Wednesday, May 20, 2015

Hal-Hal Sepele

Beberapa bulan belakangan ini, saya cukup sering membuka salah satu social media platform yang cukup menarik. Namanya Quora, sebuah platform dimana orang-orang bisa menanyakan apapun, boleh secara anonymous boleh juga tidak.

Berbeda dengan Ask.fm yang jadi primadona di kalangan remaja-remaja gaul, di Quora ini, pertanyaan dan topik-topik yang diajukan lebih ‘beneran’ dan ‘mikirin negara’, atau Bahasa jawanya abot.

Nggak kayak Ask.fm yang kebanyakan isinya ‘kak pap dong’ atau ‘kak alisnya bagus banget, pensil alisnya mereknya apa, tutorial dong’ atau ‘kak abis putus sama si Ariel ya? Katanya gegara kak Ariel selingkuh sama Novia ya’

So yeah. Sebagai perempuan yang nggak menghias alis, saya merasa agak tersisih dalam pergaulan Ask.fm ini :(

Kembali lagi ke Quora, mungkin karena pertanyaan-pertanyaan di Quora ini tidak ditujukan ke personal, jadi bisa lebih mikir ya. Nah, terkadang pertanyaan yang diajukan Quora bisa sangat sederhana, seperti misalnya: “what is the internet?” “what is beauty” “who you really are”

Nggak usah saya jelasin di sini ya. Buka aja sendiri.

Nah, hari ini, I stumbled upon a very interesting question:


Mampus nggak lo.

Kurang berat apa coba pertanyaannya.

Di antara jawaban-jawaban ‘just be yourself’ dll, salah satu jawaban yang menarik adalah,
“You can be somebody important by doing something important. The best way to do this is to get a college education, find a problem in the world, and devote your life to fixing it.
Sekolah – cari masalah – perbaiki.

Men. Hidup ternyata hanya untuk cari masalah. Jadi kalo ada masalah, ucapkanlah Alhamdulillah, tandanya tujuan hidup telah tercapai.

Sepele.

Saya pernah bertemu seorang kawan yang memilih suatu pekerjaan hanya karena disitu dia bisa bebas nggak pakai seragam, ada yang memutuskan menikah hanya karena waktu itu gedungnya lagi diskon di tanggal itu, dan lain sebagainya.

Sepele.

Tapi kadang-kadang hidup memang membutuhkan hal-hal sepele. Apalagi untuk saya yang overthinker seperti ini. Terlalu berlebihan dalam memikirkan sesuatu membuat saya seringnya pasrah pada hal-hal sepele.

Mengutip Da Vinci, “Simplicity is the ultimate sophistication.” alias yaudah lah ya, hidup ini ini sesederhana begini adanya.

Salah satunya ya dalam menulis blog ini. Berulang kali saya wondering kenapa saya cuma rajin nulis pas ada 31 Hari Menulis aja. Dua tahun belakangan ini bahkan saya sama sekali tidak menulis. Mau ada motivasi dari siapapun mau sekampung sekalipun saya tetap nggak bergerak. Mau sibuk mau nggak ada kerjaan kenapa tangan ini tetep aja ya nggak ngeblog.

Saya sering memikirkan berbagai alasan, dari bosan, sibuk, capek, butuh suasana baru, hidup yang membosankan, hidup yang terlalu ramai dan bising, dan sejuta alasan (sok) penting lainnya tapi tetap saja saya tidak bisa menemukan alasan sesungguhnya.

Sampai saya pada suatu titik… mungkin saya bisa rajin nulis di 31 Hari Menulis karena… denda.

Ya. Saya nggak mau rugi. Saya nggak mau keluar duit :))

Jadi, di sinilah saya. Berharap hal sepele seperti denda 20 ribu setiap harinya bisa membuat saya rajin nulis lagi.

Dan untuk pertama kalinya, saya ikut 31 Hari Menulis di kota yang berbeda. Di Jakarta. Pusat segala hal mainstream dan medioker di Indonesia Raya ini.

Bagi saya, ini adalah eksperimen tersendiri. Untuk melihat bagaimana jari saya menari di keyboard di tempat ini. Jakarta.

Karena so far… Buat saya sendiri, saya tetap paling suka tulisan-tulisan saya saat sedang galau… galau asmara. Man, the power of broken heart ya.

Dan saya nggak mau harus nunggu galau asmara biar bisa nulis bagus. HELL NO.

Maka dari itu. Mari.

No comments:

Post a Comment