“Nak,
itu anakmu mau dikasih nama siapa?”
Aku
menatap bayi mungil di gendonganku sejenak. “Belum tahu, bu. Nunggu ayah aja.
Aku maunya ayah yang kasih nama anak ini, lagian ini kan cucu pertamanya Papah...”
“Walah..
Keburu anakmu SD kalo nunggu ayahmu, Nak…” Ibuku mengikik. “Kamu kayak nggak
tahu ayahmu sibuknya kayak apa aja…” kemudian ia beranjak pergi.
Aku
mendesah. Sebenarnya aku setuju juga dengan kata-kata Ibu. Boro-boro nyariin nama buat cucunya… ketemu aja belum…
***
So… let me tell you a story about my life, ya.
Namaku
Arina. Aku adalah anak perempuan dari seorang ayah super hebat bernama Seno
Zakaria Sastroadmodjo. Iya, Bapak Seno, which
is adalah presiden kita saat ini. Papah, begitu aku selalu memanggilnya.
Iya,
aku adalah anak presiden. Kalau di film-film Hollywood maka aku akan
digambarkan dikelilingi bodyguard setiap
akan pergi kemanapun. Hidupku akan terkekang, aku susah cari pacar… Kemudian
aku akan jatuh cinta pada bodyguard-ku.
Jreng.
Kebanyakan nonton Drama Korea emang jadinya ya begini ini. Hahaha.
Jangan
kecewa ya, tapi hidupku nggak sesuram itu kok. Memang, aku selalu ditemani bodyguard tiap akan kemanapun. Ohya, fyi, bodyguard-ku
namanya Bang Rosyid. Tampangnya memang sangar kayak Raul Lemos, tapi hatinya
baik banget, rajin mengaji serta sayang keluarga.
Yah,
malah ngomongin Bang Rosyid. Ya gitu deh, punya bodyguard nggak seserem yang di tivi-tivi
kok. Hal itu nggak membuat aku terus jadi susah dapat pacar. Justru saat ini
aku telah menikah dengan pacarku semenjak kuliah dan baru saja dikaruniai anak
laki-laki yang ganteng.
But… you know what, masalah
dari anak yang pekerjaan ayahnya adalah seorang presiden adalah… You will never had a time to meet him.
Like… never.
Bukan
soal bagaimana hidupmu akan selalu diawasi oleh media, bukan soal pernikahanmu
yang diberi label Royal Wedding, bukan soal nama ayahmu yang akan selalu muncul
di koran setiap hari… Tapi…
Kamu
nggak akan pernah punya kesempatan untuk bertemu ayahmu lagi. Sesederhana itu.
Simpelnya,
pernah nggak kamu punya teman yang super sibuk yang susah banget ditemui
kemudian kamu berkata, “Ah, susah banget sih ketemu elu. Sok sibuk banget.
Sibuknya kayak presiden aje.”
Bedanya,
kali ini, my father is really a
president.
And it’s never been easy.
***
“Sayang,
kamu sampe kapan mau nungguin Bapak kasih nama buat anak kita?” Suamiku nyeletuk
di sela lamunanku. “Kamu harus ngerti sayang, Bapak sibuk banget…”
“Aku
tahu, kamu sedih belum bisa ketemu Bapak. Tapi kamu harus ngerti… Sekarang
beliau bukan cuma Bapak kamu, dia Bapak kita semua… rakyat Indonesia.” Lanjut
suamku lagi.
Aku
terdiam lama sekali, menatap suamiku seraya mengelus kepala mungil anakku.
Apakah salah mengharapkan seorang kakek memberi nama untuk cucu pertamanya?
Apakah salah seorang anak perempuan merasa sedih karena ayahnya tidak memiliki
waktu untuk menengok cucunya?
Salahkah
aku, Sayang? Salahkah aku? Egoiskah aku?
“All I wanna get is just a name… Is it really
that hard?” Aku merasakan mataku mulai pedas, sebelum perlahan basah lalu
akhirnya basah sekali. “Apa Papah nggak bisa, satu jam saja jadi ayah normal
yang menjenguk cucu pertamanya?”
“Satu
jam saja. Aku cuma minta satu jam, dari beribu jam dari waktu yang sudah ia curahkan untuk negeri
ini. Untuk negeri yang seakan tidak pernah puas atas segala pengorbanannya.
Untuk negeri yang mau bagaimana kerasanya Papah bekerja tetap tidak akan
berhenti memakinya.”
Suamiku
memelukku yang sudah sesenggukan. Ia hanya sanggup memandangku tak berdaya.
Mungkin antara menyadari bahwa perasaan yang saat ini kurasakan adalah
manusiawi, namun di saat yang sama, aku juga harus mengerti bahwa mau tidak
mau, aku harus memiliki kesabaran yang lebih besar daripada anak-anak perempuan
lain.
“Bukannya
Bapak nggak mau atau nggak peduli sama kamu, Arina. This is not something he wants to do, but he has to do it.” Kata
suamiku perlahan.
***
Malamnya,
aku menerima satu pesan singkat dari Ayahku yang saat ini sedang mengunjungi
daerah perbatasan di Kalimantan.
From: Papah
Arina, Papah sedang di Kalimantan. Kata ibu, cucu Papah
sudah lahir ya? Semoga jadi cucu yang selalu jujur, berbakti sama nusa dan
bangsa ya, Arina. Kamu harus jadi ibu yang baik buat cucu2mu. Maaf Papah belum
bisa jenguk.
Sudah.
Hanya itu. Singkat. Padat. Lugas. Jelas.
Aku
mendesah.
Mungkin
aku yang salah karena berharap banyak.
Mungkin
memang aku yang keterlaluan karena memiliki perasaan selayaknya anak perempuan
normal… which in this case, my father is
not an ordinary father. He is extraordinary.
And you are an extraordinary grandson, Nak. Aku
membatin, memandang anak laki-lakiku yang sedang tertidur di sampingku dengan
pulasnya. You should be, and you have to.
Aku meredupkanlampu
kamarku. Merebahkan badanku di kasur dan memandangi layar ponselku lalu
mengetik:
I wish you are fine, Dad. Wherever you are now.
I miss you, Dad. I need you, actually. I want you to
come home now.
Aku
sudah hampir mengetik tombol send di
ponselku sebelum akhirnya aku memandang anak laki-lakiku dan mengubah
pikiranku.
Dan aku
hanya mengetik:
Makasih, pah. Alhamdullah cucu papah sehat. Semoga
papah selalu diberkati disana. Amin.
Message sent.
Aku
tahu, di luar sana, banyak yang jauh-jauh lebih membutuhkan Papah daripada aku.
Aku bisa jaga diriku, pah. Aku harus bisa.
Eventhough it’s damn hard. Aku memutuskan untuk mengalah.
***
Jakarta (23/02) – Presiden Seno Zakaria meresmikan
program Pendidikan Gratis Terpadu 2014 – 2019. Dalam pidatonya, Seno Zakaria
mengatakan bahwa kualitas pendidikan bangsa merupakan solusi utama atas segala
permasalahan di negeri ini. “Negeri ini sudah menumpuk terlalu banyak
permasalahan. Ekonomi, kesehatan, kriminalitas, korupsi, dan masih banyak lagi.
Sudah jelas, bahwa mutu sumber daya manusia harus ditingkatkan. Bagaimana
caranya? Pendidikan. Yang tinggi, setara, dan mudah diakses oleh rakyat. Kesadaran
akan pendidikan yang tinggi adalah solusi untuk mengatasi krisis
multidimensional yang melanda bangsa ini.”
Presiden Seno Zakaria menyampaikan pidatonya di
Malinau yang merupakan daerah terpencil yang menjadi perbatasan Indonesia –
Malaysia di Kalimantan Timur. Presiden bertandang ke Nunukan dalam rangka
mensosialisasikan program Pendidikan Gratis Terpadu 2014 – 2019…..
Aku
menghempaskan surat kabar di tanganku. Menghela nafas dalam. Mengingat begitu
banyak pengorbanan yang ia lakukan demi negeri ini, sungguh aku merasa tak
pantas kalau harus mengeluh gara-gara anakku tidak dijenguk olehnya.
Aku
ikhlas, Pah. Ikhlas.
“Gimana,
Arina? Sudah tahu akhirnya anakmu mau dikasih nama apa?” Ibuku datang sambil
menggendong anakku, menghampiriku yang
terduduk diam di sofa.
“Sudah
bu.” Aku meraih anakku dari gendongan ibuku. “Namanya Seno Zakaria. Kayak nama
Papah.”
Anak di
gendonganku terbangun. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali kemudian menatapku
dan mendadak tertawa. Seakan berkata setuju akan nama yang baru saja
kutasbihkan padanya. Mungkin harapanku agar Papah-lah orang yang harusnya
memberi nama pada anakku harus pupus. Tapi mungkin juga ini saatnya menanamkan
doa dan harapan baru kepada anakku, alih-alih mewujudkan harapanku sebelumnya.
Be like your grandfather, dearest Son. Be brave, be
honest. Jadi apapun kamu kelak, berdedikasilah pada pekerjaanmu. Bergunalah
untuk sesama. Jangan egois. Jangan rakus. Berikan selalu yang terbaik untuk
orang-orang di sekelilingmu… Just like him, kakekmu, Seno Zakaria.
Dan
Seno Zakaria Kecil-pun tertawa lagi.
So, are you agree with this, son? Good boy. Bener lho, janji ya sama Bunda…
Jogja,
24 Februari 2013
*ditulis untuk buku kumpulan cerita tentang Presiden
aaaa bagus banget sarah ceritanya
ReplyDelete