Monday, May 20, 2013

Layang-Layang


1999
“Ayo main layang-layang Tiss!” Bima berteriak di depan rumah Tissa.
Tissa menengok dari balik jendela kamarnya. “Ngga mauu. Nanti item!”
“Kamu kan udah item, ngapain takut item! Hahaha!”
“Bima jelek nyebelin!”
“Makanya yuk ah!”
Butuh waktu 20 menit bagi Bima meyakinkan Tissa untuk ikut bermain layang-layang bersamanya. Toh akhirnya Tissa menurut saja mengikuti Bima bermain layang-layang di lapangan.
Berlari. Di tengah terik matahari.
Di antara semak dan rerumputan.
Tertawa.

2004
Kamu sih Tiss. Udah tahu juga si Adrian itu playboy kondang SMP kita. Masih aja dipacarin.”
“Kok kamu malah ngomelin aku siiih?” Tissa berteriak di sela isak tangisnya.
“Kamu dari dulu itu sama aja, susah percaya sama aku. Makanya, sekali-sekali nurut kalo dibilangin.”
Alih-alih mereda, tangisan Tissa malah semakin keras. Bima mulai panik.
Butuh waktu 20 menit bagi Bima untuk menghibur Tissa sampai akhirnya Tissa tersenyum dan bisa menghentikan tangisnya.
“Bima, pokoknya kamu harus janji sama aku, kamu nggak bakalan kemana-mana.”
Bima tersenyum sambil menyodorkan janji kelingkingnya. “Iya, janji… Nggak bakalan kemana-mana.”

2008
“Bima sayang banget ya sama Viera?” tanya Tissa pada suatu senja di sebuah kedai es krim mungil langganan mereka.
“Kalo nggak sayang, nggak mungkin bertahan sampe dua tahun, Tiss… Hahaha! Kok tiba-tiba nanya begituan?”
Tissa menyuap es krim ke mulutnya. “Kok bisa sih, Bim, tahan sampe dua tahun? Aku aja tiga bulan udah nyerah deh.”
“Berarti kamu belum pernah ngerasain yang namanya sayang, Tiss.” Ujar Bima diplomatis.
Tissa memandang Bima dalam-dalam penuh tanya. Selama ini Tissa yang cantik dan supel featuring Bima si pendiam selalu menjadi legenda di kalangan teman-temannya. Selain karena mereka sudah bersahabat dari balita, kenyataan bahwa mereka bisa benar-benar pure bersahabat selalu menjadi tanya teman-teman mereka.
“Kata Ninda, aku nggak bisa dapet pacar serius gara-gara ada kamu, lho, Bim.”
Bima tertawa terbahak. “Sukurin. Salah sendiri kenal aku.”
“Iihh… Mentang-mentang udah punya Viera!” Tissa mendengus kesal.
“Tiss.” Bima berkata, menggantung kalimatnya sejenak. “Aku tahu, kamu akan menemukan cinta versi kamu sendiri. Kamu cuma harus bersabar. Give the time, some time.”
Tissa memandang Bima tak mengerti.
Yang ia tahu, ia hanya merasa aneh.
Seperti ada kupu-kupu terbang di perutnya setiap kali ia melihat Bima.
Kupu-kupu yang terbang perlahan dari perut, menuju ke jantungnya. Menimbulkan sensasi aneh yang tak bisa Tissa jelaskan mengapa.
Butterflies, keep flying around…

 2010
“Gimana kabar Fatur, Tiss?” Bima berkata. Saat ini mereka sedang skype-an. Tissa kuliah di Melbourne, dan Bima di Jakarta.
“Fatur baik. Hahaha, emang bener kamu Bim. Ternyata aku harus ke luar negeri dulu baru nemuin cowok yang bisa serius sama aku. Hihihi.”
Bima memerhatikan ekspresi muka Tissa di layar laptopnya. Binar mata yang berkilau. Binar mata yang sama ketika Bima mengajaknya bermain layang-layang dahulu.
Seperti itulah mata Tissa ketika ia sedang sungguh-sungguh mengagumi sesuatu.
Dan Bima sangat mengerti itu.
“Eh… Viera gimana? Lancar paak?”
“She’s pretty. As always.” Bima tersenyum.
Tissa ikut tersenyum memandang Bima. Begitupun Bima.
Bima merasakan sesuatu yang ia tahu itu aneh. Kupu-kupu di perut, debar jantung tak menentu setiap koneksi skype mereka tersambung dan wajah ayu Tissa muncul di layar laptopnya.
Sudah dua tahun tidak bertemu. Bima sungguh-sungguh rindu.
Rindu gelak tawa Tissa setiap Bima mengeluarkan lelucon jayus bodoh, yang anehnya hanya Tissa yang bisa tertawa karenanya.
Rindu gaya ngomel Tissa ketika Bima jahil padanya.
Bima sungguh rindu.

To be continued….

No comments:

Post a Comment