Kapan
terakhir kali kamu merasa sangat gamang dengan hidupmu sendiri?
Gamang
dalam artian kamu seakan-akan tidak punya tujuan hidup. Tidak punya tempat
pulang. Tidak punya keinginan.
Bagiku,
saat itu adalah sekarang.
***
Breaking up is never easy. Bagi siapapun.
Aku
udah lelah dengan kata-kata ingin move on. Iya, aku tahu, aku harus move on.
Harus dan tidak boleh tidak. Move on itu yang terbaik, kalau nggak move on
bagaimana aku bisa melanjutkan hidup?
Iya aku
tahu.
Hanya
saja, itu sangat sulit untuk dilakukan. I
can’t handle the pain.
So…
ketika aku menempuh perjalanan 512 km untuk bertemu dia, boleh kan?
Tujuannya
apa?
Nggak
ada. Aku bahkan nggak tahu apa tujuannya.
Untuk memohon-mohon
agar mendapatkannya kembali? No. Untuk marah-marah dan memaki-maki? No.
Kan
dari awal aku sudah bilang, hidupku sedang tidak ada tujuannya.
Sesederhana
itu.
Jadi saat
ini aku sedang terduduk diam di dalam pesawat, memandang awan-awan yang dari
jendela terlihat sangat putih, empuk, dan indah.
I wish I could just fly dan menghambur di antara awan-awan itu.
Lalu
entah kenapa awan-awan itu tiba-tiba mengingatkan aku kepada dia. Mengingatkanku
kepada arum manis warna putih yang ia bawakan ke rumahku ketika aku ngambek
saat kita berantem dulu.
Dan air
mataku mendadak menetes.
Damn you broken heart. Bisa-bisanya ngeliat awan terus inget mantan pacar.
Dari mana asal usulnya coba. Sial.
Tiba-tiba
seseorang yang duduk di sampingku menyodorkan tissue-nya ke arahku.
Aku
menoleh gagu. Kampret, malunya ampun-ampunan sampai ketauan lagi mewek sama stranger. “Eh… Thanks, mas…” ujarku
dengan senyum kaku sambil meraih tissue yang ia serahkan.
“Sama-sama.”
Ujarnya sambil tersenyum.
Sepersekian
detik aku berharap kisah ini akan jadi romantis, ternyata mas-mas ini adalah
jodohku, dan dia ternyata orangnya asyik banget diajak ngobrol, kemudian kami
bertukar nomer handphone, yang dilanjutkan oleh pertemuan-pertemuan romantis
setelah itu.
Namun
yang ada ternyata mas-mas ini kembali melanjutkan membaca buku dan memasang headset di telinganya seperti nggak ada
kejadian apa-apa sebelumnya.
Aku
yang tadinya berniat mengajaknya ngobrol langsung kesal melihat sikapnya yang
lempeng bin arogan seperti ini.
Huh!
Laki-laki dimana-mana sama aja ya!
***
Pesawat
mendarat, aku berniat mengambil tasku di bagasi atas. “Mas, misi, mau ambil tas.”
Laki-laki
itu menyilakan aku lewat, masih dengan ekspresinya yang super datar. Lama-lama
aku merasa jangan-jangan tadi dia nawarin aku tissue gara-gara dia pikir aku
pilek apa ya.
Tak
berapa lama ia ikut berdiri mengantri keluar, kemudian ia menoleh sejenak ke
arahku.
“Davin.”
Tukasnya pendek sambil mengulurkan tangan kepadaku.
Cuma
orang gila yang ngajak kenalan di dalam antrian penumpang pesawat yang
dempet-dempetan penuh sesak seperti ini.
Aku
untuk kedua kalinya meringis gagu. “Maya.” Jawabku pendek.
“Ini
kartu nama saya, tolong nanti kalau mau, mbak hubungi saya ya.” Dia kembali
berbicara sambil mengeluarkan kartu nama dari dompetnya.
Aku
menerimanya sambil menatap si Davin ini dengan ekspresi bengong kuadrat. Orang
aneh. Ini laki jangan-jangan mau nawarin MLM apa ya?
Belum
sempat aku menjawab, antrian sudah lengang, dan kami semua berjalan keluar
pesawat, masuk lagi menuju bandara.
Aku
pikir ia akan mengajakku ngobrol lagi, tapi ternyata ia justru berjalan cepat
mendahuluiku dan sibuk dengan telepon genggamnya. Totally melupakan aku yang
beberapa menit yang lalu ia tawari kartu nama.
Sambil
berjalan menuju pintu keluar bandara, aku mengenggam kartu namanya erat. “Orang
aneh.” Batinku dalam hati.
Namun
aku tidak begitu lama memikirkan Davin-Davin aneh ini. Jalan menuju pintu
keluar bandara ini mengalihkan kenanganku lagi.
Aku
masih ingat bagaimana aku selalu antusias melewati lorong bandara ini. Karena
artinya dalam beberapa menit aku akan bertemu dia. Dia yang biasanya sudah
menjemput dan menungguku di luar dengan senyum merekah.
It feels so weird to know how good memories can left
you so much pain.
Meninggalkan
lubang yang sangat perih di dada.
Meninggalkan
luka.
Bandara
Soekarno-Hatta, belum pernah aku melihat tempat ini dengan perasaan semenyakitkan
ini.
To be continued…
No comments:
Post a Comment