Aku menatap loyang kue pandan hangat di depanku ini
lamat-lamat.
Kue pandan yang asapnya mengepul, meninggalkan embun di
ujung hidungku.
Enam butir telur ayam.
150 gram gula halus.
150 gram tepung terigu.
1 sendok teh bubuk vanili.
1 sendok teh sari pandan.
Bahan-bahan itu. Resep yang kuhafal di luar kepala. Yang
sampai bisa kuolah dengan mata terpejam.
Sudah berpuluh kali aku menghantarkan kue pandan untukmu.
Tak terperi juga perasaan hangat dan lega yang kurasa tiap melihat sungging
senyummu saat menikmatinya.
Namun kue pandan kali ini, bukanlah kue pandan yang kemarin.
Kue pandan ini adalah kue pandan dengan nama yang terselip
di balik kotaknya.
Ini bisa jadi kue pandan terakhir. Bagiku dan bagimu.
Kue pandan yang akan mengakhiri segala diam yang tak
berujung.
Rasanya seperti sedang bermain Russian Roulette. Bertaruh
dengan nasib. Bertaruh dengan hati sendiri. Menembakkan sendiri peluru ke
jantung tanpa peduli.
Tapi mungkin ini yang terbaik untuk cinta yang diam ini. Ada
harga yang harus dibayar untuk cinta yang mencerahkan. Sekaligus melelahkan.
Begitu melelahkannya menjadi kuat. Disitulah ironi menjadi iblis jahat.
Karena kamu yang menyukai riuh, tak mungkin bisa bersama
diam.
Pergilah lepas, tak perlu sibuk mencari diam. Biarkan sang
diam tenggelam dalam kelam.
Kamu yang telah mengisiku. Menjadi pusat energi hari-hariku.
Kamu yang bahagia ditengah ramai. Kamu yang tak kuasa
kugapai.
Cinta ini telah kusampaikan.
Setelah ini, kita tak akan bisa lagi sama.
No comments:
Post a Comment