Friday, May 29, 2015

Maaf dari Bapak Taksi



Saya menulis postingan kali ini di dalam taksi. Menggunakan hanya telepon genggam. Menuju bandara.

Pesawat saya masih jam setengah 10 sebenarnya. Tapi saya memutuskan bahwa sudah harus berangkat dari kantor pukul 5. Hanya untuk kemungkinan terburuk  bahwa saya akan menghabiskan lebih dari 3 jam untuk sampai ke bandara. 

Saya akan ke Makassar. Waktu tempuh Jakarta - Makassar 2 jam 15 menit. Dan saya harus menghabiskan waktu 3 jam lebih hanya untuk sampai ke bandara. 

Jika dipikir, ini memang sungguh-sungguh gila dan tak masuk di akal. Tapi toh saya tetap saja menjalaninya. 

Long weekend lalu, saya tak begitu busuk melamun di taksi. Ada bapak taksi yang cerewet dan hobi cerita. Bapak taksi ini sudah menikah tiga kali dan masih belum bisa move on dari isteri pertamanya. Dia pun mengaku bahwa isteri pertamanya itu mirip Reza Artamevia. Tak lupa ia bercerita bagaimana drama antara ia dan mertuanya.

Ini yang saya suka dari taksi Jakarta. Selalu ada cerita dari bapak taksinya :D

Tapi naga-naganya kali ini bapak taksi saya pendiam. Tak bercerita apapun. Menyalakan radiopun tidak. Huft.

Jadi disinilah saya. Di jalan tol menuju bandara. Berharap bisa sampai sana tepat waktu. Dalam hening. Di antara gemerlap lampu gedung di Jakarta dan suara klakson mobil yang bersahut-sahutan.

Dengan kegilaan seperti ini, kadang-kadang saya heran kenapa saya masih saja bisa menikmati kota ini. Entah karena saya ini orang yang pandai mengambil hikmah *LOL* atau simply ya karena saya nrimo aja gitu. Alias pasrah.

Taksi pun terus melaju. Menembus kemacetan yang terkadang jika kondisimu tidak sedang tenang, rasanya kemacetan ini seperti dementor, menghisap habis jiwamu.

Apakah setelah membaca tulisan ini kamu berharap sebuah konklusi hikmah dan moral of the story? 

Tidak. Saya terlalu bosan mengambil hikmah. Hikmah sih pasti ada kalau dicari-cari.

Nampaknya memang saya harus menikmati henti ini. Dalam hening.
Rasanya seperti sedang meditasi. Dalam kemacetan.
Freak.
Mungkin saya memang sudah gila.

Sesampainya di bandara, si bapak taksi akhirnya mengeluarkan suara: "Maaf ya mbak... Tadi di jalan macet banget... Saya nggak nyangka macetnya kayak tadi..."

Saya tertegun.
Saya bahkan nggak berniat ngomel sama bapak taksinya.
Sekian kali naik taksi. Baru ini saya mendapat supir taksi yang meminta maaf pada saya. Padahal dia enggak salah.

Satu lagi cerita tentang maaf.
Kali ini maaf datang bahkan tanpa kamu sangka-sangka. Maaf yang datang tanpa kamu tahu kenapa. Maaf yang datang untuk memberitamu bahwa semua akan baik-baik saja.

No comments:

Post a Comment