Wednesday, June 12, 2013

Papah


“Nak, itu anakmu mau dikasih nama siapa?”
Aku menatap bayi mungil di gendonganku sejenak. “Belum tahu, bu. Nunggu ayah aja. Aku maunya ayah yang kasih nama anak ini, lagian ini kan cucu pertamanya Papah...”
“Walah.. Keburu anakmu SD kalo nunggu ayahmu, Nak…” Ibuku mengikik. “Kamu kayak nggak tahu ayahmu sibuknya kayak apa aja…” kemudian ia beranjak pergi.
Aku mendesah. Sebenarnya aku setuju juga dengan kata-kata Ibu. Boro-boro nyariin nama buat cucunya… ketemu aja belum…

***

So… let me tell you a story about my life, ya.
Namaku Arina. Aku adalah anak perempuan dari seorang ayah super hebat bernama Seno Zakaria Sastroadmodjo. Iya, Bapak Seno, which is adalah presiden kita saat ini. Papah, begitu aku selalu memanggilnya.
Iya, aku adalah anak presiden. Kalau di film-film Hollywood maka aku akan digambarkan dikelilingi bodyguard setiap akan pergi kemanapun. Hidupku akan terkekang, aku susah cari pacar… Kemudian aku akan jatuh cinta pada bodyguard-ku.
Jreng. Kebanyakan nonton Drama Korea emang jadinya ya begini ini. Hahaha.
Jangan kecewa ya, tapi hidupku nggak sesuram itu kok. Memang, aku selalu ditemani bodyguard tiap akan kemanapun. Ohya, fyi, bodyguard-ku namanya Bang Rosyid. Tampangnya memang sangar kayak Raul Lemos, tapi hatinya baik banget, rajin mengaji serta sayang keluarga.
Yah, malah ngomongin Bang Rosyid. Ya gitu deh, punya bodyguard nggak seserem yang di tivi-tivi kok. Hal itu nggak membuat aku terus jadi susah dapat pacar. Justru saat ini aku telah menikah dengan pacarku semenjak kuliah dan baru saja dikaruniai anak laki-laki yang ganteng.
But… you know what, masalah dari anak yang pekerjaan ayahnya adalah seorang presiden adalah… You will never had a time to meet him. Like… never.
Bukan soal bagaimana hidupmu akan selalu diawasi oleh media, bukan soal pernikahanmu yang diberi label Royal Wedding, bukan soal nama ayahmu yang akan selalu muncul di koran setiap hari… Tapi…
Kamu nggak akan pernah punya kesempatan untuk bertemu ayahmu lagi. Sesederhana itu.
Simpelnya, pernah nggak kamu punya teman yang super sibuk yang susah banget ditemui kemudian kamu berkata, “Ah, susah banget sih ketemu elu. Sok sibuk banget. Sibuknya kayak presiden aje.”
Bedanya, kali ini, my father is really a president.
And it’s never been easy.

***

“Sayang, kamu sampe kapan mau nungguin Bapak kasih nama buat anak kita?” Suamiku nyeletuk di sela lamunanku. “Kamu harus ngerti sayang, Bapak sibuk banget…”
“Aku tahu, kamu sedih belum bisa ketemu Bapak. Tapi kamu harus ngerti… Sekarang beliau bukan cuma Bapak kamu, dia Bapak kita semua… rakyat Indonesia.” Lanjut suamku lagi.
Aku terdiam lama sekali, menatap suamiku seraya mengelus kepala mungil anakku. Apakah salah mengharapkan seorang kakek memberi nama untuk cucu pertamanya? Apakah salah seorang anak perempuan merasa sedih karena ayahnya tidak memiliki waktu untuk menengok cucunya?
Salahkah aku, Sayang? Salahkah aku? Egoiskah aku?
All I wanna get is just a name… Is it really that hard?” Aku merasakan mataku mulai pedas, sebelum perlahan basah lalu akhirnya basah sekali. “Apa Papah nggak bisa, satu jam saja jadi ayah normal yang menjenguk cucu pertamanya?”
“Satu jam saja. Aku cuma minta satu jam, dari beribu jam dari  waktu yang sudah ia curahkan untuk negeri ini. Untuk negeri yang seakan tidak pernah puas atas segala pengorbanannya. Untuk negeri yang mau bagaimana kerasanya Papah bekerja tetap tidak akan berhenti memakinya.”
Suamiku memelukku yang sudah sesenggukan. Ia hanya sanggup memandangku tak berdaya. Mungkin antara menyadari bahwa perasaan yang saat ini kurasakan adalah manusiawi, namun di saat yang sama, aku juga harus mengerti bahwa mau tidak mau, aku harus memiliki kesabaran yang lebih besar daripada anak-anak perempuan lain.
“Bukannya Bapak nggak mau atau nggak peduli sama kamu, Arina. This is not something he wants to do, but he has to do it.” Kata suamiku perlahan.

***

Malamnya, aku menerima satu pesan singkat dari Ayahku yang saat ini sedang mengunjungi daerah perbatasan di Kalimantan.

From: Papah
Arina, Papah sedang di Kalimantan. Kata ibu, cucu Papah sudah lahir ya? Semoga jadi cucu yang selalu jujur, berbakti sama nusa dan bangsa ya, Arina. Kamu harus jadi ibu yang baik buat cucu2mu. Maaf Papah belum bisa jenguk.

Sudah. Hanya itu. Singkat. Padat. Lugas. Jelas.
Aku mendesah.
Mungkin aku yang salah karena berharap banyak.
Mungkin memang aku yang keterlaluan karena memiliki perasaan selayaknya anak perempuan normal… which in this case, my father is not an ordinary father. He is extraordinary.
And you are an extraordinary grandson, Nak. Aku membatin, memandang anak laki-lakiku yang sedang tertidur di sampingku dengan pulasnya. You should be, and you have to.
Aku meredupkanlampu kamarku. Merebahkan badanku di kasur dan memandangi layar ponselku lalu mengetik:

I wish you are fine, Dad. Wherever you are now.
I miss you, Dad. I need you, actually. I want you to come home now.

Aku sudah hampir mengetik tombol send di ponselku sebelum akhirnya aku memandang anak laki-lakiku dan mengubah pikiranku.
Dan aku hanya mengetik:

Makasih, pah. Alhamdullah cucu papah sehat. Semoga papah selalu diberkati disana. Amin.

Message sent.

Aku tahu, di luar sana, banyak yang jauh-jauh lebih membutuhkan Papah daripada aku. Aku bisa jaga diriku, pah. Aku harus bisa.
Eventhough it’s damn hard. Aku memutuskan untuk mengalah.

***

Jakarta (23/02) – Presiden Seno Zakaria meresmikan program Pendidikan Gratis Terpadu 2014 – 2019. Dalam pidatonya, Seno Zakaria mengatakan bahwa kualitas pendidikan bangsa merupakan solusi utama atas segala permasalahan di negeri ini. “Negeri ini sudah menumpuk terlalu banyak permasalahan. Ekonomi, kesehatan, kriminalitas, korupsi, dan masih banyak lagi. Sudah jelas, bahwa mutu sumber daya manusia harus ditingkatkan. Bagaimana caranya? Pendidikan. Yang tinggi, setara, dan mudah diakses oleh rakyat. Kesadaran akan pendidikan yang tinggi adalah solusi untuk mengatasi krisis multidimensional yang melanda bangsa ini.”
Presiden Seno Zakaria menyampaikan pidatonya di Malinau yang merupakan daerah terpencil yang menjadi perbatasan Indonesia – Malaysia di Kalimantan Timur. Presiden bertandang ke Nunukan dalam rangka mensosialisasikan program Pendidikan Gratis Terpadu 2014 – 2019…..

Aku menghempaskan surat kabar di tanganku. Menghela nafas dalam. Mengingat begitu banyak pengorbanan yang ia lakukan demi negeri ini, sungguh aku merasa tak pantas kalau harus mengeluh gara-gara anakku tidak dijenguk olehnya.
Aku ikhlas, Pah. Ikhlas.

“Gimana, Arina? Sudah tahu akhirnya anakmu mau dikasih nama apa?” Ibuku datang sambil menggendong anakku, menghampiriku yang  terduduk diam di sofa.
“Sudah bu.” Aku meraih anakku dari gendongan ibuku. “Namanya Seno Zakaria. Kayak nama Papah.”
Anak di gendonganku terbangun. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali kemudian menatapku dan mendadak tertawa. Seakan berkata setuju akan nama yang baru saja kutasbihkan padanya. Mungkin harapanku agar Papah-lah orang yang harusnya memberi nama pada anakku harus pupus. Tapi mungkin juga ini saatnya menanamkan doa dan harapan baru kepada anakku, alih-alih mewujudkan harapanku sebelumnya.

Be like your grandfather, dearest Son. Be brave, be honest. Jadi apapun kamu kelak, berdedikasilah pada pekerjaanmu. Bergunalah untuk sesama. Jangan egois. Jangan rakus. Berikan selalu yang terbaik untuk orang-orang di sekelilingmu… Just like him, kakekmu, Seno Zakaria.

Dan Seno Zakaria Kecil-pun tertawa lagi.
So, are you agree with this, son? Good boy. Bener lho, janji ya sama Bunda…

Jogja, 24 Februari 2013

*ditulis untuk buku kumpulan cerita tentang Presiden

1 comment: