjak keluar Bakmi GM. “Kakak
pamit dulu sama om Davin dong…” ujar Renata menyuruh Althar pamit pada gue.
Althar langsung berbalik dan menyalamiku.
“Camekuum
Om Davin… Tataaahh…”
Astaga.
Lucu banget ini anak. Gue merasa hormon testoteron gue turun 85 persen. Nggak
macho banget, lemah sama anak kecil.
“Dadah
Althar…” aku melambaikan tangan pada Althar, setelah itu buru-buru aku melempar
tampang mohon ampun pada Renata. Renata hanya terbahak kemudian mengacungkan
jempolnya kode untuk silahkan take a time sama suaminya.
*an excerpt of my writing, currently titled Table for Two*
No comments:
Post a Comment