Sunday, June 14, 2015

Mencari Teman Bicara

Satu hal yang tak pernah salah tentang cinta adalah, mau bagaimanapun kamu berusaha melawan, ia tetap tak terkalahkan.
Terlebih lagi cintaku yang diam ini, yang sudah mengendap dan menahun dalam dada.

Tapi apa lagi yang bisa kulakukan?
Bahkan aku tak mampu lagi menyisipkan amin seperti yang biasa kulakukan sebelumnya. Aku terlalu pengecut. Aku mundur dan menjauh. Kurasa aku ketakutan dengan cintaku sendiri.


Lalu kamu bertanya, apakah aku sungguh-sungguh cinta kamu. Sudah jelas itu tentu. Berani-beraninya kamu menyangsikan cintaku.
Setelah itu kamu bertanya, mengapa aku diam?
Mengapa aku tak punya suara?

Karena… Karena aku menikmati diamku, bodoh.
Kamu yang menyukai riuh, tak akan bisa paham mengapa aku sudah bahagia dalam diamku saja. Aku senang bisa mencintaimu, tak juga sedih ia hanya ada dari kejauhan.
Aku tak ingin lebih. Aku bahkan tak tahu apakah aku siap jika cinta ini berubah menjadi lebih dari sekadar cinta yang diam.

Apalah gunanya cinta yang diam, ujarmu. Lalu kau bilang bahwa cintaku ini cinta yang kelaparan. Maka tak heran lama kelamaan ia tak mau diatur. Ia terus saja menyerang menghentak ingin keluar dari dada. Memaksa untuk disampaikan, memohon untuk diberi makan.

Lalu kamu menatap mataku lekat-lekat.
Jika kamu sungguh-sungguh cinta aku, maka cintamu itu harus bicara. Karena jika yang kamu mau hanyalah diam, maka kamu bukan cinta aku, kamu cinta dirimu sendiri.

Jadi… Coba tanyakan lagi kepada dirimu sendiri. Siapkah kamu untuk cinta yang tak lagi diam?

Untuk yang ini, aku tak punya jawabnya.
Apakah kamu punya?

Pada akhirnya, cinta selalu mencari teman bicara. 

No comments:

Post a Comment