Beberapa
bulan belakangan ini, saya cukup sering membuka salah satu social media platform
yang cukup menarik. Namanya Quora, sebuah platform dimana orang-orang bisa
menanyakan apapun, boleh secara anonymous boleh juga tidak.
Berbeda
dengan Ask.fm yang jadi primadona di kalangan remaja-remaja gaul, di Quora ini,
pertanyaan dan topik-topik yang diajukan lebih ‘beneran’ dan ‘mikirin negara’,
atau Bahasa jawanya abot.
Nggak kayak
Ask.fm yang kebanyakan isinya ‘kak pap
dong’ atau ‘kak alisnya bagus banget,
pensil alisnya mereknya apa, tutorial dong’ atau ‘kak abis putus sama si Ariel ya? Katanya gegara kak Ariel selingkuh
sama Novia ya’
So yeah.
Sebagai perempuan yang nggak menghias alis, saya merasa agak tersisih dalam
pergaulan Ask.fm ini :(
Kembali lagi
ke Quora, mungkin karena pertanyaan-pertanyaan di Quora ini tidak ditujukan ke
personal, jadi bisa lebih mikir ya. Nah, terkadang pertanyaan yang diajukan
Quora bisa sangat sederhana, seperti misalnya: “what is the internet?” “what is
beauty” “who you really are”
Nggak usah
saya jelasin di sini ya. Buka aja sendiri.
Nah, hari ini, I stumbled upon a very interesting
question:
Mampus nggak
lo.
Kurang berat apa
coba pertanyaannya.
Di antara
jawaban-jawaban ‘just be yourself’ dll, salah satu jawaban yang menarik adalah,
“You can
be somebody important by doing something important. The best way to do this is
to get a college education, find a problem in the world, and devote your life
to fixing it.”
Sekolah –
cari masalah – perbaiki.
Men. Hidup
ternyata hanya untuk cari masalah. Jadi kalo ada masalah, ucapkanlah Alhamdulillah,
tandanya tujuan hidup telah tercapai.
Sepele.
Saya pernah
bertemu seorang kawan yang memilih suatu pekerjaan hanya karena disitu dia bisa
bebas nggak pakai seragam, ada yang memutuskan menikah hanya karena waktu itu
gedungnya lagi diskon di tanggal itu, dan lain sebagainya.
Sepele.
Tapi
kadang-kadang hidup memang membutuhkan hal-hal sepele. Apalagi untuk saya yang
overthinker seperti ini. Terlalu berlebihan dalam memikirkan sesuatu membuat
saya seringnya pasrah pada hal-hal sepele.
Mengutip Da
Vinci, “Simplicity is the ultimate
sophistication.” alias yaudah lah ya, hidup ini ini sesederhana begini
adanya.
Salah satunya
ya dalam menulis blog ini. Berulang kali saya wondering kenapa saya cuma rajin nulis pas ada 31 Hari Menulis aja.
Dua tahun belakangan ini bahkan saya sama sekali tidak menulis. Mau ada
motivasi dari siapapun mau sekampung sekalipun saya tetap nggak bergerak. Mau
sibuk mau nggak ada kerjaan kenapa tangan ini tetep aja ya nggak ngeblog.
Saya sering
memikirkan berbagai alasan, dari bosan, sibuk, capek, butuh suasana baru, hidup
yang membosankan, hidup yang terlalu ramai dan bising, dan sejuta alasan (sok) penting
lainnya tapi tetap saja saya tidak bisa menemukan alasan sesungguhnya.
Sampai saya
pada suatu titik… mungkin saya bisa rajin nulis di 31 Hari Menulis karena…
denda.
Ya. Saya
nggak mau rugi. Saya nggak mau keluar duit :))
Jadi, di
sinilah saya. Berharap hal sepele seperti denda 20 ribu setiap harinya bisa
membuat saya rajin nulis lagi.
Dan untuk
pertama kalinya, saya ikut 31 Hari Menulis di kota yang berbeda. Di Jakarta.
Pusat segala hal mainstream dan medioker di Indonesia Raya ini.
Bagi saya,
ini adalah eksperimen tersendiri. Untuk melihat bagaimana jari saya menari di
keyboard di tempat ini. Jakarta.
Karena so far…
Buat saya sendiri, saya tetap paling suka tulisan-tulisan saya saat sedang
galau… galau asmara. Man, the power of broken heart ya.
Dan saya
nggak mau harus nunggu galau asmara biar bisa nulis bagus. HELL NO.
Maka dari
itu. Mari.
No comments:
Post a Comment