Read the previous story here
2013
“Happy Graduation, Tissa. It’s so nice to see you
coming back home.” tukas Bima tulus.
“Thank you, Bima. Can’t do this without you. Really.” Tissa tersenyum, menatap Bima dengan pandangan yang
sulit diartikan.
Mereka
berdua berdiri terdiam kikuk. Di bandara yang penuh dengan orang berlalu
lalang. Tapi seakan-akan dunia hanya milik mereka berdua. Yang saling menatap
dengan penuh rindu. Bersamaan dengan debar dada dan… kupu-kupu di perut.
Those butterflies.
Yang
Tissa tahu setelah itu Tissa menghambur ke pelukan Bima. Mendekapnya erat. Seolah
berbisik dalam diam.
Pelukan
penuh rindu.
Yang
kini mereka berdua sadar apa maknanya.
Ini
rasa sayang.
Sayang
yang seperti apa?
Saat
ini mereka merasa terlalu malas untuk mendefinisikannya. Sayang ya sayang saja.
Mereka memutuskan untuk tidak memikirkannya dan memilih untuk menikmatinya di
dalam peluk dan dekap hangat saat ini.
Tidak
perlu dikatakan. Biar rasa yang menjawab.
2014
“Tissa,
kemarin aku ngelamar Viera.”
Tissa
yang saat itu sedang di dalam lift kantornya mendadak merasa kakinya berubah
menjadi agar-agar. Ia menggenggam ponsel di telinganya kencang. Seakan berusaha
meyakinkan kabar yang ia barusan dengar bukanlah khayalannya semata.
“Eh…”
alih-alih mengucapkan selamat, Tissa hanya mengeluarkan gumaman tak jelas.
Lidahnya kelu. Tenggorokannya seakan dimasuki oleh biji kedondong.
“Tiss?”
“Eh?
Ya? Eh… Selamaaaat Bimaa! So happy for
you!” sahut Tissa kaku. Untung ini percakapan via telepon, kalau tidak,
Tissa tidak tahu apakah ia bisa memalsukan ekspresinya saat ini.
“You don’t need to say that, Tiss…” Bima berkata, menggantung kalimatnya beberapa saat. “Because she said no.”
Tissa
terhentak. Mendadak kakinya yang tadinya serasa berubah menjadi agar-agar,
terasa naik ke atas, ke perutnya, lalu ke dadanya, lalu ke tenggorokannya,
menembus pertahanan biji kedondongnya, dan entah kenapa Tissa rasanya bisa
bernafas lagi.
Ia
ingin menarikan tarian kemenangan, tapi ia cepat tersadar bahwa ini artinya
Bima sedang merasa sangat sedih.
“Bima, I’m on my way to your apartment. Aku bikinin
Indomie rebus rasa Kari Ayam pake potongan cabe rawit? How?”
“That sounds perfect.” Bima menutup perbincangan.
Indomie
rebus rasa Kari Ayam dengan potongan cabe rawit. Instant therapy ala Bima. Bima menyungging senyum kalau ingat
bagaimana Tissa hafal dengan kebiasaannya.
Meskipun
tidak bisa dipungkiri… Saat ini dada Bima terasa sangat sesak dan pilu.
Those 8 years relationship, Viera. Bagaimana bisa kamu tega melakukan ini ke aku?
Mendadak
bayangan kata-kata Viera ketika menolak lamaran Bima kembali terekam di
kepalanya.
“Bima, aku tahu kamu sayang aku. Dan aku juga sayang
kamu. Sangat. Tapi, aku cuma sayang sama kamu, apakah kamu juga cuma sayang
sama aku?”
Dan
entah kenapa saat itu Bima tak sanggup menjawab.
“Adilkah ini buat aku? Buat kamu? Buat kita?”
Dengan
begonya Bima kembali hanya bisa diam.
“Nikahi perempuan yang membuat kamu merasa hanya dia
yang bisa kamu sayangi, Bima.”
To be continued…
No comments:
Post a Comment