Friday, June 7, 2013

Tujuh Belas



Hari ini hari ulang tahunku. Aku bangun dari tidur panjangku dan berharap sebuah kejutan pagi hari akan menyambutku.
Tapi nyatanya aku terbangun, dan menyadari rumahku sesepi hutan Amazon. Mama dan Papa entah berada dimana, dan aku hanya mendapati secarik memo mungil tertempel di lemari es.
Adek kumat. Mama Papa di rumah sakit. Bikin sarapan sendiri, pulang sekolah langsung ke RS ya tengok adik.
Aku mendengus pelan. Aku harus memasak sarapan sendiri di ulang tahunku? Yang ke-17?
Great.
Aku menuju dapur enggan. Adikku, Rara, memang punya leukimia yang lumayan kronis. Kadang-kadang dia suka pingsan mendadak dan itu mungkin ya yang membuat perhatian mama dan papaku jadi lebih untuk adikku.
Tapi, tolong deh, ini kan hari ulang tahunku yang ke-17??
Setidaknya sisipkan kalimat, happy birthday gitu kek, di memo.
Aku memasak mi instan asal-asalan. Mengunyah sarapanku dengan sebal dan mencoba melupakan kejadian pagi yang membuatku badmood berat. Aku mengambil ponselku, tapi ternyata itu keputusan yang salah karena moodku malah jadi semakin berantakan.
Hanya ada dua ucapan ulang tahun yang kuterima:
From: gilangku <3 o:p="">
Happy Birthday Mona sayaaaang… wish you all the best. Nanti pulang sekolah ketemuan bisa? We need to talk...
Aku tersenyum dan membalas,
To: gilangku <3 i="">
Makasih sayaaang, tentu bisa doong. I hv a very bad birthday nih...
Lalu aku melihat inbox satunya,
From: Tika [08928653839]
HAPPY BIRTHDAAAAY! MAKAN-MAKAAAN! :D
Aku membalasnya malas-malasan. Tika itu sahabatku, tapi akhir-akhir ini aku sedang sebal dengan dia. Entahlah, dia selaluuu saja mengkritisi hubunganku dengan Gilang. Yang so far, baik-baik saja. Ini sudah menuju bulan keenam, dan kita bahkan belum pernah berantem untuk sesuatu yang berarti.
Apa-apaan sih Tika, aku tahu Gilang ganteng banget, tapi kalo sirik nggak gini caranya dong ya? Iya kan?

***

Ini masih hari ulang tahunku.
Dan aku masih saja mengalami badmood parah. Iya sih, teman-temanku memberiku ucapan ulang tahun, tapi, that’s it? Mana kado dan cake lezat berhiaskan lilin berjumlah tujuh belas?
Beberapa orang bilang, ulang tahun ke-17 adalah ulang tahun paling indah. Kalau di luar negeri, itu waktunya kamu dapat SIM dan mobil yang dibungkus pita di halaman rumahmu. Aku kayaknya emang kebanyakan nonton TV deh, dan bukannya aku berharap dapat mobil yang dibungkus pita, itu sih terlalu ngimpi, tapi seenggaknya kado deh. Isinya apa aja terserah.
Hello? Masak nggak ada yang sadar??
Aku jadi tidak sabar bertemu Gilang. Karena kamu tahu enggak, selain teman-temanku yang sangat teramat sangat tidak peka itu, di tanganku sekarang terdapat selembar kertas ulangan Matematika bertuliskan angka 45 besar berwarna merah di depannya.
Iya! Jadi setelah dimarahi habis-habisan sama Bu Asri gara-gara nilai Matematika yang parah ini, aku juga jadi harus ikut ulangan perbaikan, BESOK. Sempurna! Jadi nanti malam aku harus belajar untuk remedial.
This is really the” best” birthday ever.

***

Aku setengah berlari menemui Gilang di ujung lorong sekolah. Aku kangen sekali dengannya. Dan aku butuh dia, aku mau menumpahkan kekesalanku. Rasanya aku sampai ingin muntah saking kesalnya aku dengan hari ini.
”Gilaaaaaang... Aku bete banget, masak di hari aku ulang ta....”
Tapi Gilang buru-buru menyetop kata-kataku. ”Aku mau ngomong, Mon...”
Firasatku langsung enggak enak. ”Ngomong tentang apa Lang?”
Dia terdiam sejenak. Wajahnya tertekan sekali. ”Ini tentang kita...” Ia bergumam. ”Maafin aku yang enggak bisa jadi pacar yang baik, aku pasti bakalan jadi brengsek banget, setelah hari ini...”
”Maksudmu apa sih Lang?”
”Hubungan kita nggak bisa diteruskan.”
Aku merasa puluhan biji kedondong menyerbu kerongkonganku.
”Maaf banget Mon, ini bukan salahmu, ini salahku, aku yang nggak pernah bisa menyayangimu sepenuh hati. Aku yang merasa berdosa karena harus membohongi kamu selama ini. Aku yang nggak pernah bisa tega melepaskan kamu yang baik banget, yang sangat perhatian dan menyayangiku.Maafin aku Mon...”
Aku terdiam lama sekali menatap manik matanya dalam-dalam. Aku shock. Aku sampai enggak bisa mengeluarkan air mata.
”Mona?”
”Kenapa harus hari ini Lang?” ujarku perlahan. ”Kenapa enggak kemarin? Atau besok? Atau lusa? Atau dari dulu-dulu??”
Ia gantian terdiam, mencoba mencari jawaban. ”Aku pikir hadiah terbaik yang bisa kamu dapatkan hari ini adalah berpisah dengan aku Mon. Aku cowok yang buruk buat kamu. Kamu nggak pantes bersamaku, kamu bisa mendapatkan yang lebih baik dari aku.”
Begitu mendengar kalimat terakhirnya itu, aku langsung tersadar. Aku nggak pantas shock untuk cowok sebrengsek dan segombal dia yang mutusin ceweknya dengan alasan separah itu. Oh please deh, hadiah terbaik? Emang aku segoblok apa?
”Pergi kamu.” ucapku pendek. ”Jangan pernah ganggu hidupku lagi.”
Ia terdiam, lalu mengeluarkan sesuatu dari tasnya, sebuah bungkusan kado berwarna hijau muda. ”Terima ya, ini permintaan maaf.”
Aku menatapnya kosong. ”Makasih.”
Ia berdiri kikuk, lalu akhirnya berlalu dari pandanganku cepat.
Aku menatap kadonya hampa. Jadi, disinilah aku, duduk di koridor sekolah sendirian, di hari ulang tahun ke-17. Betapa kasihannya aku.
Lalu akhirnya aku nggak tahan nggak menangis. Bukan karena aku habis putus dengan Gilang ya, tapi lebih karena akumulasi kekecewaan bertubi-tubi yang kudapatkan hari ini. Aku sedih sekali. Aku sendirian, dan tidak punya siapa-siapa yang mengerti aku.
”Jangan nangis dong, Mon...” sebuah suara mengagetkanku.
”Tika?” Aku bergumam sambil sesenggukan. ”Kok kamu masih disini?”
”Aku nggak mungkin meninggalkan sahabatku sendirian dalam keadaan sedih lah...”
Aku menatap wajah sahabatku ini lekat-lekat, dan akhirnya aku memeluknya. ”Aku habis putus sama Gilaang Tik... Huhuhu, aku benci hari ini...”
Akhirnya aku mengeluarkan semua unek-unekku. Dan ini adalah the best reason kenapa aku sangat suka bersahabat dengan Tika. Setiap aku ngomel-ngomel dia hanya diam dan mendengarkan tanpa berkomentar apapun.
”Sudah ngomel-ngomelnya? Jadi, kamu nggak bisa nyalahin aku ya kalo kamu putus dengan Gilang, aku sudah bilaaang...”
”Iya-iyaaa...  aku yang salaaah.” aku cemberut.
”Kamu nggak sendirian kok, masih ada aku, kita kan teman selamanya. Ya kan?” Iya tersenyum warmly. ”Mau makan es krim di Icy Cafe?”
Oh My God!” Aku mengetok jidatku. ”Aku lupa! Aku harus ke Rumah Sakit jenguk adekku! Dia pingsan lagi tadi pagi.”
”Dasar Mona bodoh! Kok bisa lupa sih? Ayo berangkat sekarang, aku anterin!”
”Aduh, makasih ya Tik... aku jadi ngrepotin kamu.”
”Udah deh basa-basinya, yuk ah capcuus.”
Aku tersenyum lega. Ini memang hari ulang tahun terburuk seumur hidupku. Tapi aku bersyukur, aku masih punya sahabat paling baik sedunia yang pernah ada.

***

Aku masuk ke kamar tempat adikku terbaring lemah. Wajahnya pucat sekali.
”Kamu kemana aja sih Mona? Jam segini baru pulang?” Papa bertanya kesal.
Aku hampir saja berteriak, Helllooo, this is my birthday Paa. Do you realize it? Tapi begitu aku melihat wajah pucat adikku, aku langsung nggak tega. Melihat anak berumur 7 tahun harus bertahan dengan leukimianya membuatku merasa kerdil.
”Kak Mona...” Rara memanggilku lemah.
”Apa Ra? Gimana badanmu, udah agak mendingan?”
”Selamat Ulang Tahun, Kak... maaf ya, Rara enggak bisa ngasih kado...”
Aku langsung terdiam. Papa langsung menghentikan aktivitas baca korannya. Mama berhenti menyapu, dan Tika yang ada di sampingku menatapku tajam.
Mendadak aku menangis lagi. Aku sungguh merasa bodoh dan egois. Aku kesal dengan apa yang sempat aku rasakan hari ini. Aku kakak yang jahat.
”Nggak papa Ra... nggak papa, yang penting kamu cepet sembuh...”
”Kak Mona kok nangis sih? Rara aja enggak nangis loh, padahal Rara lagi sakit... hihihi.”
Rara tersenyum lucu sekali. Aku tidak tahan lagi, aku langsung keluar kamar, aku nggak tega melihat wajahnya.
Di luar, mama dan papa langsung mendatangiku. ”Mona... maafkan papa dan mama karena lupa ulang tahunmu ya...”
Aku menggeleng. ”Enggak ma, pa. Mona yang minta maaf karena tadi sempat kesal gara-gara mama dan papa lupa ulang tahun Mona. Harusnya Mona ngerti karena Mama dan Papa pasti pusing sekali ngurusin Rara...”
Mama berkaca-kaca, ia mengelus rambutku lembut. ”Kamu nggak keberatan kan kalau doa untuk kamu hari ini mama berikan untuk adik kamu?”
Aku tersenyum. ”Malah seharusnya Mona yang semestinya sadar, ulang tahun enggak selalu berarti Mona harus mendapat kado Ma, akan lebih berarti kalau malah Mona yang memberi hadiah untuk orang lain. Jadi, kali ini, Mona akan memberi hadiah doa terindah untuk Rara Ma...”
Mamaku tersenyum hangat, ”Kamu bertambah dewasa, Mona sayang...”

***

Di luar hujan deras. Aku sendirian di rumah, berhadapan dengan buku matematika untuk remedial besok.
Aku bersyukur karena aku berpisah dengan Gilang—saat ini aku sedang mengenakan kadonya yang ternyata sebuah syal baby pink yang lucu banget—dan karena aku ternyata masih punya sahabat yang mencintaiku.
Tentang usia tujuh belas, aku belajar banyak hari ini.
Bahwa walaupun aku kehilangan segalanya, bukan berarti aku tidak mendapatkan apapun.
Aku, Anamonna Pradityaputri, usiaku 17 tahun.
Dan aku bangga menjadi 17.

No comments:

Post a Comment