Ijinkan
saya terlebih dahulu minta maaf kepada Tuan Muda kotakpermenkaret yang lebih
dari setengah tahun enggak diupdate. Iya, saya durhaka.
Jadi—dengan
memaksa tangan untuk mengetik blog—saya memutuskan untuk membuat sebuah tulisan
penutup tahun. Seperti apa yang saya lakukan tahun 2010 lalu. Saya punya hutang
untuk mencatat pelajaran apa yang sudah saya dapat tahun ini. *jreng*
Sebuah
pembahasan menarik baru –baru ini saya jumpai di Twitter. Simpel. Tapi ngena.
Tentang ekspektasi. Sebelumnya saya dan seorang sahabat saya juga sedang
hot-hotnya ngomongin topik yang satu ini. Intinya, as we grow up… akhirnya kita
sadar kalau yang akhirnya bisa membuat kita kecewa ya adalah ekspektasi yang
kita buat sendiri. Not the
failure, but the expectation who does.
Ekspektasi
membuat kita sadar atau tidak sadar jadi memiliki semacam ‘standar’ atas suatu
hal. Dan hidup adalah tentang kenyataan. Jika standar itu nggak tercapai,
kecewa adalah pasti.
Jadi apa
solusinya? Menurunkan ekspektasi? Atau lebih ekstrem lagi… tidak usah
berekspektasi sama sekali? Awalnya saya berpikir, kalau begitu… bikin saja
ekspektasi yang rendah. And
then we will be the happiest human alive.
No. Ekspektasi setiap orang berbeda-beda.
Terkadang kalau saya melihat orang tunawisma di pinggir jalan yang lagi
ketawa-ketawa, saya suka heran sendiri, kok bisa ya mereka tetep ketawa-ketawa.
Sementara saya yang punya rumah enak, makan terpenuhi, tidur hangat di kasur
yang empuk saja terkadang masih suka ngomel-ngomel. Kalau saya jadi mereka
mungkin saya sudah suicide kali ya.
Tentu
saja, karena ekspektasi saya dan mereka akan hidup jelas-jelas berbeda. Mereka
sudah bisa punya uang untuk makan hari ini saja sudah bahagia. Tentu saja beda
dengan saya. Saya tidak mungkin punya ekspektasi seperti mereka. Satu, tidak
sesuai porsinya. Dua, tidak mungkin. Tiga, tidak bisa.
Mengapa
tidak bisa? Karena sayangnya, ekspektasi adalah sebuah konsep yang tidak
sengaja dibuat. Terbentuk begitu saja. Tidak bisa diskenariokan. Kalau menurut
saya, itulah yang membedakannya dengan hope/
wish/ want. Kita tidak bisa
membohongi diri sendiri tentang ekspektasi yang kita miliki. Ekspektasi
terbentuk karena berbagai macam hal. Masa lalu, lingkungan, dan tentu saja
sejauh apa kita memberi harga pada diri sendiri. Dan somehow… it lets us
down.
So when
someone said, “Aku
nggak mau berekspektasi macam-macam.” I
think that’s a total bullshit. Because, deep down inside, kita sebenarnya sudah memiliki
ekspektasi itu. Sadar ataupun tidak sadar, we’ve
already had one. In some cases, kita bahkan tidak menyadari sebenarnya ekspektasi kita apa. Sadar
begitu sudah kecewa, atau ketika masih tidak bahagia ketika yang-kita-pikir
ekspektasi itu jadi kenyataan. Aduh belibet bener idup ini yak.
So, here
it is. Expectation kills. Brace yourself.
Tapi,
siapa yang bisa menyalahkan ekspektasi? Toh ekspektasi adalah konsep yang
membentuk kita. Ekspektasi adalah ideal-self kita. Kadang menguatkan, kadang juga
melemahkan. Seperti adegan long
lasting-nya 500 Days of
Summer. Expectation - Reality.
“So what's
happiness? When reality meets
expectations. Ekspektasi orang (dari segi jenis & kadar) beda-beda ya jadi makna bahagia beda-beda” – Ika Natassa.
Iya. Makna
bahagia itu beda-beda. Dan ekspektasi adalah peta kemana kita akan bergerak
menuju bahagia yang beda-beda itu. Kadang kita tersesat, kadang arah yang
ditunjukkan si ekspektasi itu ternyata udah nggak ada. Atau udah diisi orang.
Sedih deh. Tapi kita akan punya cara untuk beli peta baru. Ya tapi itu. Lewatin
sedihnya dulu. Masak enggak mau sedih. Masak hidup mau seneng terus. Mamam tuh
sedih… Mamaamm…
Oke serius
lagi.
We cannot
control or choose the expectations. Jadi kesimpulannya, memang satu. Berhati-hati
saja dengan ekspektasi kita. Which
means, berhati-hatilah dengan
diri kita sendiri. Actually,
we are our biggest enemy.
Satu lagi,
berhati-hati juga dengan kebiasaan. Semakin kesini saya semakin notice, habit somehow adalah bumerang. Terkadang seseorang
melakukan sesuatu bukan karena segitunya diniatin, tapi karena kebiasaan aja. Sebuah respon reflek.
Pun itu yang bikin saya sadar dan terkadang
menepok jidat sendiri kalau suka marah-marah karena hal kecil. Atau karena ikut kesal pas orang bisa tiba-tiba meributkan sebuah hal di Twitter.
Dia ngetwit sambil ngopi-ngopi cantik, sini ribut. Rugi banget yak? :))
*ya habis gimana, asik sih… —nggak
konsisten :p
Anyway, tidakkah kita semua memiliki semacam love-hate relationship with
twitter? Kemudahan
mendapatkan informasi yang dibarengi dengan kemudahan untuk memaki. Hmm…
Jadi kalo
ada orang yang nyebelin, itu bukan karena dia segitunya pengen nyakitin kali,
Geer. Bisa aja karena itu emang kebiasaan dia. Dan semua tahu, kebiasaan bukan
sesuatu yang bisa diubah dengan sekali makian. That’s why, habit is dangerous. Saya sendiri sering banget punya
masalah dengan yang namanya kebiasaan.
“We are what we repeatedly do. Excellence,
then, is not an act, but a habit.” — Aristotle
Jadi kalo
ngegosip ya santai aja. Gosip ya gosip aja. Kebiasaan nih. *ketauaan hobi
ngegosip*
Oke Sarah. Two things that you have to be
careful at: Expectation and Habit!
Hmm..
Kalau begitu tahun 2013 mau ngapain, Sar?
*diem di
depan laptop lama banget*
Yak. Saya
mau ganti layout blog aja deh. Kesian. Udah jarang diupdate, templatenya
‘remaja’ (baca: ala… sudahlah) banget gini. Cupcake dan permen pink pink. Ya gimana.
Gaptek. Ini aja dulu ngelayoutnya pake baca buku dulu. Padahal layout yang
tinggal copy-paste doang :(
Hehehe.
Semoga dengan mengubah layout blog menjadi less-teenage, hidup juga ikut-ikutan less-teenage. Alias grow up. *ini doa lho. Bukan
ekspektasi. Eh… ekspektasi deng. Tadi boong. LOL* -- ini btw istilah less-teenage emang ada ya? Bikin-bikin! ;p
Ayo ganti
layout blog! :)
Jadi, guys… di tahun 2013 ini… what do you expect?
“In the
end, it’s not the years in your life that count. It’s the life in your years.”
— Anonymous
Selamat
Tahun Baru! :)
December 31th, 2012
Selama bersekolah di bumi, buat saya, mata pelajaran paling sulit dan terlama untuk bisa lulus adalah mata pelajaran ekspektasi. Klo ada les tambahan mau deh ikut. Karena sepertinya perlu banyak latihan soal keikhlasan dan kemakluman :)
ReplyDelete