Thursday, May 23, 2013

Layang-Layang #2



Read the previous story here

2013
“Happy Graduation, Tissa. It’s so nice to see you coming back home.” tukas Bima tulus.
“Thank you, Bima. Can’t do this without you. Really.” Tissa tersenyum, menatap Bima dengan pandangan yang sulit diartikan.
Mereka berdua berdiri terdiam kikuk. Di bandara yang penuh dengan orang berlalu lalang. Tapi seakan-akan dunia hanya milik mereka berdua. Yang saling menatap dengan penuh rindu. Bersamaan dengan debar dada dan… kupu-kupu di perut.
Those butterflies.
Yang Tissa tahu setelah itu Tissa menghambur ke pelukan Bima. Mendekapnya erat. Seolah berbisik dalam diam.
Pelukan penuh rindu.
Yang kini mereka berdua sadar apa maknanya.
Ini rasa sayang.
Sayang yang seperti apa?
Saat ini mereka merasa terlalu malas untuk mendefinisikannya. Sayang ya sayang saja. Mereka memutuskan untuk tidak memikirkannya dan memilih untuk menikmatinya di dalam peluk dan dekap hangat saat ini.
Tidak perlu dikatakan. Biar rasa yang menjawab.

2014
“Tissa, kemarin aku ngelamar Viera.”
Tissa yang saat itu sedang di dalam lift kantornya mendadak merasa kakinya berubah menjadi agar-agar. Ia menggenggam ponsel di telinganya kencang. Seakan berusaha meyakinkan kabar yang ia barusan dengar bukanlah khayalannya semata.
“Eh…” alih-alih mengucapkan selamat, Tissa hanya mengeluarkan gumaman tak jelas. Lidahnya kelu. Tenggorokannya seakan dimasuki oleh biji kedondong.
“Tiss?”
“Eh? Ya? Eh… Selamaaaat Bimaa! So happy for you!” sahut Tissa kaku. Untung ini percakapan via telepon, kalau tidak, Tissa tidak tahu apakah ia bisa memalsukan ekspresinya saat ini.
“You don’t need to say that, Tiss…” Bima berkata, menggantung kalimatnya beberapa saat. “Because she said no.”
Tissa terhentak. Mendadak kakinya yang tadinya serasa berubah menjadi agar-agar, terasa naik ke atas, ke perutnya, lalu ke dadanya, lalu ke tenggorokannya, menembus pertahanan biji kedondongnya, dan entah kenapa Tissa rasanya bisa bernafas lagi.
Ia ingin menarikan tarian kemenangan, tapi ia cepat tersadar bahwa ini artinya Bima sedang merasa sangat sedih.
“Bima, I’m on my way to your apartment. Aku bikinin Indomie rebus rasa Kari Ayam pake potongan cabe rawit? How?”
“That sounds perfect.” Bima menutup perbincangan.
Indomie rebus rasa Kari Ayam dengan potongan cabe rawit. Instant therapy ala Bima. Bima menyungging senyum kalau ingat bagaimana Tissa hafal dengan kebiasaannya.
Meskipun tidak bisa dipungkiri… Saat ini dada Bima terasa sangat sesak dan pilu.
Those 8 years relationship, Viera. Bagaimana bisa kamu tega melakukan ini ke aku?
Mendadak bayangan kata-kata Viera ketika menolak lamaran Bima kembali terekam di kepalanya.
“Bima, aku tahu kamu sayang aku. Dan aku juga sayang kamu. Sangat. Tapi, aku cuma sayang sama kamu, apakah kamu juga cuma sayang sama aku?”
Dan entah kenapa saat itu Bima tak sanggup menjawab.
“Adilkah ini buat aku? Buat kamu? Buat kita?”
Dengan begonya Bima kembali hanya bisa diam.
“Nikahi perempuan yang membuat kamu merasa hanya dia yang bisa kamu sayangi, Bima.”

To be continued…

No comments:

Post a Comment