Tuesday, May 28, 2013

Layang- Layang #3

read the previous story, "Layang-Layang #1" here, and "Layang-Layang #2" here 2016
“Bim… He cheated on me…” Tissa tiba-tiba muncul di depan pintu apartemen Bima dan langsung menghambur ke pelukannya sambil terisak.
Bima terlonjak kaget. “Fatur?”
“Ya siapa lagi?” jawab Tissa tak jelas sambil masih terisak di dada Bima.
“How come?”
“Kamu bener, Bim.” Gumam Tissa di antara sela tangisnya. “Long distance relationship sucks. Bullshit.”
Sambil memeluk Tissa dan menenangkan gadis ini, Bima kembali teringat bagaimana Tissa yang dari dulu Bima kenal sebagai cewek yang “easy-going” dan “ramah” sama cowok ini mati-matian mempertahankan hubungannya dengan Fatur, pria yang ditemuinya saat kuliah di Melbourne.
Bagaimana Tissa rela harus LDR karena Fatur memilih untuk melanjutkan kerjanya di Melbourne. Bagaimana Tissa bertahan untuk tidak memperdulikan pria-pria yang bertaburan mendekatinya sepulangnya ia dari Melbourne. Bagaimana Tissa menangis karena perhatian Fatur mulai memudar lama kelamaan.
Namun Tissa tetap bertahan. “Gara-gara ketemu Fatur aku bisa settled down, Bim.” kata Tissa waktu itu. “He changes me into someone I thought I will never be. Dan karena itulah aku mempertahankannya. Cuma dia satu-satunya laki-laki yang bisa merubah aku.”
Tissa masih terisak di dadanya. Menangis tersedu-sedu. Sendu.
“Tissa, kamu terlalu lama menangis di dadaku. Masih tak bisakah kamu mendengar debar jantungku saat ini?” Bima membatin.
Those heartbeats.
Debar yang hanya muncul ketika Tissa ada di dekatnya.

2017
“Untuk Tissa dan Bima… 27 tahun, dan jomblo. And we’re proud of it!” Tissa dan Bima bersulang dengan kaleng coca cola di tangan mereka.
“Kita nggak modal amat. Toast aja pake coca cola. Yang keren dikit sih, Bim. Beer kek gitu. Wine kek gitu.” Tissa berkata sambil terbahak lalu ia menenggak coca colanya.
“Ini jam 8 pagi dan kamu mau minum alkohol, Tiss?”
“Ya nggak papa. Kan bule.” Jawab Tissa sekenanya.
Bima terkekeh. Menatap Tissa yang sedang menatap lurus ke depan.
Ke arah laut.
Ke arah ombak yang bergulung dengan indahnya.
“Eh… layang-layang, Bim!” Tissa menunjuk segerombolan anak-anak yang tengah berlari di pantai sambil bermain layang-layang. “Aaa, mau banget main itu!!”
“Aku inget banget dulu waktu kecil kamu paling ogah diajak main layang-layang.” Ujar Bima. “Katanya takut item. Anak kecil umur 5 tahun aja udah takut item. Centil amat kamu dulu.”
“Bangke!” Tissa memukul pundak Bima spontan.
“Hahaha. Iya iya tuan putri… Aku beliin dulu ya layang-layangnya.” Bima berdiri dan beranjak menuju penjual layang-layang yang banyak mangkal di sekitar pantai.
Tissa menatap punggung Bima yang tengah berlari.
“Kalau ini cinta, mengapa rasanya bisa semenakutkan ini?” Tissa membatin perih.
“Tissaaa! Ayoo sinii!” Bima berteriak dari kejauhan. Layang-layang yang ia pegang perlahan terbang.
Tissa berlari sambil menyungging senyum lebar. Berlari menuju Bima. Berlari menuju debar jantung yang selalu malas ia definisikan maknanya.
Tidakkah kamu merasa hubungan kita seperti layang-layang ini, Bim? Kita terbang mengikuti angin, menikmati angin. Dan kita selalu membiarkannya seperti itu. Karena kita takut, ketika kita menariknya terlalu kencang, kita akan putus. Dan ketika kita melonggarkan talinya, maka kita jatuh.
Masalahnya… sampai kemana angin akan membawa kita, Bim?

***

2018
From: Tissa
Fatur ngajak balikan Bim... What should I do?

Pesan singkat dari Tissa seakan membolak-balik dunia yang sedang dipijak Bima. Tanpa pikir panjang, Bima langsung memutar balik mobilnya dan menuju apartemen Tissa.
Damn Tissa!
Siapkah aku kehilanganmu lagi?

***

“Kamu mau balikan sama Fatur, Tiss?” Bima langsung mencecar Tissa dengan pertanyaan sesampainya ia di apartemen Tissa. Ia bahkan tidak duduk terlebih dahulu.
Tissa terkejut dengan kedatangan Bima yang mendadak. “Eh…”
Bima terduduk di sofa. Nafasnya tersengal karena berlari dari parkiran mobil.
Tissa terdiam menatap Bima yang panik. Tidak perlu ditanya terlebih dahulu, sebenarnya Tissa sudah tahu dan maklum akan respon berlebihan Bima ini.
Toh, selama ini mereka sebenarnya sudah sama-sama tahu. Hanya saja saat ini mereka memilih untuk pura-pura tidak tahu.
“Is it okay for you, Bim?” akhirnya Tissa memecah keheningan.
Bima memandang Tissa lemah. Ia melonggarkan dasinya. Sungguh ia panik, ini terlalu tiba-tiba.
“No, Tiss. It is not.” akhirnya Bima menjawab perlahan. Pertahanannya runtuh.
Tissa menghela nafas dalam. “Bima, what happened to us?”
“Aku nggak tahu, Tiss. Sampai kapan kita mau seperti ini? Menahan perih ketika salah satu pergi, hanya untuk memastikan apakah nanti ia akan kembali atau tidak?”
“Aku selalu sayang sama kamu, Bim. Aku tahu kamu itu.”
“Dan aku juga selalu sayang sama kamu ,Tissa. Semenjak kamu ngambek sama aku waktu kamu nggak mau main layang-layang sama aku.”
Tissa terdiam, ia menggigit bibirnya. Akhirnya saat-saat yang paling ia takutkan datang.
“Can we make it, Tiss? Aku nggak sanggup lihat kamu balikan sama Fatur. Aku nggak sanggup kehilangan kamu… lagi.”
Tissa menggenggam tangan Bima erat. “Bima, aku sudah mengalami berkali-kali kisah cinta yang gagal. Dan menangisi semuanya. Aku payah dalam cinta, Bim. Kamu tahu itu.” Tissa menjawab, ia menahan isaknya. “I don’t wanna ruin this with you. This is too scary. Because I love you too much.”
“Aku juga takut, Tiss. Tapi aku lebih takut lagi kalau harus kehilangan kamu sekali lagi.”
“Mungkin pertanyaannya harus kamu ganti, Bim. Siapkah kamu bersama aku setelah ini? Karena, you know what, kita bersama setelah ini akan lebih menakutkan daripada kita kehilangan satu sama lain.”
Bima memandang Tissa. Mereka berpandangan lama. Lama sekali. Seakan-akan mata mereka bisa berbicara.
“Let’s take the risk, Tiss.” akhirnya Bima menjawab. “Ayo kendalikan layang-layang kita, berdua.”
“Bagaimana jika putus? Bagaimana jika ia jatuh?”
“Setelah yang kita lalui bertahun-tahun ini, aku percaya kita selalu bisa menyambungnya dengan benang lagi, dan memperbaikinya jika memang harus jatuh.”
“Kok mendadak kamu bijak? Hahaha.” Tissa terbahak.
“Hahaha. Yang aku tahu, aku nggak mau kamu pergi lagi, Tiss. There’s no guarantee in every love story. So… let’s take the risk. High risk, high return, dan bersama kamu, aku tahu kamu adalah resiko yang layak diperjuangkan.”
Tissa tersenyum. “I love you.”
“I love you too, Tissa.”
Bagi Bima dan Tissa, butuh waktu bertahun-tahun untuk menyadari bahwa mereka memang harus bersama. Butuh waktu bertahun-tahun untuk sadar bahwa sampai kapanpun mereka menunggu, tetap tidak akan ada yang tahu pasti apakah mereka nantinya akan berjodoh atau tidak.
Layang-layang memang bisa putus jika ditarik terlalu kencang. Bisa juga jatuh jika benangnya terlalu longgar. Namun mereka tidak bisa bergantung selamanya pada angin. Toh, layang-layang mereka tidak akan terbang indah jika mereka hanya mengikuti angin. Kadang butuh ditarik, kadang butuh dilepas sejenak.
Jadi… siapakah layang-layangmu?

No comments:

Post a Comment