Friday, May 24, 2013

A Trip Towards You


Kapan terakhir kali kamu merasa sangat gamang dengan hidupmu sendiri?
Gamang dalam artian kamu seakan-akan tidak punya tujuan hidup. Tidak punya tempat pulang. Tidak punya keinginan.
Bagiku, saat itu adalah sekarang.

***

Breaking up is never easy. Bagi siapapun.
Aku udah lelah dengan kata-kata ingin move on. Iya, aku tahu, aku harus move on. Harus dan tidak boleh tidak. Move on itu yang terbaik, kalau nggak move on bagaimana aku bisa melanjutkan hidup?
Iya aku tahu.
Hanya saja, itu sangat sulit untuk dilakukan. I can’t handle the pain.
So… ketika aku menempuh perjalanan 512 km untuk bertemu dia, boleh kan?
Tujuannya apa?
Nggak ada. Aku bahkan nggak tahu apa tujuannya.
Untuk memohon-mohon agar mendapatkannya kembali? No. Untuk marah-marah dan memaki-maki? No.
Kan dari awal aku sudah bilang, hidupku sedang tidak ada tujuannya.
Sesederhana itu.
Jadi saat ini aku sedang terduduk diam di dalam pesawat, memandang awan-awan yang dari jendela terlihat sangat putih, empuk, dan indah.
I wish I could just fly dan menghambur di antara awan-awan itu.
Lalu entah kenapa awan-awan itu tiba-tiba mengingatkan aku kepada dia. Mengingatkanku kepada arum manis warna putih yang ia bawakan ke rumahku ketika aku ngambek saat kita berantem dulu.
Dan air mataku mendadak menetes.
Damn you broken heart. Bisa-bisanya ngeliat awan terus inget mantan pacar. Dari mana asal usulnya coba. Sial.
Tiba-tiba seseorang yang duduk di sampingku menyodorkan tissue-nya ke arahku.
Aku menoleh gagu. Kampret, malunya ampun-ampunan sampai ketauan lagi mewek sama stranger. “Eh… Thanks, mas…” ujarku dengan senyum kaku sambil meraih tissue yang ia serahkan.
“Sama-sama.” Ujarnya sambil tersenyum.
Sepersekian detik aku berharap kisah ini akan jadi romantis, ternyata mas-mas ini adalah jodohku, dan dia ternyata orangnya asyik banget diajak ngobrol, kemudian kami bertukar nomer handphone, yang dilanjutkan oleh pertemuan-pertemuan romantis setelah itu.
Namun yang ada ternyata mas-mas ini kembali melanjutkan membaca buku dan memasang headset di telinganya seperti nggak ada kejadian apa-apa sebelumnya.
Aku yang tadinya berniat mengajaknya ngobrol langsung kesal melihat sikapnya yang lempeng bin arogan seperti ini.
Huh! Laki-laki dimana-mana sama aja ya!

***

Pesawat mendarat, aku berniat mengambil tasku di bagasi atas. “Mas,  misi, mau ambil tas.”
Laki-laki itu menyilakan aku lewat, masih dengan ekspresinya yang super datar. Lama-lama aku merasa jangan-jangan tadi dia nawarin aku tissue gara-gara dia pikir aku pilek apa ya.
Tak berapa lama ia ikut berdiri mengantri keluar, kemudian ia menoleh sejenak ke arahku.
“Davin.” Tukasnya pendek sambil mengulurkan tangan kepadaku.
Cuma orang gila yang ngajak kenalan di dalam antrian penumpang pesawat yang dempet-dempetan penuh sesak seperti ini.
Aku untuk kedua kalinya meringis gagu. “Maya.” Jawabku pendek.
“Ini kartu nama saya, tolong nanti kalau mau, mbak hubungi saya ya.” Dia kembali berbicara sambil mengeluarkan kartu nama dari dompetnya.
Aku menerimanya sambil menatap si Davin ini dengan ekspresi bengong kuadrat. Orang aneh. Ini laki jangan-jangan mau nawarin MLM apa ya?
Belum sempat aku menjawab, antrian sudah lengang, dan kami semua berjalan keluar pesawat, masuk lagi menuju bandara.
Aku pikir ia akan mengajakku ngobrol lagi, tapi ternyata ia justru berjalan cepat mendahuluiku dan sibuk dengan telepon genggamnya. Totally melupakan aku yang beberapa menit yang lalu ia tawari kartu nama.
Sambil berjalan menuju pintu keluar bandara, aku mengenggam kartu namanya erat. “Orang aneh.” Batinku dalam hati.
Namun aku tidak begitu lama memikirkan Davin-Davin aneh ini. Jalan menuju pintu keluar bandara ini mengalihkan kenanganku lagi.
Aku masih ingat bagaimana aku selalu antusias melewati lorong bandara ini. Karena artinya dalam beberapa menit aku akan bertemu dia. Dia yang biasanya sudah menjemput dan menungguku di luar dengan senyum merekah.
It feels so weird to know how good memories can left you so much pain.
Meninggalkan lubang yang sangat perih di dada.
Meninggalkan luka.
Bandara Soekarno-Hatta, belum pernah aku melihat tempat ini dengan perasaan semenyakitkan ini.

To be continued…

No comments:

Post a Comment