Saturday, June 8, 2013

To Love or To Be Loved



“Kalau harus memilih antara dicintai atau mencintai kamu pilih mana?” Sasya mendadak bertanya pada Reira sembari menyeruput ginger tea-nya.
“Pilih bisa mencintai dan dicintai dong, Sya.”
“Nggak… nggak. Kamu nggak bisa milih dua-duanya. Ini what if… what if… gimana kalo kamu cuma harus pilih salah satu?”
Reira kembali berpikir sejenak, lalu bergidik. “Aduh amit-amit ya bok. Aku sih masih berpendapat, love is all about give and take¸Sya. Give melulu empet di kitanya, take melulu emang kita pengemis sukanya minta-minta. Hahaha!
“Aduh please deh. You should help me on this case, Re. Bantu aku memilih.
“Hah, apaan nih?”
“Aku nggak bisa begini terus. Indra atau Kenny? Aku harus milih, Re.”
Reira menepok jidatnya. Ini sahabatnya yang satu ini bener-bener laris manis bak kacang goreng. Dia aja satu belum dapet, Sasya malah kebingungan harus memilih di antara dua. Tuhan tidak adil.
“Ah, kamu.” Reira manyun. “Bagi satu kek.”
“Bantuin aku dulu.”
“Yaudah sih, ganteng yang mana? Pilih yang lebih ganteng aja.”
Sasya langsung mencubit Reira. “Iih, ini mah bukan perkara ganteng apa kaga, Sya! Dengerin aku dulu baik-baik.”
“Okay… okay…” Reira menjawab malas-malasan.
“Kamu tau Kenny kan, dan betapa aku selama ini cinta banget sama dia?” Sasya berkata perlahan, memberi jeda pada kalimatnya, seakan-akan nampaknya ini akan menjadi cerita yang panjang.
“The highest calling is to love without knowing one will be loved back, Re. Dan itulah yang membuat aku mendapat kekuatan untuk terus menerus bisa mencintai Kenny. Ketika dicintai membuat hati ini hangat, mencintai membuat hati ini hidup.”
“Kamu pasti tau kan, perasaan puas dan energi yang seakan  menjalar ke seluruh tubuh ketika melihat sosoknya? Atau mendengar suaranya? Ya, seperti itulah besarnya kekuatan cinta yang aku punya kepada Kenny.”
Reira mengangguk paham. “Jadi, masalahnya?”
“Tapi perlahan-lahan, it kills me, Re. Karena aku nggak bisa bohong, aku tetap nggak ikut bahagia ketika dia sedang bahagia bersama perempuan lain. I still want him to love me back.”
“Kadang aku berpikir, bukan masalah bagiku ketika akhirnya harus berakhir dengan terus mencintainya, walaupun aku tahu dia tidak mencintaiku. Tidak apa-apa, aku rela. Tapi… Melihatnya harus terus denial karena cintaku, ini rasanya tidak adil. I want to set him free, Sya.”
“Oke… oke. Lalu, siapa biang kerok perasaanmu yang satu lagi?”
“Namanya Indra.” Tukas Sasya. “Kamu pernah nggak sih Re, berada di kondisi dimana berada di dekat seorang laki-laki rasanya comforting banget. Nah, seperti itulah Indra bagiku. Dia mampu memberikan apapun yang aku butuhkan. He treats me like a princess. Aku sedih, dia ada buat aku. Aku marah, dia siap mendengarkan. Aku senang, dia ikut senang.”
“Aku perempuan, dan aku senang dicintai. Itu membuatku merasa aman. Perkara bagaimana akhirnya aku harus mencintai,  itu akan tumbuh seiring berjalannya waktu kok. Lebih baik dicintai dulu, lalu balas dengan mencintai.”
“Karena mencintai itu nampaknya pasti, bagiku, mencintai tak sesulit dicintai. Memilih mencintai itu bunuh diri, karena itu berarti memilih resiko yang sangat besar untuk terluka.”
“Hmm I see I see.” Reira bergumam. “Dengan bersama Indra, maka kamu akan berada di posisi receiving, dan bukan giving, iya nggak?”
Tidak selalu.” Tukas Sasya cepat. “You know what, the best part of it adalah, wajah Indra yang sangat bahagia ketika dia tahu dia bisa bikin aku bahagia.” lanjut Sasya. “Sedangkan bersama Kenny, rasanya nyesek banget ketika aku tidak bisa memberikan kebahagiaan buat dia dengan cintaku ini.”
“Yaudah. Sama Indra aja. Susah amat.” aku menjawab sekenanya.
“Nggak gitu juga, Re. Entahlah… To be loved is like standing in front of a buffet. It means nothing if you’re not hungry.”
Aku mengaduk cokctailku yang isinya tinggal setengah.
“Jadi, Re. Indra atau Kenny?”
“Indra kurang apa sih, Re. Dia udah baik banget sama kamu gitu? Ngapain pilih Kenny?”
Sasya mendesah. “Kalau saja aku bisa memilih siapa yang bisa aku cintai, Re… I definitely bakal pilih Indra.”
“Tapi kamu cintanya sama Kenny?”
Sasya mengangguk perlahan.
“Dan kenapa kamu merasa harus memilih sih, Sya? Biar aja waktu yang menjawab…”
“Aku nggak pingin terus membunuh Indra dengan cintanya ke aku, dan membunuh diriku sendiri dengan cintaku ke Kenny. Aku harus tegas, Sya.”
“I love Kenny. Tapi melihat dia bahagia dengan pacarnya yang sekarang, membuatku merasa berdosa karena terus mencintainya. I have to let him go, Sya.” Lanjut Sasya.
Reira menyedot cocktailnya dalam-dalam.
Mencintai atau dicintai… Ketika seharusnya yang ideal adalah mencintai dan dicintai, bagaimana jika kenyataan berkata kamu harus memilih salah satu?
Kebahagiaan siapa yang akan kamu korbankan?

To be continued…

No comments:

Post a Comment